Di suatu tempat tertentu, tepatnya tempat hukuman mereka, tidak lain yaitu halaman sekolah. Halaman itu telah tertata dengan rapi dan bersih. Terima kasih kepada anak-anak rajin yang membersihkannya.
Tanpa memberi penjelasan, Arov diseret ke tempat itu oleh Reith.
"Lepas!"
Setelah sampai ke halaman belakang, Reith langsung melepaskan sang kucing yang marah dengan segera. Dia kemudian menghindar ke samping satu Langkah, dan detik berikutnya tinju dilayangkan pada tempat tadi.
Reith dengan sigap menghindar, seolah sudah mengalaminya beberapa kali, dan memang kenyataannya seperti itu.
Tiap kali, tiap hari, Reith membawa Arov ke tempat ini, Dia selalu mendapatkan serangan semacam itu dari Arov. Untungnya dia tidak mengeluarkan sihirnya, dan Arov memang sadar tidak boleh mengeluarkan sihirnya. Karena kalau tidak, mereka harus membersihkan bagian yang rusak itu.
Lalu, Reith melangkah lebih jauh dari Arov. Dia menjaga jarak agar peluangnya bertahan lebih besar.
"Aku tahu kenapa kau bertanya mengapa aku membawamu ke tempat ini, jadi tenanglah dahulu. Kau tidak ingin membakar tempat ini 'kan?"
Arov melotot padanya. "Mengapa aku harus mendengarmu? Kau selama ini tidak mendengarkan omonganku kenapa masih bicara tentang itu. jika aku tidak bisa memakai sihirku, aku selalu bisa menggunakan tinjuku."
Arov melakukan pose kuda-kuda. Melihat itu, Reith dengan cepat berbicara, "Aku tahu, aku tahu. Kau ingin melawan orang itu kan?"
"Jadi? aku juga akan melawanmu."
Kemudian, mereka berkelahi. Layaknya kucing dan anjing. Namun, kebanyakan Reith hanya menghindar saja dan menggunakan sihirnya.
Elemennya tanah jadi dia diuntungkan di sini, dia tidak harus khawatir merusak halaman sekolah, karena tempat itu terbuat dari tanah.
Beberapa saat kemudian, Arov sudah dipenuhi keringat.
"Kau tidak bisa melawannya saat ini."
"Hah? Aku sudah menunggu lama untuk itu!"
Tepatnya dia menunggu tujuh hari.
Reith memasang tampang serius, seolah ulangan hampir tiba.
"Dengarkan aku dulu. Aku memiliki alasan untuk itu."
Arov masih melotot tapi dia berusaha mendengarkan.
"Kau tahu orang itu Levina, dia selalu pulang cepat setelah sekolah."
Reith mengeluarkan penyataan yang dia buat-buat dengan lancar, sosoknya terlihat meyakinkan.
"Dibandingkan dengannya, selama ini kita sibuk untuk melaksanakan hukuman membersihkan itu, tapi dia tidak. Ini hanya seminggu tapi, mungkin dia sudah menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Aku tidak yakin apa kau bisa menang darinya. Hanya memberi tahumu, kau tidak mau kalah lagi darinya kan? Pikirkan baik-baik."
Reith mengakhiri ucapannya. Berdiri agak jauh darinya, Arov merenungi perkataannya. Emosinya sudah mereda daripada sebelumnya.
"Omongannya masuk akal," gumam Arov pada dirinya sendiri.
Kemudian dia tersenyum, "aku memang tidak bisa melawannya saat ini, tapi …, " Arov melihat Reith dengan senyum seram, "setidaknya aku bisa melawanmu sekarang, kan?"
Reith hanya tersenyum masam mendengar perkataannya. Dia bertanya-tanya apakah dia memang mengerti maksudnya.
Setelah itu, mereka bertarung. Yang satu menyerang dan satunya bertahan.
Aktivitas baru itu dimulai setelah hukumannya selesai.
***
Esok harinya, mereka berdua, lebih tepatnya Allya berkeinginan melanjutkan perjalanan mereka. Dia ingin menuntaskan keliling sekolah mereka, jika perlu sampai sudut-sudutnya.
