"Rupanya ada tempat seperti ini."
Itu adalah Allya yang mengatakannya.
Mereka saat ini berada di arena, tepatnya di dalam bangunan sekolah.
Arena itu memiliki ruang yang sangat besar, dimana pada bagian tengahnya terdapat arena dengan ukuran yang bervariasi, seperti kecil, sedang, dan tinggi. Bagian bawahnya dibuat dengan alas yang sangat kokoh sehingga tidak mudah dihancurkan. Pada sisinya memiliki kursi untuk penonton, adapun di atas sisinya atau lantai dua, terdapat tempat duduk untuk para guru atau penilai.
Mereka berempat dapat dilihat dalam ruangan besar itu, tidak ada orang lain terlihat.
Dalam salah satu arena ukuran kecil, berdiri pada setiap ujungnya adalah Levina dan Arov. Mereka akan melakukan pertarungan di sana.
Peraturannya sama pada umumnya, pemenangnya adalah mereka yang bertahan sampai akhir, baik dari pihak lawan menyatakan penyerahan maupun salah satu pihak tidak sanggup untuk melanjutkan pertandingan.
Saat itulah Levina mengangkat salah satu tangannya.
Setelah mengalami pengalaman yang cukup pahit, Levina menyatakan sarannya
"Pertama-tama aku ingin menyarankan sesuatu. Jika salah satu dari kami menyerah, maka pertarungan telah selesai. Apa kau setuju?"
Arov tidak berpikir itu adalah sesuatu yang bermasalah jadi dia mengangguk setuju.
"Baiklah." Levina bersiap-siap.
"Baiklah, pertandingan antara Arov dan Levina, dimulai!"
Setelah Reith memberi aba-aba mulai, keduanya saling menatap. Ada jeda sesaat sebelum pertarungan dimulai.
Arov memulai penyerangan pertama, dia mengangkat tangan kanannya, kalau sihir mulai berkumpul dan membentuk gumpalan.
Itu adalah salah satu sihir dasar.
"Fireball!"
Segumpal api panas ditembakkan kepada Levina. Levina juga segera membalasanya
"Waterball."
Gumpalan air yang jernih melaju ke arah api.
Kedua sihir tersebut bentrok melakukan reaksi dan menghasilkan uap dan asap.
Terdengar suara langkah kaki mendekat dengan cepat dan detik selanjutnya, asap itu terbelah menampakkan sosok Aroc dengan sihir baru yang sudah siap ditangannya.
Satu, dua, tiga beberapa fireball ditembakkan secara berturut-turut ke arah Levina.
Tidak mempunyai kemampuan untuk menghindari tembakan cepat itu, Levina mengangkat sihirnya membentuk penghalan di depannya.
Beberapa mengenai penghalang dan beberapa meleset. Kabut banyak terbentuk disekitarnya. Detik berikutnya, Levina terguncang kebelakang.
Dia meringis sesaat sebelum dengan cepat memperbaiki penghalang airnya. Lebih kuat dari sebelumnya.
Saat itu serangan api menghuncang penghalang nya.
Berdiri disana, Arov menyerang dengan panah api dengan konsentrasi yang berat.
"Flame Arrow!"
Serangan itu ditembakkan pada Levina dengan lebih terposisi namun jedanya lebih lambat.
Levina bisa merasakan mananya perlahan menurun.
Dia menyerang. Karena dia pikir dja tidsk akan memiliki cukup tenaga sampai bertahan.
Lagipula dia berusaha membuat sedikit perlawanan saat pertarungan. Lagi pula tidak ada hukuman kali ini.
Dia juga sudah lelah dari perjalanan sebelumnya.
Levina menyerangnya dengan sihir air.
Arov dengan lincah menghindar, tidak terkena satu serangan pun.
Namun, dia juga tidak membuat kemajuan untuk mendekati lawannya.
Kemudian, terjadi kebuntuan.
Levina yang menyerang dari tempatnya, tidak bergerak dari tempatnya dari awal dan Arov yang sibuk menghindar.
Itu tidak terjadi dengan lama. Dan terjadilah ledakan yang besar.
Kesabaran Arov mulai menipis.
***
Dalam arena yang kecil, terdengar bunyi redaman dan ledakan. Di bawahnya ada kawah yang tidak terlalu besar namun jumlahnya banyak.
Levina dan Arov melakukan pertarungan dengan sengit, sampai saat ini tidak ada kemajuan di antara mereka.
Perpaduan antara merah dan biru, corak yang berlawanan bertarung dengan sengit. Percikan layaknya bunga api terkadang menyala di sekitarnya. Kontras dengan itu, di luar arena baik-baik saja. Ada dua penonton yang menyaksikan itu.
Allya dan Reith.
Mereka berdua mengawasi jalannya pertarungan di atas dari samping. Reith yang mengawasi bertugas sebagai juri dan Allya juga ikut mengawasi sebagai saksi.
"Ternyata mereka memang menampilkan pertarungan yang indah." ucap Reith menatap pertarungan di depannya, matanya menyorotkan kemilau cahaya. Dia berkedip berbalik pada gadis di sampingnya.
Dengan penampilan yang memancarkan rasa kemuliaan samar, rambus emasnya yang lurus mengalir ke bawah.
"Kau temannya Levina?"
