Sudah beberapa bulan berlalu semenjak saat itu. Inilah hari dimana Aku mulai berlatih pedang diam-diam. Ayah selalu berlatih pedang setiap pagi dan Aku selalu melihatnya. Aku mengingat gerakan yang dilatih Ayah dan menirunya diluar istana. Setiap kali Aku mencoba melatihnya, Ibu malah mengajakku bermain. Ibu ingin Aku menikmati masa kecilku layaknya anak biasa. Karena itu Aku hanya berlatih sedikit-sedikit.
Aku mengulang teknik tersebut hingga Aku melupakan hitunganku berkali-kali. Yah. Aku selalu mengulang setelah 50 hitungan. Tubuh anak kecil ini memiliki stamina yang lemah. Sepertinya berburu monster adalah satu-satunya cara menaikkan level.
Masalahnya adalah Dia, seorang kesatria yang diutus Ayah untuk mengawasiku. Namanya Louis, Dia seorang petualang yang diangkat Ayah menjadi kesatria. Beberapa tahun nanti, Dia akan dipanggil keluarganya yang merupakan seorang bangsawan. Ada masalah internal yang mengharuskannya kembali. Nanti Ia akan diangkat menjadi Viscount Nigure, sebelah barat kota Einzel Kami.
Dia cukup kuat sehingga Dia saja cukup untuk menjagaku. Masalahnya Aku ingin menaikkan level. Apa yang bisa membuatnya pergi ya?
"Tuan Muda, Tuan Ashford. Waktunya makan siang." Seorang maid datang dengan keranjang makanan.
Maid itu bernama Seline, seorang maid yang biasa mengurusku setelah Zain lahir. Seline adalah maid cantik yang berhasil memikat hati Louis, Aku bisa melihat Louis malu-malu didekatnya. Ini kesempatanku. Aku makan makananku menunggu kesempatan untuk melarikan diri.
"Nona Seline. Apa tidak apa-apa membawa banyak makanan seperti ini? Ini terlalu banyak untuk Tuan muda."
"Tidak apa. Karena Aku juga menyiapkan makanan untuk Tuan Ashford." Seline tersenyum ramah berbinar. Louis seketika berpaling menyembunyikan ekspresi wajahnya. Ini Dia!!
"Kakak Louis cuka Seline. Kakak Seline cuka Louis. Sama-sama cuka. Aku mau pergi, jangan ganggu. Louis jaga Kakak Seline. Dadah."
Louis dan Seline sama-sama memerah hingga tak bisa berpikir dengan benar dan Aku dengan mudahnya pergi. Mereka sama-sama tersipu hingga tak mampu saling bertatapan. Mereka hanya terdiam beberapa saat berharap situasi canggung menghilang. Seline yang membuat langkah pertama.
"Tuan Ashford. Apa itu benar? Anda menyukaiku?"
Louis tertegun sebentar kemudian membuka mulutnya.
"Iya. Itu semua benar." Louis menghela nafas dan memegang tangan Seline.
"Nona Seline. Saya menyukai Anda. Maukah Kamu bertunangan denganku."
Seline tampak Ragu sesaat. Apa Dia pesimis terhadap dirinya.
"Saya sudah lama menyukai Nona Seline. Kalau tidak keberatan Saya ingin bertunangan dengan Anda?"
"Saya juga menyukai Tuan Ashford. Saya tidak tahu apa yang menarik dari diri saya. Jadi tolong bantuannya mulai dari sekarang."
"Apa itu jawabannya Iya?"
Seline mengangguk. Louis begitu senang Ia tampaknya masih belum menyadari Aku menghilang.
"Tuan Eideth!" Louis dan Seline berteriak bersamaan baru tersadar Aku menghilang.
"Syukurlah. Sepertinya mereka baik-baik saja." Aku mengawasi mereka lewat sebuah observer.
[Observer
Membentuk drone pengawas yang dapat memantau dari jarak jauh.]
Skill ini sangatlah efisien namun hanya dapat menghasilkan satu observer saja. Aku akan mencari Skill lain yang lebih baik dimasa depan.
Berkat eksperimenku Aku menyadari kelemahan terbesarku saat ini. Tidak peduli seistimewa apa Skill yang kuminta, jika tubuhku lemah Aku tak mampu mengakkttifkannya. Istilah yang sering mereka pakai untuk menyebutkan ini adalah "Bakat setengah-setengah". Hal ini terulang lagi. Ini bahkan tak jauh berbeda sebelum Aku dilahirkan kembali. Untuk menghilangkan kekesalanku, Aku segera mencari target buruanku.
[Presence Detection
Mendeteksi keberadaan makhluk disekitarmu.]
