Chereads / Little Witch And Her Books / Chapter 14 - Chapter 14 : Journey of Two People

Chapter 14 - Chapter 14 : Journey of Two People

Kelas 1-C.

Pada suatu waktu tertentu.

Mereka belajar suatu teori sihir tertentu.

Ada yang memperhatikan dengan seksama.

Ada yang setengah perhatian

Ada juga tatapan melotot.

Sebenarnya itu hanya Arov.

Waktu mengalir dan pelajaran akan segera berakhir.

Kemudian tiba-tiba saja, Gargon membuat peryataan. Bak jenderal yang meneriaki pasukannya, tampang Gargon menampakkan aura yang tegas.

"Akhir-akhir ini, setelah mengamati kalian di kelas. Aku telah membuat pelajaran yang membantu kalian. Ini adalah hasil dari pertimbanganku belakangan ini. Jadi dengarkan! Minggu depan, saat pelajaran praktik sihir, kalian akan melakukan susunan latihan yang akan aku berikan. Adapun jenis latihannya akan aku jelaskan nanti saat pelajarannya akan berlangsung. Jadi kuharapkan kerja sama kalian semua."

Saat Gargon menyelesaikan pernyataannya, semua orang di kelas memandangnya dengan bingung.

Minggu depan, berarti hukuman yang ada telah selesai.

Kemudian, diantara siswa yang diam, sebuah tangan terangkat ke atas.

"Silahkan, keluarkan semua yang ingin kau tanyakan.."

Siswa itu bersuara ketika Gargon mempersilahkannya.

"Terima kasih kesempatannya guru. Perkenalkan namaku Tom Krans. Aku ingin bertanya guru, tentang latihan yang anda berikan, apakah kemungkinan latihan yang anda maksud berbeda dengan yang biasanya?"

Gargon mengangguk pada pertanyaannya, "memang. Ada perubahan dari praktik yang biasa kalian lakukan. Ada lagi?"

Tom mengelengkan kepalanya sebelum mengucapakan terima kash.

Gargon hanya mengamati mereka semua. Meskipun kebanyakan orang masih bingung atas ucapannya, dia tidak ada niatan menjelaskannya lebih lanjut.

"Baiklah jika tidak ada, pelajaran kali ini cukup sampai sini saja. Jangan lupa pekerjaan yang diberikan guru kalian. Sekian."

Dengan begitu, Gargon meninggalkan kelas.

Sebagian besar, wajah orang di kelas itu masih bingung. Namun, tidak ada yang bisa menjelaskannya lebih lanjut. Mereka hanya perlu menunggu hingga waktunya tiba, yaitu minggu depan.

Mereka bersiap untuk pulang, begitu juga dengan Levina.

Arov  yang akan berdiri terseret pergi oleh Reith sebelum bisa protes. Lagi.

Entah bagaimana, Levina sudah membiasakan diri melihat adegan tersebut.

Levina menuju ke perpustakaan begitu keluar dari kelasnya.

Peryataan Gargon sempat membuatnya bingung. Selain itu, dia merasa bahwa apapun yang ada tidak membuatnya suka. Faktanya dia tidak begitu berminat untuk melakukan praktik atau sesuatu yang melelahkan secara fisik.

Levina lebih suka bersantai sambil membaca bukunya.

Pikiran tersebut mendiami Levina beberapa saat sebelum pergi.

Apapun yang terjadi saat itu biarlah terjadi. Yang penting saat ini, dia bisa menikmati membaca buku. Kondisi seperti itu sulit untuk di dapatkan jadi Levina akan menikmatinya sebisa mungkin.

Hari demi hari berganti.

Selama waktu berlalu, Levina sudah membaca puluhan buku.

Lalu, batas hukuman yang diberikan mencapai batasnya.

Siswa-siswi bersorak dengan kelegaan.

Saat Levina membaca buku, Allya datang kepadanya.

"Vina, lama tak jumpa." Allya duduk di kursi seberangnya dengan wajah yang berseri-seri seolah sudah terbebas dari kutukan.

"Selamat datang, bagaimana hukumannya?"

Keceriaan berganti menjadi kesuraman dalam sekejap. Wajah ceria sebelumnya tidak terlihat lagi.

Wajah Allya menjadi cemberut, "uh sangat melelahkan. Kami disuruh untuk membersihkan lemari dan alat-alat praktik didalamnya. Alat-alatnya sangat banyak! Bagusnya sih hanya itu, tapi kami juga disuruh untuk mengisi ulang bahan-bahan di sekolah." Dia menghembuskan nafas lalu tersenyum dengan riang, "yang penting semuanya sudah beres."

"Ya, Ya. Kau sudah bekerja keras."

Allya melihat Levina yang membaca buku, lebih tepatnya buku yang sedang dia pegang.

