Chereads / Sebait Rindu / Chapter 4 - LAYANI AKU!

Chapter 4 - LAYANI AKU!

Sejenak Sean tampak tercengang melihat sosok gadis yang sudah berdiri di ambang pintu ruang makan dengan ruang tengah.

Balutan dress berwarna biru muda melekat indah pada tubuhnya yang mungil. Sederhana namun elegan, tidak kalah dengan gadis di luaran sana yang berpenampilan modis demi menarik perhatian Sean.

"Bagaimana, Tuan?" tanya Resi setengah berbisik.

"Apanya?"

"Nona cantik, bukan?" godanya secara halus.

Tidak menjawab, Sean hanya menghela nafas saat itu dan diikuti oleh tarikan pada kedua sisi pipinya. Ya, ia mengakui jika Alite memang cantik, yang pasti ia berbeda dari pada wanita yang biasa ia temui di luar sana.

Itu hanya penilaian dari sisi penglihatannya, karena sejauh ini Sean belum mengenal gadis yang ditemukannya semalam.

"Silakan duduk, Nona!" ujar Resi yang langsung menarik kursi pada sisi kiri Sean.

"T-tidak usah, aku ... langsung pulang saja,"

"Tidak Nona, seperti yang saya katakan tadi. Jika Tuan Muda Sean tidak akan membiarkan Nona pulang sebelum menikmati jamuan dari kami, bukan begitu Tuan?" ujar Resi yang langsung membuat Sean hampir tersedak dibuatnya.

"Tapi,"

"Duduklah, Nona! Temani Tuan Muda sarapan," pintanya lagi.

Alite pun segera duduk di kursi yang sudah disediakan untuknya. Canggung dan malu beradu menjadi satu rasa yang membuat jemarinya tremor saat itu.

Dengan cekatan Resi pun segera mengambilkan sepotong sandwich yang terlihat begitu lezat dengan aneka sayuran di tengahnya. Setelah dipersilakan, Alite pun mulai memotong sandwich tersebut dan menyuapinya ke dalam mulutnya.

Ia tak berani untuk mengangkat kepalanya saat itu, jantungnya terasa begitu cepat berdetak. Seperti pacuan kuda yang sedang bertanding untuk beradu kecepatan. Ingin rasanya ia segera menyudahi suasana yang tak menyenangkan tersebut, namun entah bagaimana untuknya mulai mengakhiri.

Tak terasa waktu sudah berjalan hampir 10 menit, bersamaan dengan Sean yang mendorong sedikit piringnya. Alite pun turut menyudahinya dengan menelungkupkan sendok juga garpu yang ia gunakan untuk menyuap.

Tak lupa, ia juga segera meneguk orange juice yang segar. Benar-benar nikmat, tidak seperti jus yang pernah ia minum sebelumnya. Entah apa yang membedakan, yang pasti baru kali ini ia bisa menikmati minuman yang memanjakan tenggorokannya.

"Kalau begitu, aku mohon pamit. Terimakasih untuk sarapannya Resi. Dan terimakasih karena sudah menolongku, Tuan! Aku berhutang budi padamu, tapi maaf untuk saat ini aku belum bisa membalasnya. Karena," ujarnya tertahan.

"Frans, antar dia pulang!" pintanya dengan tegas.

Tak lama kemudian muncul seorang pria dengan kemeja rapih dari ruang di arah kanannya. Berperawakan tinggi, dengan dadanya yang bidang. Tidak berbeda jauh dengan Sean, namun tidak ada yang menandingi tampannya sang Tuan Muda.

"T-tidak usah, Tuan! Aku bisa pulang sendiri,"

"Aku tidak suka kata penolakan," ujarnya seraya melenggang pergi meninggalkan meja makan yang kemudian diikuti oleh Resi dari belakang.

Sejenak Alite masih berdiam diri di sana, mengerutkan kedua alisnya serta mengerucutkan bibir tipisnya yang tak dipoles sedikitpun. Tentu saja ia merasa tidak enak, diperbolehkan menginap saja itu sudah lebih dari kata syukur. Namun rupanya masih banyak lagi pelayanan khusus yang ia terima dari orang asing yang baru ditemuinya.

"Silakan Nona," ucap Frans dengan santun.

"Hmm," mengangguk pelan seraya melangkah pergi menuju pintu di mana Sean juga ke sana sebelumnya.