Aku mendeteksi tiga makhluk kecil berkerumun. Aku menduga itu adalah Slime, minimal goblin. Begitu Aku keluar dari lebat hutan pepohonan, angin lembut menyambut. Padang rumput hijau yang luas tanpa pohon satupun dengan sinar matahari terik.
Aku mengendap-ngendap mendekati targetku. Tampak tiga buah slime dengan beragam warna dari kejauhan. Tak lama dua ekor slime lagi muncul. Mereka tampak belum menyadariku. Aku hendak menyerbu dengan pedang kayu ku dan berlari ke arah mereka.
Tiba-tiba sebuah Slime berubah menjadi bentuk manusia, lebih tepatnya wanita. Dia mengarahkan tangannya padaku menyuruhku berhenti. Aku tak peduli dan tetap maju. Pedangku hampir saja menusuk lehernya sebelum perasaan itu menyadarkanku.
Didunia ini, ada dua jenis makhluk hidup. Mob/Entitas dan Inkarnasi. Mob adalah makhluk yang pada dasarnya hanya hidup dengan insting. Dan Inkarnasi adalah makhluk dengan kecerdasan. Kami memiliki semacam indra agar dapat membedakan satu sama lain.
Aku menyarungkan kembali pedangku namun masih keadaan awas. Menyarungkan pedang saat berhadapan dengan musuh adalah perbuatan gila yang bahkan Aku sendiri ragu. Aku melihat wanita slime itu pada wajahnya. Aku harus mengangkat kepalaku agar bisa melihat wajahnya. Dia menurunkan tangannya dan sedikit jongkok agar bisa bertatapan sejajar denganku. Aku sedikit kesal namun karena Dia tampak perhatian aku membiarkannya.
"Kamu Inkarnasi bukan?" Aku masih waspada memegang gagang pedangku.
"Iya benar."
"Kamu tahu kan Kalau mereka itu Mob? Mereka bisa saja menyakiti atau membunuh Inkarnasi."
"Aku tahu. Tapi-"
"Kamu bereinkarnasi kedalam Slime itu kan?"
"Ehh?"
Ini hanya deduksiku. Seorang yang bereinkarnasi lah yang paling lugu karena mereka belum terbiasa dengan aturan dunia ini. Sama sepertiku. Tapi Aku harus menyadarkannya karena sifat naif dan polos itu sangatlah rapuh. Aku menghargainya sebagai sesama reinkarnator. Dia harus meneguhkan hatinya, reinkarnator yang baru beradaptasi sepertinya adalah mangsa untuk orang yang kejam.
"Aku butuh mengumpulkan exp untuk menaikkan levelku. Tolong minggir, Aku membiarkanmu pergi karena Kau adalah Inkarnasi sama sepertiku."
"Maaf tapi Aku tak bisa. Mereka adalah keluargaku."
Aku tersentak dan melepaskan gagang pedangku. Seorang inkarnasi yang memiliki Mob sebagai keluarganya? Hatiku semakin berat dengan rasa bersalah dan mengurungkan niatku.
"Hey, Nona Slime. Siapa namamu?"
"Aku belum punya nama. Aku juga tak begitu mengingat siapa Aku dimasa lalu."
"Kalau begitu, Apa boleh Aku menamaimu?"
Aku memperhatikan dirinya dari atas kebawah. Tak satupun nama muncul di kepalaku. Apa yang sederhana saja.
"Karena warna tubuhmu biru langit. Bagaimana kalau Azure?"
"Azure. Azure. Aku suka."
Dia dengan santai berbalik dan mulai menamai Saudaranya.
"Kamu berwarna biru seperti laut. Marine. Kamu berwarna hijau. Lime. Kamu merah. Merah apa itu? Apa itu Scarlet? Ungu itu. Aku yakin itu Iris."
Anak ini terlalu tidak waspada. Aku mengetuk kepalanya menyadarkan anak itu dari kesibukannya.
"Awww.... Kenapa Kamu memukulku."
"Bisa-bisa Kamu menyerahkan punggung mu seperti itu. Aku bisa saja menyerangmu dari belakang. Kamu harus lebih waspada. Ingat Kamu itu Inkarnasi loh."
"Iya. Aku minta maaf. Masalahnya Kamu tidak kelihatan seperti itu."
Bisa-bisanya dia memasang muka polos dengan tertawa tehe seperti itu. Presence detection ku seketika aktif memberi tanda ada yang mendekat. Itu pasti Louis dan Seline, Aku tak terlalu memperhatikan mereka karena sibuk mengawasi Azure.
"Hey Azure. Kau harus membantuku mengumpulkan exp karena sudah membuang waktuku. Ajak saudaramu masuk ke dalam sini. [Subspace]"
[Subspace
Membentuk ruang dimensi kecil.]
"Kalian sembunyilah disini. Ada orang yang mengerikan akan datang."