Allya mengangguk ringan. "Ya, kau tahu temanku?"
Reith bersenandung mendengar balasannya.
"Aku sekelas dengannya. Temanmu sungguh memiliki beberapa kemampuan. Aku sudah pernah merasakannya, bertarung dengan orang itu, jadi aku bisa memastikan kalau serangan itu tidak mudah untuk diblokir. Meski tidak untuk hal lain."
Reith mengingat pengalaman sedih dirinya menjadi karung tinju Arov. Tidak menyakitkan tapi tetap saja...
"Yah, begitulah memang, Levina. Dia memang memiliki kemampuan yang baik. Tapi, kali ini akan sulit, dia melawan atribut yang berlawanan darinya. Meski begitu, aku tetap percaya padanya." Nadanya mengandung rasa bangga seperti melihat pencapaian anaknya.
"Hm, benar juga ... Ngomong-ngomong aku Reith Boulder. Panggil saja aku Reith. Boleh aku tahu namamu?"
Allya menatap Reith sebentar.
"Namaku Allya Grandson. Kau juga bisa memanggilku Allya."
Allya mengeluarkan senyum ramah. Namun, Reith tidak membalas senyumnya melainkan matanya sedikit melebar.
"Grandson?" gumam Reith dengan suara yang cukup jelas ditangkap Allya.
"Ya, apa ada masalah?"
Reith berkedip lalu menggeleng kemudian. "Tidak ada, hanya ... tidak berpikir bahwa aku bertemu dengan salah satu anggota dari keluarga Grandson."
"Itu benar tapi jangan terlalu membesarkannya, itu tidak seberapa. Aku lebih suka kalau kau menganggap diriku sebagai seseorang bernama Allya. Selain itu, anggota keluarga Grandson bukan hanya diriku saja."
Reith menatapnya beberapa saat lalu mengangguk. "Kau benar."
Reith kembali menatap pertarungan di depannya.
Saat itu Allya, yang berdiri tetap di tempatnya ternyata belum selesai berbicara.
"Selain itu..., " Dia menatap Reith sekilas. "... Mungkinkah aku juga bertemu dengan Keluarga Boulder? sejarah yang tak terguncang oleh topan dan bencana, keluarga Batu yang kokoh. Sungguh pertemuan yang tidak terduga 'kan? Boulder?"
Reith tersenyum canggung saat dirinya ditampakkan.
Sejujurnya, keluarga mereka memiliki hubungan saingan satu sama lain. Ketika mereka selesai mengenalkan diri, aura di sekitar mereka berubah. Suasananya menjadi agak berat.
Itu tidak bisa dihindari. Seperti melihat sainganku berada tepat di depanku. Meskipun begitu suasananya tidak terlalu buruk, karena perasaan itu hanya terkait dengan keluarga mereka.
Lalu terjadi ledakan besar di arena, hal itu membuat keduanya mengembalikan perhatian pada tempat tersebut.
Ada banyak debu yang berterbangan di sekitarnya.
Keduanya orang di arena berdiri pada tempatnya. Tidak ada luka yang terlihat pada mereka. Meskipun begitu, keduanya memiliki posisi yang berbeda.
Arov terlihat ngos-ngosan dan Levina berdiri di kelilingi kawah, terlihat kelelahan. Penghalang nya menghilang dan dia dikelilingi kawah.
Bukan hanya itu.
"Huh?"
Levina mengangkat kedua tangannya.Sebelumnya dia tidak bisa melakukannya, tapi kali ini berbeda. Situasi yang mirip dengan perbedaan yang mendasar.
Keluar dari mulutnya adalah pernyataan yang tidak ragu dia keluarkan.
"Aku menyerah."
Dia mengucapkan itu dengan nada tenang berkebalikan dengan wujudnya yang kelelahan.
Arov, Reith, dan Allya semua menatapnya dengan pandangan yang berbeda-beda.
Arov menyaksikannya dengan pandangan terkejut. Entah itu karena tiba-tiba lawannya menyerah atau tidak.
"Apa ini? Sudah berakhir?" Reith terlihat bingung dan terkejut.
Hanya Allya yang tersenyum kaku dengan pandangan 'aku tahu akan seperti ini' di wajahnya.
Dengan kepribadiannya, dia setidaknya tahu situasi seperti ini. Jadi dia tidak lagi terkejut.
"Memang, itulah Vina."
Allya mengeluarkan tawa yang entah itu pasrah atau tertawa, atau keduanya sekaligus.
Di atas arena, Arov menatap lawannya. Tidak percaya bahwa lawannya menyerah. Haruskah dia menganggap dia pemenangnya kalau begitu?
"Mengapa kau ..."
Dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata walaupun mulutnya terbuka. Hal itu hanya, hanya karena lawan di depannya.
"Aku kehabisan mana," penyataan Levina tidak membantu menjelaskan.
Selain itu dia kelelahan. Dia tidak lupa bahwa barusaja dia telah mengelilingi sekolah ini.
Ledakan terakhir itu sangat menghabiskan energinya karena dia merasa serangan itu berbahaya.
Mananya habis terpakai karena membuat penghalang sekuat mungkin untuk menghadapi serangan Arov.
Hawa panas mengalir ke sekitar.
"Kau, apa kau bermain-main denganku?"