"Awhh! Sakit sekali! Astaga, ternyata aku melamun?" gumamnya yang seketika tersadar sudah berada di atas karpet.
Dengan perlahan Alite pun mencoba untuk bangkit dan naik ke atas ranjang, dahinya nampak lebam setelah membentur sudut laci kecil pada sisi kiri ranjang.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, sudah waktunya untuk segera tidur agar besok pagi ia bisa segera pergi dari rumah besat ini. Namun tiba-tiba peritnya terasa penuh seperti ada sesuatu yang ingin ia keluarkan saat itu.
"Awh, aku mau pipis," ujarnya seraya berjalan menuju pintu yang ada di sisi kanan ranjang meski ia sendiri tidak tau di mana kamar mandinya.
Kedua matanya terbelalak dengan sempurna ketika melihat ada toko baju di dalam kamar tersebut. Beberapa dress beraneka macam bentuk tertata rapih pada gantungan besi di dalam lemari kaca.
"Di kamar saja ada toko baju ... Pasti mahal semua," gumamnya yang masih tertegun menilik seisi lemari yang penuh dengan beraneka macam pakaian di sana.
Tanpa menunggu lama, Alite memilih untuk segera beralih teringat niat awalnya yang sedang mencari keberadaan kamar mandi. Rupanya ada di sudut ruangan toko baju yang ia singgahi, lagi-lagi kedua matanya manjakan oleh suasana yang benar-benar tenang dengan satu keranjang bunga yang terletak di meja keramik kecil tengah-tengah ruangan berukuran 4x5 meter tersebut.
Terlihat aneh memang, di dalam kamar mandi terdapat satu meja bundar yang mana menjadi satu spot untuk sebuket bunga dan beberapa lilin kecil berada di sana.
Juga sebuah cermin besar di sudut kamar mandi yang mana membuat Alite merasa malu jika sedang mandi akan memantulkan tubuhnya yang tanpa sehelai benangpun.
"Astaga! Ternyata aku memang tidak cocok untu menjadi orang kaya, apa enaknya mandi sambil melihat dirinya sendiri? Cih! Apa sebenarnya yang ada di dalam kepala orang-orang kaya? Ada-ada saja," decaknya lirih.
Selesai membuang sisa air dalam tubuhnya yang sejak tadi ditahan, Alite pun bergegas kembali ke ruang utama. Di mana suasana yang semakin hening dengan remang lampu yang hanya menyala pada sisi kiri ranjang.
Cukup tenang, berhasil membuat gadis berusia 27 tahun tersebut merasa lebih baik dari sebelumnya. Namun tidak berarti ia betah untuk tinggal di sana, ya memang nyaman ... Siapa yang tidak kerasan tinggal di dalam sebuah kamar yang begitu luas, kasur empuk, wangi, sejuk dari hembusan AC yang entah dipasang di bagian mana karena tidak terlihat wujudnya.
Tapi semua kembali lagi pada diri Alite yang lebih bisa menikmati hidup di kamar kontrakannya yang hanya sepetak. Bahkan mungkin hanya dari bagian sudut kamar yang saat ini ia tempati.
Setelah terdiam untuk beberapa saat, perlahan kedua matanya mulai berat dan menutup untuk mengakhiri apa yang sudah terjadi denganna pada hari itu. Sangat lelah memang, namun banyak sekali harapan dati Alite untuk segera bisa lepas dari segala rasa yang sudah membebani dirinya saat itu.
***
Tak ... Tak ... Tak!
Suara langkah sepatu yang bertemu dengan lantai lambat laun terdengar membangunkan Alite yang semalaman terlelap di bawah balutan selimut tebal yang lembut.
"Hoam!" gumamnya menguap, seraya membentangkan tubuhnya hingga terdengar suara 'kretek' dari tulang-tulang di dalam tubuhnya.
"Selamat pagi, Nona!" sapanya dengan ramah, seorang wanita paruh baya telah berdiri di tepi ranjang dengan pakaian rapih dress lengan panjang hitam-putih dengan pita kupu-kupu pada bagian lehernya.
Senyumnya begitu tulus, hingga tanpa disadari Alite pun turut menyunggingkan senyum terbaiknya pagi itu. Mungkin senyum yang selama ini ia simpan rapat-rapat dengan tatapan dingin pada semua orang.
"Selamat pagi, Bu ... " sahutnya dengan ragu. Ia tidak tau harus memanggilnya apa, yang jelas sebagai bentuk rasa hormatnya Alite menyebutnya Ibu.
"Namaku Resi, panggil saja Resi, Nona! Apakah Nona mau sarapan di dalam kamar? Atau ... "
"Tidak, tidak ... tidak usah! Aku mau pulang saja, aku masih kenyang," namun belum selesai Alite menolaknya, suara sahutan dari dalam perutnya seketika mampu membuangkam mulutnya yang telah berbohong.
"Tuan Muda Sean tidak pernah membiarkan tamunya untuk pulang sebelum kami dapat menjamunya dengan baik. Apalagi Nona yang datang dalam kondisi tak sadarkan diri,"
"Tapi aku bukan tamunya," seru Alite.