Aku sangat tidak tenang karena tujuanku adalah berlatih sambil low profile. Aku akan menyembunyikan kekuatanku sambil menjaga keluargaku. Louis orangnya sedikit mudah panik dan selalu melapor pada Ayah. Aku tak mau membuat kerusuhan.
"Ayo semua masuk. Marine, Lime, Scarlet, Iris." Ada yang baru kusadari. Walau mereka ini Mob, mereka sangat menurut pada Azure. Seperti adik yang menuruti kakaknya.
Aku secepatnya menutup Subspace agar tidak ketahuan oleh Louis. Aku mulai menyiapkan alibi dan akhirnya Louis beserta Seline datang. Dia tampak berani sekali memegang tangan Seline karena sudah sah menjadi pasangan. Apa Aku ganggu saja.
"Tuan Eideth. Apa Tuan Eideth baik-baik saja? Tuan Eideth jangan berkeliaran seperti itu lagi. Itu sangat berbahaya." Louis tampak begitu khawatir begitu pula Seline.
"Iya. Aku minta maaf. Untung saja Louis menjaga Kak Seline dengan Baik."
Aku menegur mereka berdua dan sontak mereka malu dan bergenti berpegangan tangan. Tapi yang terjadi selanjutnya lah yang menarik.
Louis kembali memegang Seline dengan penuh kepercayaan. Louis melihat Seline dengan mata percaya diri seperti mengatakan Aku kan menunjukkan pasanganku ke umum.
"Tuan Eideth, Nona Seline ayo kita pulang."
Begitulah farming exp ku gagal. Kami pulang dengan kereta kuda melewati kota, terlihat begitu banyak anak-anak bermain disekitar jalan. Aku sedikit iri pada mereka. Aku membuka seedikit celag pada Subspace agar Azure bisa melihat karena Aku begitu bosan.
"Waaaahhh...."
Azure sangat menikmati melihat-lihat kota, Aku yakin Dia belum pernah ke kota sebelumnya. Para Slime lain juga tampak mengagumi sama seperti Azure, membuatku penasaran. Apa mereka benar-benar bisa menjadi inkarnasi?
"Mob menjadi Inkarnasi mungkin sesuatu yang mustahil didunia ini. Namun Azure adalah kemustahilan itu. Pengetauhan yang ku dapat dari Zain juga berbunyi demikian "Mustahil seorang Inkarnasi terlahir ke dalam tubuh Mob."
Dan Azure, walau Dia seorang Inkarnasi. Apakah Ia mendapat ingatan Slime itu saat bereinkarnasi atau Slime tersebut menjadi seorang Inkarnasi. Mungkin saja sebuah Mob bisa menjadi Inkarnasi karena suatu sebab.
Sesampai dirumah, Aku segera menuju ke taman untuk mengeluarkan Azure dan Slime yang lain. Aku memastikan situasi aman sebelum mengeluarkan mereka, seperti biasa Louis melapor dulu pada Ayah dan Aku memastikan tak ada yang mengikutiku.
"Akhirnya Kita bisa keluar. Wah... Dimana ini?"
"Ini dirumahku. Tepatnya di taman."
"Kamu anak bangsawan ya?"
Aku mengangguk.
"Aku malas basa basi jadi Aku akan langsung ke intinya. Aku juga seorang reinkarnator. Namaku Eideth. Aku ingin bertanya padamu, katakan dengan jujur jika Kau mau."
"Apa itu?"
"Kau pernah membunuh manusia?"
Dia adalah orang yang bereinkarnasi menjadi Slime, bahkan sampai menganggap Slime saudaranya. Slime adalah mob yang paling mudah dibunuh dengan kata lain cara farminf exp paling mudah. Tidak aneh jika Dia pernah membunuh demi keluarganya. Lagipula Dia tak bisa membohongiku.
[Lie Detection diaktifkan.]
[Irregular Eye diaktifkan]
[Nama: Azure
Umur: 2 tahun
Level: 14
Affinity: Monster
Ras: Slime
Karma: 16
Skill: [Hardening], [Regeneration], [Transformation], [Heal], [Fire Resistance], [Physical Resistance],....
Str: 27, Agi: 25, Int: 15, Sta: 32.]
Dia memiliki banyak sekali Skill, melihatnya saja Aku jadi minder. Apalah dayaku seorang Limited. Karmanya tidak buruk, dan levelnya 14 tapi statnya sudah setinggi ini?
"Aku pernah membunuh manusia. Mereka mencoba membunuh adikku. Mereka terkena perangkap ketika mengejar Kami. Tapi Akulah yang mengakhiri penderitaan mereka."
Lie Detection tak menunjukkan tanda-tanda. Dia cukup jujur.