Di depan sana, nampak Resi dan beberapa staff lainnya telah berjejer rapi di belakang Sean. Sedikit membungkukkan tubuhnya sebagai bentuk rasa hormat kepada sang majikan, ketika Sean melirik ke arah Alite tak segan-segan Alite pun turut membungkukkan tubuhnya.

Namun reaksi Sean diluar dugaan, ia segera membuang muka seolah tak melihat apa-apa. Bahkan dengan wajah datarnya meminta sang aopir untuk segera meninggalkan rumah.

"Cih! Sombong sekali," decaknya kesal.

"Tuan Muda memang seperti itu Nona, tapi beliau adalah sosok yang baik," bela Frans yang sejak tadi berdiri di belakang Alite.

"Baik? Eum, kali ini aku setuju karena dia sudah menolongku. Tapi tetap saja dia angkuh,"

"Itu karena Nona belum terlalu mengenalnya," jawabnya dengan senyum tipia di wajahnya.

"Aku tidak ingin mengenalnya, aku tidak cocok bergaul dengan kalangan sepertinya ... "

"Nona, terimakasih atas kunjungannya. Saya harap Nona akan berkunjung kembali," ucap Resi dengan tatapannya yang hangat.

"Terimakasih Resi, aku harap kita bisa berjumpa lagi di luar sana, ya! Sandwich nya enak sekali," ucap Alite bersungguh-sungguh.

"Terimasih atas pujiannya, Nona! Sampai bertemu kembali," ujarnya yang seketika membungkukkan sedikit badan kepadanya.

"E-eh, tidak perlu seperti itu. Jangan membungkukkan tubuh padaku, Resi! Aku bukan siapa-siapa,"

Setelah berpamitan, Alite pun segera masuk ke dalam mobil yang baru saja berhenti tepat di depannya. Tak ingin menunggu lama lagi, Alite segera melambaikan tangan pada Resi untuk mengakhiri pertemuannya pagi itu.

Selama dalam perjalanan Alite hanya diam, menikmati suasana komplek perumahan yang begitu sepi. Seperti tidak ada kehidupan di sana, apalagi di sepanjang jalan pagar beton menjulang tinggi menutupi bangunan rumah yang dilaluinya.

Rasanya seperti mimpi untuknya bisa merasakan kemewakan yang tidak pernah dimiliki. Bahkan tidak pernah ada angan untuknya bisa tinggal atau sekedsr singgah dalam kehidupan yang mewah.

Baginya, ini hanya sebagian bonua dari Tuhan atas apa yang sudah ia jalani dengan penuh keyakinan meski beberapa kali menyerah dan marah pada Tuhan.

Drtt!

Seketika ia terlonjak dengan vibrasi ponselnya yang belum dibukanya semalaman. Sebuah tas usang telah menemaninya selama hampir 10 tahun terakhir ini, namun fisiknya masih terlihat bagus untuknya yang tidak memiliki apa-apa.

Terlihat baterei sudah berkedip merah, menunjukkan dayanya akan segera habis. Puluhan riwayat panggilan tak terjawab dari Derry, Alite hanya tersenyum kecut mengingat kejadian kemarin yang sudah terjadi padanya.

"Maaf Derry, aku memang mencintaimu. Tapi aku sadar, kau tidak sekelas denganku! Kau tidak bahagia denganku, aku ikhlas!" gumamnya diikuti oleh isakan lirih yang menyayat hati.

"Nona," ujar Frans yang langsung menepikan mobil untuk memastikan keadaan Alite di belakang.

"A-aku ... eum, aku baik-baik saja Tuan Frans!"

"Apakah Nona yakin?"

"Hmm, aku baik-baik saja! Lanjutkan saja, maaf aku sudah membuatmu cemas, hehe!" sahutnya yang berusaha untuk bisa menyunggingkan sedikit senyumnya pada Frans.

"Nona sedang ada masalah dengan Tuan Sean? Apakah Tuan Sean memarahi Nona?"

"Eh? Tidak, maksudku bukan begitu. Kami tidak ... "

"Saya harap Nona bisa sedikit sabar dalam menghadapi Tuan Sean, sikapnya memang keras ... namun saya pastikan, beliau adalah pribadi yang setia," ucapnya seraya melirik ke arah belakang melalui kaca kecil di atas kepalanya.