"Lalu? Oh maaf, saya ceroboh sekali ... Jika begitu saya akan siapkan air hangat untuk Nona mandi, p-permisi Nona!" ucapnya dengan gugup, dalam hitungan kurang dari 1 menit Resi telah berhasil menghilang dari balik pintu ruangan toko baju yang semalam Alite lihat.
'Aneh! Kenapa jadi kaku sekali? Apa dia melihatku seperti hantu? Atau aku bau?' batinnya yang spontan langsung mengendus tubuhnya pada bagian ketiak.
"Uhukkk!! Astaga, pantas!" gumamnya seraya membuang muka menjauhkannya dari tubuh.
Entah apa yang sedang Resi lakukan di dalam sana, Alite dengan cepat segera turun dari ranjang dan berjalan ke arah tirai jendela yang sudah dibuka oleh Resi sebelum dirinya terbangun. Terlihat sebuah pemandangan hijau di bawah sana, seperti tanah lapang yang dipenuhi dengan rumput yang tertata rapih.
Sebagai orang introvert, tentu saja akan merasa tenang memandangi suasana di bawah sana yang hijau dengan udara yang begitu segar. Tidak terlihat aktivitas di sana, meski kondisinya terlihat terawat.
"Nona, air hangat sudah siap," celetuknya, seketika membuat gadis berambut pirang itu terlonjak kaget.
"T-terimakasih, Resi!"
"Silakan, Nona!" mengepalkan tangan kanannya dan menunjuk ke arah pintu toko baju dengan ibu jarinya. Benar-benar sopan, hingga Alite merasa sungkan sendiri karena merasa tidak pantas diperlakukan seperti itu.
Sebelum Resi meminta untuk kedua kalinya, Alite pun melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Yang mana harus melewati toko baju itu yang lagi-lagi kedua matanya langsung melirik ke arah kanan.
Namun hanya sebentar, mengingat ada Resi yang masih ada bersamanya. Bahkan sudah berdiri dibelakangnya saat ini, dengan cepat Alite segera masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya dari dalam sebelum Resi ikut masuk juga dan akan membuatnya semakin mati kutu dibuatnya.
"Hahhh!" ujarnya seraya menutup mulutnya dengan kedua tangan, sebuah bath-up di depan sana audah penuh terisi oleh air dan aroma wewangian entah dari airnya atau dari mawar merah yang juga ditaburkan diatasnya.
'Selamat menikmati pelayanan dari kami, Nona!' manis sekali, tulisan rapih yang terdapat pada secarik kertas berwarna merah muda.
Tanpa berpikir panjang, Alite pun segera melepaskan pakaian dan melangkahkan kakinya untuk semakin mendekat ke arah bath-ub yang sejak tadi sudah melambai-lambai seolah memanggilnya untuk segera mendekatinya.
Untuk pertama kalinya, Alite berendam di dalam bath-ub yang begitu mewah. Seketika rasa pusing dan lelahnya hilang begitu saja, bersama sentuhan hangat dari air panas kuku yang merendam tubuh polosnya saat ini.
***
Sementara itu, di tempat yang berbeda.
Seperti biasa, aktivitas pagi yang terjadi di dalam rumah besar tersebut adalah menyiapkan sarapan untuk Sean sang Tuan Muda, Resi yang dipercaya sebagai tangan kanan majikannya selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk sang majikan.
Tak terkecuali masalah sarapan yang mana tidak ada orang lain yang mampu menghidangkannya dengan baik. Bahkan Sean tidak akan menyentuh sendok jika tau makanan yang dihidangkan bukan berasal dari tangan Resi.
Semua staff yang bekerja di rumah tersebut tidak ada yang berani mengambil alih, semua sudah mendapatkan tugasnya masing-masing. Kecuali apabila ada perintah baik langsung maupun tertulis yang diberikan oleh Resi sebagai kepala staff mereka.
Meski begitu, semua bekerja tanpa ada paksaan satu sama lain. Selama bekerja pun tidak ada salah satu dari mereka yang membuka mulut untuk membicarakan hal-hal yang tidak penting. Mata, telinga dan mulut tidak mereka gunakan selama jam kerja berlangsung.
Apabila salah satu terbukti melanggar, maka sanksi pun harus siap-siap mereka terima sesuai dengan peraturan yang sudah disepakati sebelum menandatangani surat perjanjian bermaterai tersebut.
"Tak ... Tak ... Tak!"
"Selamat pagi, Tuan Sean!" sapanya, dibungkukannya sedikit badan untuk menyambut kedatangan Tuan Muda Sean di meja makan.
"Terimakasih Resi, bagaimana tidurmu semalam? Kau bisa tidur dengan nyenyak?"
"Tentu saja, Tuan! Saya selalu merasa nyenyak selama bekerja di sini," sahutnya dengan senyum di bibirnya.
"Kau yang terbaik, Resi! Di mana dia?" tanyanya tanpa menyebut nama.
"Mungkin Nona masih bersiap-siap Tuan, sebentar lagi pasti ... "
"Selamat pagi,"