"Baiklah, Aku tak akan bertanya lebih lanjut. Aku akan memberitahumu sesuatu."
"Ehhh.?"
"Apa Kamu akan terus menjaga saudara-saudara mu itu, walaupun mereka Mob?"
Azure berpikir dengan serius. Aku yakin walau pemikirannya yang naif itu juga bisa serius ketika menyangkut sesuatu yang berharga buatnya.
"Iya, walau mereka tak bisa menjadi Inkarnasi sepertiku. Aku akan terus menjaga mereka."
"Dasar bodoh. Ada seberapa batas senaif apa dirimu. Pendirian yang seperti itulah yang akan membuatmu menyesal nantinya. Kuatkan hatimu dengan pendirianmu, agar pilihan apapun yang Kau buat nanti. Kau tak akan menyesal."
Aku meluapkan isi pikiran ku pada Azure, Dia tampak mulai menangis karena Aku berteriak padanya. Untung saja Aku memasang [Voice Barrier] sebelum berteriak.
[Voice Barrier
Membuat dinding sihir kedap suara. Suara tidak dapat masuk ataupun keluar barrier.]
"Aku minta maaf. Apa yang harus Aku lakukan?"
Azure saat ini tengah menangis, Aku yakin Dia juga sadar akan kelemahan hatinya. Dia juga frustasi ingin melindungi keluarganya.
"Jadilah lebih kuat."
"Jadilah lebih kuat?"
"Jadilah lebih kuat agar Kamu mampu melindungi keluargamu."
"Aku akan jadi lebih kuat!"
"Aku tak bisa mendengarmu!"
"Aku akan jadi lebih kuat!" Aku bisa melihat tekad Azure mulai terbentuk. Kurasa sekarang saatnya Aku membuatnya sedikit senang.
"Azure."
"Ya!?"
"Tak perlu berteriak."
"Maaf."
"Bagaimana kalau kubilang ada cara membuat saudaramu menjadi Inkarnasi juga."
"Benarkah?" Mata Azure berbinar.
"Ini sekedar teori dan belum pernah teruji sebelumnya. Kesempatan berhasilnya rendah tapi tidak 0%. Apa Kamu ingin mencobanya?"
"Ya. Aku mau. Terima kasih Eideth."
Aku tahu Dia senang, tapi bukankah sikapnya terlalu kekanak-kanakan? Apa Dia dulu masih anak kecil yang polos sebelum reinkarnasi?
Azure memelukku dengan erat, kemudian Dia mengajak saudaranya yang lain untuk ikut memelukku. Perasaan ini sangat aneh. Rasanya seperti Kamu digulung dalam selimut jelly. Tapi Azure terlihat sangat senang jadi Aku membiarkannya.
"Apa Kamu yakin soal ini? Kamu langsung setuju dengan mudahnya."
"Hemm?" Azure memiringkan kepalanya.
"Bagaimana Kamu bisa langsung setuju seperti itu tanpa mengetauhi caranya seperti apa? Bagaimana kalau cara itu dapat membunuh adikmu?"
"Aku yakin Kamu gak seperti itu."
Anak ini benar-benar.
"Kamu harus berpikir sebelum berbicara. Jangan langsung menurut seperti itu. Aku akan mengajarimu semua hal yang kutahu tentang dunia ini." Akhirnya Aku memutuskan untuk mengasuh para Slime di istana secara diam-diam. Tak ada salahnya menambahkan sekutu didekatku untuk berjaga-jaga.
Aku ingin membuat keluargaku bahagia di kehidupan ini.
Sementara itu, Louis pergi ke kantor dimana Ayah bekerja. Seperti biasa, Ia selalu melapor pada Ayah setelah menjagaku.
"Yang Mulia, Saya datang untuk melapor."
"Louis, akhirnya Kau datang. Kutebak. Eideth latihan pedang diluar lagi?"
"Benar Yang Mulia."
"Haahh. Anak itu sangat tidak sabaran." Wajah Ayah sedikit muram karena suatu hal.
"Tuan. Jika Saya boleh bicara."
"Hemm?"
"Saya memahami kekhawatiran Tuan terhadap Tuan Eideth. Namun, Saya rasa akan lebih baik untuk Anda lebih percaya padanya. Saya tahu kehawatiran Tuan terhadap Tuan Eideth. Tapi Saya yakin jika Tuan Eideth dalam kesulitan pada dirinya, Ia akan butuh dorongan dan kepercayaan oleh kedua orang tuanya."
Mendengar itu Ayah tersentak, kemudian Ia tersenyum.
"Kau benar Louis. Aku sangat mencintai anak-anakku dan menginginkan yang terbaik bagi mereka. Aku takkan membiarkan kekhawatiran diriku melupakan itu dan peranku sebagai orang tua. Terima kasih Louis."