"Buku apa yang kau baca?" tanya Allya berusaha membaca isinya namun berkerut ketika melihat kertas yang penuh dengan tulisan.

Levina melihat sampulnya sebentar, "Ini, Gelasi pencari Gelas."

"Apa itu? apakah bukunya menarik?"

"Sedikit."

Judulnya memang menarik perhatiannya.

Allya mengangguk-angguk ringan. Dia melihat sekeliling perpustakaan lalu menatap Levina.

"Hei Vina, ayo pergi ke suatu tempat! Kau sudah berjanji 'kan?"

Levina menatap Allya dan menutup bukunya. Dia sudah menduga ini. Agak menyesalkan tapi disinilah waktunya berakhir.

Mulut Levina terangkat dengan samar.

Akhir-akhir ini dia cukup puas setelah bisa membaca buku dengan tenang.

"Baiklah, aku memang sudah mengatakannya. Jadi, kemana kau ingin pergi?"

Allya memangku tangannya ketika dia memberikan saran, "bagaimana kalau kantin? Atau taman saja?" di melihat Levina di seberangnya dan bertanya, "kalau kau ingin kemana?"

Levina tersenyum atas pertanyaan itu, "Kau yakin? Bisakah kau mengabulkannya kalau ada tempat yang ingin kukunjungi?"

Allya mengetahui ada sesuatu yang salah. Kelihatan dari muka dan nada suaranya.

Dia segera membuka mulutnya, "tidak, tidak, lupakan saja. Pasti itu perpustakaan."

Levina hanya tersenyum.

"Oh, aku tahu. Ayo kita jalan-jalan keliling sekolah ini. Kita belum pernah melakukannya. Aku masih belum tahu semua tempat disini."

Levina berpikir sebentar, "tidak masalah."

Namun, beberapa waktu kemudian, Levina menyesali keputusannya.

Siapa yang menyangka bawa sekolah itu-Altair Akademi begitu luas?

Bangunannya besar, halamannya pun ikut-ikutan. Luas.

Setelah melewati sekitar sepertiga wilayah sekolah, Levina sudah merasakan kakinya lemah. Memang, seharusnya dia tidak setuju semudah itu. atau mungkin setidaknya dia menetapkan tujuan perjalanan.

Seperti taman yang mereka lewati sebelumnya.

Atau kantin di dekat asrama mereka.

Sayangnya, semua tempat itu sudah terlewati. Jika dari awal tujuan mereka salah satu dari itu, Levina setidaknya beristirahat saat ini.

Memang, dia menyadari kepentingan menetapkan tujuan.

Mengenai Allya, dia tampak baik-baik saja dan terlihat girang ke sana kemari.

Katanya, semangat bisa ditularkan pada orang didekatmu. Mengapa Levina tidak termasuk?

Bukan, yang jadi masalahnya disini adalah Levina.

"Lihat itu, kenapa temboknya bisa setinggi itu! hm, bahkan ada tanaman yang tumbuh disini. Mengapa ya, Vina? Hm, Vina? Mengapa kau disitu?"

Allya menghampiri Levina yang tertinggal.

"Oh, maaf aku tidak memperhatikanmu."

Sudah terlihat diwajahnya kalau dia kelelahan.

"Istirahat sebentar," ucap Levina dengan suara yang hampir tidak kedengaran. Suaranya agak serak.

"Ya, ayo kita ke pohon itu." Allya membantu Levina menuju salah satu pohon dan berteduh.

"Modification Magic : Solidification ."

Allya membentuk dua buah cangkir dari tanah dan mengeraskannya. Kemudian, di sampingnya Levina mengisi gelas tersebut dengan sihir airnya.

Keduanya meminum air itu dan Levina merasa rasa lelahnya sedikit berkurang.

Allya menyodok Levina. "Boleh minta airnya lagi, Vina? Oh, sekalian dinginkan sedikit jika bisa."

Levina hanya melakukan apa yang Allya minta. Dia pertama-tama memanggil air kemudian menurunkan suhunya. Dan … tada! Air es telah jadi. Simple bukan? Praktis dan tidak memakan waktu, hanya perlu beberapa detik saja!

Mereka berdua bersandar pada pohon dan istirahat mereka, terutama Levina. Angin ringan kadang berhembus dan menerbangkan beberapa daun di atasnya.

Di bawah pohon, mereka menyaksikan langit perlahan berubah.

"Tempat ini juga Lumayan. Kau setuju 'kan Vina?"

Levina mengangguk.

Sinar matahari menyinari bangunan sekolah. Karena ketinngian bangunan, maka hanya setengahnya saja bagian matahari yang terlihat, sisanya terhalangi oleh atap sekolah. Meski begitu, pemandangan yang ada di depan mereka cukup menenangkan.

Hanya kurang satu hal.

"Akan lebih baik kalau aku membawa buku."