Seorang pria tinggi besar mengetuk pintu rumah Arga. Tanpa permisi, dia langsung saja duduk di sofa ruang tamu.
"Apa itu rentenirnya, Bu?" Arga yang sedang duduk di ruang makan memandang Arum.
Arum hanya mengangguk.
Arga segera menghampiri pria itu sambil membawa amplop coklat yang diterimanya semalam.
"Bawa perjanjian hutangnya?" Arga duduk di depan pria itu.
"Nih, ada tanda terima lunas dan sertifikat sekalian di dalam," kata pria tersebut menyodorkan sebuah amplop besar.
Arga membuka dan memeriksa isi amplop tersebut. Setelah dirasa cukup, diserahkannya amplop berisi uang.
"Hitung saja dulu," kata Arga.
"Nggak usah, wajahmu bisa dipercaya. Nggak seperti adikmu," jawab pria itu sambil tergelak. "Lain kali kalau butuh lagi, telepon saya," lanjutnya.
"Insya Allah jangan sampai berurusan dengan kalian lagi," Arga menjawab dengan tenang tapi cukup tegas.
"Hahaha, nasib orang mana tahu anak muda," pria itu berdiri dan meninggalkan rumah Arga.
Arga memandangi kepergian rentenir itu dengan perasaan lega. Satu masalah gawat sudah teratasi. Selanjutnya tinggal bekerja keras melunasi hutang, walau itu berarti ia harus menunda kuliah pasca sarjana tahun ini. Demi ibu dan Arya, tidak masalah.
Arga mendekati ibunya yang menyaksikan semua dari ruang tengah.
"Masalah sudah selesai. Sertifikat biar Arga yang pegang ya, Bu. Biar aman," katanya meminta ijin sembari memegang tangan Arum.
"Ya, Ga. Simpan saja. Makasih ya," Arum tersenyum lega.
Arga segera memasukkan sertifikat itu ke dalam tasnya. Ia berencana menyimpan di meja kantor. Setidaknya aman dari jangkauan Arya.
"Arga berangkat ke kantor ya, Bu. Tadi sudah ijin datang terlambat kok. Assalamu 'alaikum," Arga mencium tangan ibunya.
"Wa 'alaikumus salam, hati-hati ya, Ga," jawab Arum.
Arga memacu sepeda motornya menuju kantor. Sepanjang perjalanan, pikirannya kembali disibukkan dengan sosok Melia.
"Sebentar lagi aku bertemu Melia. Hadiah apa yang pantas kuberikan untuk dia?" tanya Arga dalam hati. "Ah, tanya Novi saja di kantor," lanjutnya.
Sampai di kantor, Arga segera mengerjakan tugas dengan cepat untuk mengganti dua jam keterlambatannya.
"Urusan apaan sih, Ga? Tumben ijin dateng telat," tanya Novi yang memang satu ruangan dengannya.
"Urusan keluarga, Nov. Eh, aku boleh nanya nggak? Aku mau ketemu sama seorang cewek, ngasih kado apa ya?" Arga menghentikan pekerjaan dan mendekatkan kursinya ke arah Novi.
"Gebetan? Teman?" Novi balik bertanya.
"Teman SMA, tapi aku naksir dia dari dulu," Arga tersipu malu.
"Ecieeee, ternyata Arga yang terkenal jomblo dari dulu, sebetulnya punya gebetan toh," Novi ngakak melihat wajah Arga bersemu merah.
"Hus, ngeledeknya nanti saja. Jawab dulu. Ini pertama kali kami ketemu lagi setelah lulus SMA, Nov," jelas Arga. "Makanya aku mau bawa kado, tapi bingung apa," lanjutnya.
"Cerita dulu dong orangnya kaya gimana, foto tunjukin, baru aku bisa kasih ide," tukas Novi.
Arga kemudian menceritakan sekilas mengenai Melia, juga menunjukkan foto-foto di media cuiternya. Novi mendengarkan cerita Arga dengan sangat serius.
"Kamu yakin, Ga? Cewek macam itu kayanya nggak pantes buatmu deh. Maaf ya. Cari yang nggak banyak tuntutan dan bisa nerima kamu apa adanya aja, Ga. Kamu itu lumayan ganteng, baik, punya pekerjaan bagus. Hidupmu layak kok," Novi mencoba memberi nasehat untuk sahabat kerjanya. Dia merasa terganggu dengan cerita penolakan Melia, juga kata-kata yang dilontarkan pada Arga.
"Tapi aku cintanya sama dia, Nov," Arga tetap ngotot.