Ayah tampak lega berbicara keluh kesah pada Louis.
"Sama-sama Tuanku."
"Kau tahu? Aku selalu merasa Kau bisa melihat diriku luar dalam."
"Tuanku bisa saja."
Hubungan mereka cukup akrab dikarenakan mereka pernah dalam ekspedisi petualangan bersama. Yah, itu cerita untuk lain hari.
Waktu berselang, Aku terus berlatih pedang. Seperti biasa Louis selalu mengawasiku dan Aku membuatnya sibuk dengan membawa Kak Seline. Di tiap malam Aku mengajari Azure tentang dunia ini dan meneliti bagaimana mengubah saudara Azure menjadi Inkarnasi, sebagai gantinya Ia membantuku mengawasi keluargaku dari bayangan dan membawakanku apa saja yang kuperlukan untuk risetku.
Aku juga terus melatih Skill lain yang kusimpan secara sembunyi-sembunyi. Benar-benar sembunyi-sembunyi. Akan gawat jika orang melihatku menggunakan berbagai Skill. Semua orang di kediaman tahu kalau Aku seorang limited.
Hasil analisis Kak Loefel waktu itu memberitahu keadaan diriku yang memiliki batasan level 50 dan hanya bisa memiliki 5 Skill. Untung saja Ia tak dapat melihat Skill apa saja yang Aku miliki.
Hari ini tanggal 27 bulan keenam tahun 1506 Kalender baru, Keluarga Kami mendapat anggota baru. Ia bayi perempuan cantik dengan paras seperti ibu. Namanya Irena. Ia sangat imut. Rasanya senang sekali memiliki adik perempuan.
Aku tak terasa umurku sudah empat tahun sekarang. Zain berumur dua tahun namun Ia baru bisa berjalan, Dia tumbuh seperti anak pada umumnya (tak sepertiku).
Zain yang masih balita sangat menggemaskan. Bagaimana bisa pria mengerikan itu dulunya memiliki wajah imut seperti ini. Zain juga ikut bersamaku menemani Ibu setelah bersalin. Yang paling menggemaskan ialah Zain penasaran ingin melihat Irena, tapi tubuhnya belum cukup tinggi. Ia menjinjit setinggi yang Ia bisa namun masih tak sampai.
"Kalau Zain ingin melihat? minta tolong saja pada Kakak. Ayo satu, dua!" Aku menggendong Zain membantunya melihat Irena.
Zain tampak sangat kalem dengan Ibu menggendong Irena, Ia tak merasa iri sedikitpun karena Ia sangat penasaran dengan Irena. Tak kusangka yang terjadi selanjutnya.
"Ibu... Adik" Zain mengucapkan dua kata pertamanya.
Semua orang sangat terkejut. Bahkan Ayah yang masih didepan pintu baru memasuki ruangan mendapati mulutnya terbuka karena terkejut.
Aku juga terheran dalam hati melihat regressor ini. "Cepat juga Dia mengejar."
Zain kecil adalah anak yang pendiam, Dia tidak mencoba berbicara sebelumnya. Aku tak sempat mendengar suaranya yang terbata-bata berbicara.
Hari ini berbeda dari biasanya karena Aku membawa Azure bersamaku, Ia memakai [Presence Erase] dan [Mimic] untuk berkamuflase di leherku. Aku menyuruhnya diam dengan asuransi bertelepati padanya (Dia itu pelupa dan berisik). Akibatnya Ia tak berhenti berceloteh kepadaku.
Untung saja Dia takjub melihat Irena yang baru lahir sehingga Ia tak banyak berkomentar. Azure minta Izin mengintip persalinan karena Ia penasaran dari mana keluarnya bayi. Ia bilang Ia adalah wanita namun ingatannya yang lain masih kabur.
"Ibu. Semoga Kamu sehat selalu" Azure bergumam padaku mendoakan ibu setelah persalinan.
Anak ini bisa-bisanya Ia bergumam dengan suaranya sendiri. Aku khawatir ada yang menyadari namun Ayah sibuk mengurus Ibu dan mencoba mengajarkan Zain memanggilnya Ayah.
Tak terasa Aku sudah mulai terbiasa dan nyaman di keluarga ini. Seperti tembok penghalang itu sudah tak ada lagi. Aku harus tetap berusaha lebih baik lagi.
Alasanku membawa Azure bersamaku ialah untuk menjaga keamanan istana. Beberapa hari lalu Aku sempat menguping, datang kabar kalau bisnis Ayah sedang tidak bagus dengan saingannya. Dan hubungan Kami dengan saingan itu tidaklah bagus. Ada juga kabar penyerangan terhadap beberapa pekerja Ayah dan salah satunya seorang eksekutif.