Memahami hal itu, Levina mulai Menyusun rencananya. Tidak seperti kemarin yang asal-asalan menjelajah, kali ini dia telah menentukan rutenya secara garis besar.
Maunya sih, dia ingin perjalanan selesai saat itu juga, namun sulit untuk dilakukan. Ada banyak hal yang terjadi.
Seperti itu, mereka memulai perjalanan setelah pulang dari sekolah mereka. Dilanjutkan dari pemberhentian terakhir mereka.
Mereka berjalan-jalan, melewati tempat baru.
"Tempat apa ini?"
Hingga sampai di bagian belakang sekolah. Pemandangan tersebut tidak sebagus yang ada di tempat lainnya. Mungkin karena jarang dibersihkan dan tempatnya juga jauh dari bagunan sekolah.
Ada banyak daun kering di sana, rumput-rumput yang telah tumbuh Panjang serta tanaman liar yang tumbuh di mana-mana.
Singkatnya seperti tempat yang terbengkalai.
"Menyeramkan juga, kira-kira apakah ada hewan buas disini?" Allya menatap halaman itu dengan was-was, namun dia tersenyum dengan semangat. Agak menantang.
"Tidak tahu, ayo lanjut,"
Allya meliriknya sekali lagi sebelum melangkah lagi.
Mereka tidak berlama-lama di tempat itu dan segera melanjutkan perjalanan mereka.
Kadang-kadang mereka beristirahat sejenak, duduk dan minum dengan tenang.
Perjalanan mereka sudah mendekati akhir. Mereka mendekati halaman sekolah.
Kemudian, di saat-saat seperti ini terkadang muncul bos terakhir.
Seolah-olah menunggu gilirannya tiba, dia pun muncul.
Rambut dan mata yang merah menyala.
"Hei kau! Aku menantangmu dalam pertandingan ulang!"
***
Pada halaman tertentu di sekolah. Terlihat dua orang siswa sedang berlatih kemampuan mereka.
Ada yang berwana merah dan ada yang berwarna coklat terang.
Sebenarnya bukan hanya mereka berdua yang ada di halaman itu, namun ada juga beberapa siswa yang lain. Hanya saja mereka berdua yang melakukan Latihan mereka dengan berdebat.
"Mengapa kau terus menghindar! Majulah dan hadapi aku!" yang merah berkata sambil mengeluarkan sihir apinya.
"Tidak, terima kasih. Aku ingin yang aman-aman saja." Yang coklat berkata menangkis serangan api yang menuju ke arahnya.
Arov menunjuk Reith.
"Tch, pengecut."
"Berterima kasihlah karena aku sukarela menjadi lawanmu."
Arov maju berlari sambil menembakkan apinya secara berurutan. Sayangnya Reith membuatnya sulit mendekat dengan membuat pijakannnya bergelombang.
Di sisi lain, siswa-siswa lainnya mengamati mereka.
"Ini baru awal sekolah. Mereka terlalu bersemangat." Siswa A berkata
Siswa B yang berlatih bersamanya setuju dan mengangguk.
Kemudian siswa C memberi pernyataan lain, "adakah ini kaitannya dengan perubahan itu? aku ingat ada ledakan besar akhir-akhir ini."
"Mungkin." Siswa A.
"Sepertinya begitu." Siswa B.
Kemudian Siswa B memperhatikan sesuatu, "hm? Mereka berhenti bertarung."
Dalam pengamatan mereka, Arov tiba-tiba saja menghentikan serangannya. Matanya menangkap sosok familiar yang selama ini dia buru. Reith mengikuti pandangannya.
Dua sosok mendekat ke arah mereka, tepatnya menuju ke halaman sekolah. Levina dan Allya akan mengakhiri perjalanan mereka setelah melewati tempat itu.
Selama akhir-akhir ini, Arov sudah melakukan Latihan untuk meningkatkan dirinya. Setelah kalah dari Levina, dia tidak bisa berdiam diri begitu saja. Dengan Latihan yang dilakukan untuk mencapai kemenangan, Arov dengan giat berlatih. Dia tidak boleh kalah.