"Ya elah, Ga. Hari gini makan cinta buta, yang ada kamu lumpuh kena stroke. Itu obsesi apa cinta? Pikir dulu deh. Terus, apa dia mau menerima kamu dengan kondisi sekarang? Sorry to say, mobil aja kamu belum punya," Novi mulai mencecar Arga.
"Aku belum tahu, tapi setidaknya dia mau ketemu," Arga menjawab dengan sedikit tidak percaya diri.
"Ya udah, temui dulu. Nggak usah mikirin kado. Kita liat reaksi dia, Ga. Rugi amat kamu jauh-jauh ke Jakarta bawa kado, kalau ternyata tanggapan dia nggak baik?" Novi berusaha meyakinkan agar Arga tidak makin terluka nantinya. "Lagian kan kalian sekarang statusnya teman biasa, untuk apa ketemu bawa kado segala?" lanjutnya.
"Ya juga sih. Aku turuti nasehatmu deh, Nov. Terima kasih ya," Arga kembali ke mejanya.
Seharian ia sibuk berkutat dengan pekerjaan. Bahkan tidak mengambil jam istirahat. Arga hanya menyempatkan makan dan sholat dhuhur, kemudian kembali bekerja. Dia merasa bertanggung jawab untuk mengganti 2 jam kedatangannya yang terlambat pagi ini.
Menjelang pulang kantor, pekerjaan sudah beres semua. Masih ada waktu 20 menit untuk mengendurkan otot tubuhnya. Baru saja ia meregangkan kedua lengannya, telepon genggamnya bergetar.
Brrrr... Brrrr....
Dilihatnya ada pesan di media cuiternya. Jangan-jangan... Arga tergesa membuka dan membaca pesan yang masuk.
Ga, Sabtu jadi kan? Ini nomer gue 081xxxxxxxxxxx
Sebuah pesan dari Melia. Fiuh, syukurlah. Tadinya Arga takut bahwa gadis itu akan mengirimkan pesan untuk membatalkan pertemuan mereka. Ternyata ia malah memberikan nomor telepon tanpa diminta.
Jadi, Mel. Terima kasih. Ini nomorku 081xxxxxxxxxxx
Arga membalas pesan sambil tersenyum. Astaga, ia lupa belum membeli tiket kereta.
Segera dibukanya aplikasi pemesanan tiket online. Dan ia memilih kereta yang murah untuk perjalanan ke Jakarta.
Tidak perlu mahal karena toh perjalanan hanya beberapa jam, pikir Arga. Lega setelah selesai memesan tiket dan melakukan pembayaran.
Masih ada waktu sebelum pulang. Arga tiba-tiba punya ide untuk membuat sebuah video singkat yang menampilkan foto-foto Melia.
Dia mengunduh beberapa foto Melia di media cuiter. Tentu saja yang sesuai dengan lirik lagu yang dipilih menjadi latar belakang musiknya. Arga memilih lagu dengan judul "Bentuk Cinta" yang dinyanyikan sebuah grup musik bernama Eclat.
Setelah merasa sudah mengunduh foto-foto yang sesuai dengan lirik lagu, Arga mulai melakukan proses. Beberapa menit kemudian video telah siap. Sebelum mengirimkan ke Melia, Arga beberapa kali memutar video tersebut sambil menambahkan hiasan di sana sini.
Setelah dirasa cukup sempurna, Arga memutar video sekali lagi. Terdengar sebuah lagu dilantunkan.
Rambut warna-warni bagai gulali, muncul foto seorang gadis dengan rambut berwarn-warni.
Imut lucu walau tak terlalu tinggi, nampak foto Melia sedang berdiri.
Pipi chubby dan kulit putih, foto Melia sedang menggembungkan pipinya melintas.
Senyum manis gigi kelinci, kali ini foto Melia sedang tersenyum ceria menampakkan gigi putihnya.
Membuatku tersadar bentuk cinta itu ya kamu, foto Melia mengenakan seragam SMA menjadi penutup, menandakan bahwa Arga jatuh cinta padanya sejak masa sekolah dulu. Tentu saja khusus untuk foto terakhir Arga menambahkan bingkai berbentuk hati.
Arga kemudian mengirimkan video itu ke nomor Melia. Jantungnya berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang.
Tak berapa lama Melia membalas dengan sebuah emoji wajah kuning dengan kedua mata berbentuk hati. Singkat, tapi mampu membuat Arga melonjak kegirangan.
Sementara di seberang sana, Melia melihat video yang dikirimkan Arga sambil tersenyum sinis.
"Freak and stupid!" Melia mengumpat.