Ayah memerintahkan peningkatan penjagaan namun di hari bahagia ini dengan keamanan yang sedikit longgar. Aku ragu takkan terjadi apa-apa. Apalagi kejadian ini juga kuketauhi lewat ingatan Zain.
"Ibu, Ayah, Zain. Aku keluar sebentar ya. Aku mau ke kamar mandi." Aku langsung berlari agar tidak segera diikuti.
Aku detour sebentar ke kamar mandi lalu keluar berpatroli. Aku mengeluarkan Slime lain dari Subspace dan menyuruh mereka berpencar menjaga istana dari tempat yang berbeda.
"Apa mereka benar-benar akan datang?" Azure sedikit gelisah. Aku tak tahu kenapa Ia begitu gelisah namun kita taruh ke samping masalah itu dulu. Sudah dua jam Kami berpatroli ditempat yang minim penjagaan. Aku memperhatikan setiap lorong menggunakan
[Monster Core
Mampu menghasilkan energi dan memancarkannya namun memiliki efisiensi yang lemah.]
Azure mendapat beberapa saat Ia masih berburu di alam liar. Walau Slime bisa melelehkan hampir benda apapun dan memakannya. Azure merasa yang bukan makanan tidak bagus untuk dimakan.
Aku sangat tidak tenang, Aku sama sekali tak bisa menenangkan diri. Apa yang bisa kulakukan untuk bisa menghentikan ini. Aku terus mengingat ulang CG ingatan Zain untuk mendapat petunjuk.
Itu dia! Itu yang Aku cari!
Aku segera berlari keluar ruangan menuju lorong. Ada petunjuk di CG itu. Lukisan keluarga Kami. Hanya ada beberapa tempat dimana terdapat lukisan itu, dan satu-satunya lorong dengan lukisan itu adalah lorong barat daya. Aku berlari secepat yang kubisa dengan kaki kecil ini.
Setelah sampai disana, Aku segera menggunakan [Presence Detection].
[Presence Detection (Beginner)
Mendeteksi keberadaan makhluk di sekitarmu.]
Aku melihatnya. Ada tiga orang asing didekat pohon di taman. Dan ada sebuah titik redup disekitar mereka! Itu artinya!
[Instant Teleport
Berpindah secara instan ke koordinat yang dituju.]
Aku berpindah tepat di depan mereka. Tiga sosok ditutupi jubah hitam dengan pisau berdarah ditangan salah satu mereka. Tergeletak didepanku Tukang kebun keluarga Kami dengan kondisinya yang sekarat.
Aku sangat mengenal Tukang kebun itu, namanya adalah Charles. Pria paruh baya dengan rambut beruban yang banyak. Dia juga orang yang sering membantuku melarikan diri atau bersembunyi dari Louis.
"Siapa Kau?" {#5}
"Bagaimana Kamu bisa ada disana?" {#4}
"Tenang, #4, #5. Sepertinya Dia salah satu bangsawan Raziel itu. Aku akan membereskannya. Kalian pergi mengurus target selanjutnya." {#3}
"Baik. Kami pergi dulu #3"
Sepertinya yang dipanggil #3 adalah pemimpinnya.
"Kalian tidak akan pergi kemana-mana. [Bind]."
Sebuah tali dari sihir mulai mengikat tangan dan kaki Mereka lalu menariknya ke tanah. #4 dengan cerobohnya tertangkap lalu diikuti #5.
Aku pergi menuju Charles memastikan keadaannya.
#3 dengan mudahnya menghindar, Ia menyerbu balik kepadaku berniat membunuhku dengan satu tebasan. Aku tengah meringkuk memeriksa keadaan Charles. Merasa hawa membunuh dibelakangku, Aku membalikkan kepala.
"Berlutut!"
[Irregular Eye mengaktifkan kekuatan tersembunyi.]
[Conqueror Eye
Makhluk yang ditatap mata ini akan tunduk pada penakluk.]
#3 berlutut seketika ke tanah. Badannya bergetar berat namun tak dapat bergerak. Matanya memberikan tatapan ketakutan dan mengeluarkan air mata. Aku tak mempedulikannya sedikitpun dan melihat Charles.
"Charles. Lihat Aku. Semuanya akan baik-baik saja."
Aku melihat luka tusukan di dada Charles berubah menjadi gelap. Aku menyuruh Azure untuk menahan luka Charles dengan tubuhnya.
"Ini pasti racun." Azure mulai menetralkan racun pada lukanya sedangkan Aku merapalkan sihir [Purification] untuk menghilangkan racun yang menyebar ke tubuhnya.
"[Heal]! Ayo Charles bangun!" Lukanya sudah tertutup namun Charles tak kunjung sadarkan diri.
"Kalian!" Aku menatap para assasin itu. Mereka sontak ketakutan.