Saat sosok yang ingin dikalahkannya muncul, Keinginan bertarung menjadi lebih kuat.
Dia tidak bisa membuang kesempatan itu. Arov mulai berjalan dengan langkah kuat.
Selanjutnya, adegan sebelumnya terulang saat ini.
"Hei kau! Aku menantangmu dalam pertandingan ulang!"
Kedua sosok berbalik pada Arov.
Allya bingung, dan Levina dengan wajah bermasalah.
Reith pasrah dan Arov melotot.
Levina menghela nafas sebelum membuka suaeanya, "baiklah, aku terima tantanganmu."
Arov yang akan membuka lagi suaranya berhenti saat dia mendengar balasan Levina. Kemudian salah satu mulutnya naik membentuk senyuman menantang.
Levina dalam hati berpikir, tidak lama lagi orang itu akan pergi untuk menantangnya lagi. Jadi, mau tidak mau dia harus menerima tantangannya.
Akhir-akhir ini, dia terus menerima tatapan melotot dari Arov. Dan jika dia tidak menerima tantanngan itu, dia pasti akan terus menganggunya. Levina tidak ingin itu terjadi.
Arov adalah orang yang keras kepala.
Jadi, mengapa tidak sekarang?
Lagipula akan menganggu jika dia datang kepadanya saat dia punya waktu luang.
"Siapa dia, Vina? Mengapa dia ingin menantangmu?"
Levina berbalik kepada Allya, "ya, dia sekelas denganku dan karena dia tidak puas dengan pertandingan sebelumnya, makanya dia ingin bertanding ulang ... seperti itulah kira-kira."
Allya melihat Arov kemudian mengangguk mengerti.
"Karena kau sudah setuju, bersiaplah. Ayo mulai pertandingannya."
Arov melakukan posisi bersiap-siap saat menghadapi Levina. Darahnya mendidih, dia telah menunggu kesempatan ini. Waktu itu, dia telah meremehkan lawannya sehingga dia tidak bertanding dengan serius. Siapa yang menduga Levina memiliki kemampuan yang cakap. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah terlambat.
Dia kalah dalam pertandingan itu. Arov mengakui hal itu di hari-hari akhir ini.
Tapi, dia akan menang selanjutnya.
Arov menjadi bersemangat.
Saat itu, seseorang dibelakangnya bersuara, "stop! Hentikan, jangan berkelahi dulu!"
Reith datang menyusul Arov.
Suaranya cukup besar, seketika mereka bertiga menatapnya.
Arov tentu mendengar ucapan Reith, dia melotot padanya.
"Kau ingin menghentikan ku lagi?!" teriak Arov.
"Tidak, tidak. Apa yang kau katakan? Aku tidak akan melakukan hal itu."
"Hmp, kalau begitu ayo kita bertarung sekarang." Arov berbalik ke Levina dan menyiapkan kuda-kudanya.
"Tunggu, kubilang jangan berkelahi!"
"Mengapa kau menghentikan ku? Katanya kau tidak akan menganggu. Kau memusingkan!"
"Jangan berkelahi di sini, ada tempat lain khusus untuk itu. Kalau memang kalian ingin berkelahi maka tempat itu cocok." Reith mulai menjelaskan secara singkat karena emosi orang di depannya sangat pendek. Dia menghela nafas.
"Hah, mengapa anak ini suka sekali bertarung disembarangan tempat," gumam Reith layaknya seorang ibu yang mendidik putranya.
Dari samping, Levina dan Allya menyaksikan kedua makhluk itu bercengkrama.
"Wah, itu teman kelasmu juga?"
"Ya."
Butuh beberapa saat sebelum Reith selesai menjelaskannya pada Arov. Dia berbalik dan berkata kepada Levina dan Allya, "ayo kita pergi ke tempat yang lebih pantas."
"Ke mana?" tanya Levina.
Reith menunjuk ke arah gedung sekolah.
"Arena."