"Tapi kami memang tidak ada hubungan. Bahkan aku tidak mengenalnya,"

Frans hanya tersenyum, ia menganggap itu hanya alasan supaya orang lain tidak mengetahui hubungan antar keduanya. Dan selama ini memang Sean tidak suka mengumbar hubungannya ke publik. Terlebih setelah kejadian beberapa waktu yang lalu.

Dimana semua orang melihat Sean yang seakan dipermalukan dengan tingkah Elora yang bermesraan dengan pria lain di depan matanya. Meninggalkan Sean tanpa sebait pesan pun yang terucap dari bibirnya.

Dan sejak saat itu, Sean kembali menutup diri dari banyak orang. Bahkan tidak sudi bertemu dengan banyak orang meski untuk urusan pekerjaan. Frans-lah yang menjadi tangan kanan atas kepentingan pekerjaannya.

Ckit!

"Silakan, Nona!" ucapnya seraya membuka pintu mobil sisi kiri.

"Terimakasih, Tuan Frans!"

"Panggil saja Frans,"

"B-baiklah. Frans, terimakasih sudah mengantarku ... "

Setelah melambaikan tangannya pada Frans, Alite pun segera memutar tubuhnya dan melenggang pergi untuk segera kembali ke kontrakan. Senyum tipis tersungging di sudut bibirnya, membayangkan perkataan Frans yang mengira dirinya adalah kekasih dari Tuan Muda-nya.

"Lita, maafkan aku! Aku mengkhawatirkanmu, kemana saja kamu? Hmm? Aku menyesal, aku benar-benar menyesal Lita ... Aku mohon, kasih aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya," pintanya memohon, tidak hanya itu tubuh mungil Alite telah berada di dalam dekapan Derry.

"D-der, lepaskan aku ... Aku takut ada orang yang melihat kita,"

"Katakan jika kamu memaafkan aku, Lita! Kita mulai semuanya dari awal, okay?" tatapan matanya yang sendu hampir saja membuat luluh hati Alite yang masih lemah. Biar bagaimanapun, rasa sayangnya belum berkurang sedikitpun.

"Lita, aku mencintaimu ... Kita mulai semuanya dari awal, ya!" ujarnya lagi, namun kali ini dihimpitnya tubuh Alite ke tembok.

"Der, aku ... "

"Kamu cantik sekali, apa kamu berubah demi aku? Sayang," ucapnya seraya mengusap wajah Alite yang hanya berjarak satu jengkal.

Seperti ada hembusan angin yang mengenai wajah gadis berusia 27 tahun tersebut, hingga membuatnya terlena dengan tatapan mata Derry yang benar-benar berbeda kali ini. Usapan tangannya yang lembut kini tengan turun di atas pundaknya.

Perlahan kepalanya semakin maju, mendekat ke arah bibirnya yang terlihat ranum. Alite yang tidak tau apa-apa hanya sedikit memejamkan matanya meski jantung kembali cepat berdetak seperti saat dirinya bertata muka dengan Sean.

"T-tuan Sean?" ucapnya lirih.

"Sean? Siapa dia?" seketika tatapannya yang sendu berubah menjadi aura kemarahan, spontan Alite segera menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tak percaya dengan apa yang baru saja terucap dari bibirnya.

" ... " Alite hanya menggeleng, menahan tubuhnya yang masih bergetar dipenuhi dengan rasa takut.

"Siapa Sean?" tanyanya sekali lagi.

"Pergilah Der, aku lelah sekali. Dia bukan siapa-siapa," jawabnya berusaha tetap tenang.

"Apa dia pria yang sudah menikmati tubuhmu semalam? Dia yang menjadi alasan untukmu tidak pulang semalaman?"

Plakk! Tamparan keras mendarat pada pipi kanan Derry hingga meninggalkan bekas kemerahan di sana.

"Dasar wanita hina!" decaknya dengan tatapan mata yang begitu tajam. "Sekarang, layani aku! Aku ingin menikmati goyanganmu, Lita!" bisiknya dengan jelas.

"Tutup mulutmu Derry! Pergilah, atau aku akan berteriak sekarang ... "

Tanpa menunggu persetujuan, tariknya kerah baju Alite hingga terdengar suara 'sreeett' ... Dress pada bagian atas robek hingga hampir memperlihatkan bagian dadanya yang mulus. Spontan Alite segera mendorong tubuh Derry dan menutup tubuhnya dengan kedua tangannya.

"Ayolah, Sayang! Jangan malu lagi, anggap saja aku adalah pria yang semalam sudah kau layani,"

"J-jangan Der,"

Duggg!!!