"Kalau terjadi apa-apa pada pelayanku. Aku takkan mengampuni kalian!"
Aku kembali fokus menyembuhkan Charles. Apa yang harus kulakukan? Tanda vital Charles semakin melemah. Aku tak boleh menghemat energi saat ini.
[Jack Of All Trades mendengarkan permintaan Anda.]
"Great Heal"
[Jack Of All Trades mengabulkan permintaan Anda.]
Tubuh Charles mengeluarkan cahaya emas yang menyilaukan mata. Tanda vital Charles kembali menguat. Syukurlah. Ia tampaknya sudah mulai siuman. Sekarang waktunya Aku pergi. Aku membawa Azure dan membawa assasin itu.
"[Mass Teleportation]." Seperti itu Kami menghilang dari pandangan seperti tak terjadi apapun.
Kami berpindah ke sebuah ruangan bawah tanah rahasia, Aku menemukan ruangan ini lewat ingatan Zain dimana ini tempat Ia berlatih. Aku mengikat mereka ke kursi dengan sihir 'Bind', anehnya mereka sama sekali tak melawan dan menuruti semua perintahku dengan tatapan kosong. Mereka ini kenapa sih?
[Target terkena efek perintah mutlak dari Conqueror Eye.]
[Menonaktifkan Conqueror Eye. Efek perintah mutlak dilepaskan. Mengembalikan kesadaran target.]
"Huh?" {#4}
"Oww... kepalaku...." {#5}
"#4, #5. Sadarkan diri kalian." {#3}
#3 lah yang paling pertama memahami situasi. Dia langsung mempertahankan sikapnya yang dingin. Sesuai arahan ketua mereka, #4 dan #5 memfokuskan situasi. Mereka assasin dari kelompok terlatih, mereka pasti sudah melatih untuk situasi diinterogasi seperti ini.
Aku sebenarnya tak perlu menginterogasi mereka, membaca pikiran mereka saja cukup untuk mengeruk informasi. Apalagi Aku sudah tahu semua informasi tentang mereka dari ingatan Zain.
Kalau bisa Aku ingin membuat musuh Zain menjadi temanku. Aku ingin mengurangi konflik yang merugikan dimasa depan. Inilah langkah pertamaku.
"Halo."
Aku mencoba membuka pembicaraan namun tak satupun dari mereka yang menjawab. Mereka hanya menatapku dengan begitu dingin. Aku malah mengharap mereka sedikit kebingungan karena ditangkap oleh seorang anak kecil.
Aku tak bisa menyerahkan mereka pada Ayah karena tidak mungkin mereka percaya Aku yang menangkap mereka. Dan Aku lebih takut apa yang akan dilakukan Ayah atau Louis saat menginterogasi.
"Aku akan langsung saja ke intinya. Kalian ku bolehkan pulang kalau kalian menjawab pertanyaanku bagaimana?"
Mereka masih tak buka mulut.
"Ayolah. Apa kalian akan diam terus? Aku bisa saja membaca pikiran kalian untuk mendapat informasi."
...
Masih tidak mendapat jawaban. Apa Aku harus keras sedikit?
"HEY! KALIAN SUDAH MENYAKITI ORANGKU! KALIAN BERSYUKUR IA TIDAK MATI. JIKA IA MATI, AKU TAKKAN PERNAH MEMAAFKAN KALIAN!!!"
[Conqueror Eye teraktifasi. Melemahkan mental target yang dipandang.]
Mereka tersentak dan seketika begitu ketakutan, namun mental mereka cukup kuat untuk menutup rapat mulut mereka. Merasa pembicaraan sepihak ini takkan berhenti Aku memutuskan untuk melepas mereka. Sihir 'Bind' yang mengikat mereka menghilang dan mereka bangun dari kursi mereka dengan ekspresi kebingungan.
Aku yakin mereka mengira Aku akan menyiksa mereka untuk informasi tapi Aku tak seharus itu untuk mendapat informasi. Aku menggunakan 'Mass Teleport' untuk memindahkan Kami ke luar istana. Mereka menjadi waspada terhadapku. Aku yakin banyak hal yang membuat mereka bingung, seperti anak empat tahun yang mahir sihir tingkat tinggi dan memiliki pemikiran dewasa yang membiarkan mereka pergi begitu saja.
"Sekarang pergilah. Kalau kalian kemari lagi. Tolong jangan coba membunuh keluargaku lagi. Dengarkan? Philia, Astrid, Sene. Titip salamku pada Cereza dan Kriel juga."
Para Assasin itu terkejut bukan main mendengar Aku menyebut nama Mereka dan rekan mereka yang tak ada saat ini. Sebelum mereka bereaksi, Aku memindahkan mereka ke markas mereka dengan 'Mass Teleport'. Aku penasaran wajah apa yang mereka buat begitu tiba disana.
Assasin yang menyerang keluarga Kami adalah kelompok yang bernama Silent Witch, Aku mengetauhi semua informasi tentang mereka lewat ingatan Zain. Singkatnya Zain membalas dendam pada mereka karena membunuh Charles, Ia membunuh mereka karena permohonan anaknya. Zain yang masih polos saat itu menganggap Ia menegakkan keadilan. Namun hal itu malah memunculkan dendam lain. Zain hanya membunuh anggota tanpa tahu tersisa ketua mereka.
Aku berhasil menggagalkan rencana pesaing Ayah dan juga konflik masa depan. Namun apa perasaan yang kurasakan ini? Walau Aku merasa lega, ada perasaan marah yang kumiliki ini tak bisa hilang. Ada seseorang yang mencoba membunuh anggota keluargaku.
Aku menghela nafas menjernihkan pikiranku. Aku ingin sekali ambil tindakan, tapi Aku masih bisa mengesampingkan ini untuk sekarang. Aku ada cara lebih baik untuk membalas pesaing Ayah.
"Tunggu!" Philia (#3) bersama rekannya Astrid (#4) dan Sene (#5) terkejut karena diteleportasi kembali ke markas mereka. Silent Witch segera berkumpul dan memulai rapat membahas mengenai insiden ini.
Walau mereka hanya berlima, Silent Witch memiliki nama yang terkenal dikalangan pembunuh bayaran. Identitas atau informasi tentang mereka sangat minim namun mereka mudah dikenal dengan jubah bertudung yang anggota mereka pakai.
Ketua Silent Witch tiba paling akhir setelah semua anggotanya berkumpul. Mereka duduk bersama mengelilingi meja kayu antik.
"Maaf Aku terlambat. Lebih banyak penjaga dari yang kukira." Cereza duduk bersama rekannya yang lain.
Suasana sangat senyap dengan semua orang menonton rekaman sihir lewat bola kristal.
Cereza seketika gundah begitu menatap mata Eideth dari rekaman. Mata merah yang kejam dengan hawa membunuh yang langsung membuatmu merasa takut.
Kriel si Brute Killer juga gelisah dan angkat bicara.
"Cereza. Aku sudah tak bisa menahan ini lagi. Matanya itu membuatku gelisah. Aku kita selesaikan misi pembunuhan anak keluarga Raziel. Aku yakin kita bisa berhasil kalau kita semua turun tangan."
"JANGAN!" Philia si Flash Slaughter berteriak. Ia memutar video kedua saat mereka dilepaskan.
Betapa terkejutnya mereka ketika nama mereka disebut satu per satu. Dan yang lebih mengerikannya lagi, sorot mata Eideth direkaman bergerak seperti melihat mereka saat ini.
Cereza langsung menyuruh rekannya membatalkan permintaan pembunuhan tersebut. Dia mengakhirinya dengan kata-kata.
"Dia itu berbahaya. Kita bersyukur Dia mau mengakhiri ini baik-baik. Aku sendiri tak yakin bisa menang melawannya."
Tepat beberapa langkah setelah Aku menteleportasi mereka. Aku jatuh terkapar ditanah. Aku mencoba mengatur nafasku yang tiba-tiba habis. Ini adalah efek fluktuasi energi. Aku menggunakan energi secara berlebihan hingga tahap berbahaya, untung saja Aku tidak mati ditempat.
Kenapa selalu seperti ini!? Kenapa Aku lemah sekali!? Bahkan berlatih Skill tingkat tinggi saja tubuhku kewalahan. Apa gunanya memiliki bakat luar biasa kalau Aku tak bisa memakainya. Untung saja Aku tidak seperti ini dalam keadaan bertarung, jangankan melindungi orang disekitarku. Aku hanya akan menjadi beban bagi mereka. Aku terus meneriakkan kekesalanku sampai pikiranku benar-benar jernih.
Aku akhirnya dapat berdiri setelah beberapa menit tergeletak kaku di tanah. Aku akhirnya mengerti kalau Aku saat ini tak cukup kuat, baik secara fisik maupun mental. Jalan yang akan Aku lalui dimasa depan bukanlah jalan yang mudah. Terlepas dari keadaanku, masa depan akan semakin sulit dan takkan menungguku menjadi kuat.
Akhirnya Aku menetapkan resolusiku untuk menjadi lebih kuat. Aku akan mengeluarkan semua yang kumiliki agar bisa semakin kuat sambil melatih diriku. Aku tak bisa membuat kesalahan yang dapat merugikan dimasa depan. Aku hanya hidup sekali, dan masa lalu takkan terulang seberapa keras ku mencoba setelahnya.