Chereads / Kuncup Bunga Mawar / Chapter 5 - 5. Teman Kelompok

Chapter 5 - 5. Teman Kelompok

Sebenarnya Rena tak begitu mengingatnya. Kuliah Hari Rabu menjadi yang paling difavoritkan selain Hari Jumat. Bagaimana tidak, Hari Rabu kemarin ia hanya pembagian kelompok dan itupun hanya tiga puluh menit. Persis dengan cerita Chana saat pagi. Kali ini Naila yang menjadi salah satu teman kelompoknya. Sisa hari itu pun banyak Rena habiskan untuk menonton film dengan Chana di laptop Naila karena sang pemilik pergi dengan Fajri.

Hari Kamis sama halnya dengan Senin yang sangat padat sementara Jumat hanya dua praktikum dan tidak terlalu berat. Rena tahu masa-masa ini hanya berlaku di minggu pertama dan untuk selanjutnya akan berjalan normal.

Dan kini di Hari Sabtu pagi yang indah. Sembari menunggu gilirannya menggunakan mesin cuci, Rena memilih untuk menata catatan kuliahnya. Praktikum dan kuliah dipisahkan dengan sekat kecil begitupun diantara setiap mata kuliah. Dari sembilan pelajaran yang diambilnya terdapat enam kelas praktikum, satu kelas responsi, dan tiga kelas tanpa praktikum.

"Kok kayaknya aku sering banget sekelompok sama anak yang namanya Yudistira ini, ya? satu-dua-tiga. Bagus dari lima kelompok cuman dua praktikum yang aku gak sama dia." Monolog Rena pada dirinya sendiri. "Yudistira tuh yang mana ya. Lupa."

"Huah capek banget abis nyuci. Rena lagi ngapain?" Chana mendudukkan dirinya di kursi sebelah Rena. Sepertinya dia sudah selesai menjemur pakaiannya.

"Yudistira yang mana ya, sekelompok sama kita di Herbology," ujar Rena masih mengingat.

"Kurang tau sih, hahah. Nanti kita ketemu pasti." kata Chana enteng.

"Aku tiga kelompok sama dia. Sama sih kaya Chana. Kita tiga kelompok bareng."

"Iya kah? Sekelompok sama Chana juga tiga kali? Banyak juga ya," katanya. Memang Chana ini adalah tipe orang yang tidak suka menyebut seseorang dengan kata ganti. Seperti pada dirinya sendiri, Chana lebih suka menggunakan namanya 'Risa' atau 'Chana' alih-alih menggantinya dengan kata 'aku' ataupun 'gue'.

"Enggak maksudnya aku sama Chana tiga kali sekelompok. Tapi kalau ada aku-Cana-dan Yudis, Yudis ini cuman di Herbology."

"Oalah, paham." Chana melihat daftar kelompok yang di catat Rena. Dia membaca satu persatu. Memang terdapat tiga mata kuliah yang menjadikan dirinya dan Rena satu kelompok. Mata kuliah Prof Inggrid, Herbology, dan Statistika.

"Temen kelompoknya kayak ini ini aja gak sih, Ren? Kalau gini susah kenal sama yang lain," tambah Chana setelah memperhatikan daftar nama tadi.

Rena justru tertawa, "kan sekelompok bukan cuman berdua atau bertiga, jadi masih ada harapan mengenal orang lain.  Praktikum Bu Inggrid aja kita sepuluh orang."

Chana mengangguk setuju. "Bener juga sih."

"Renaaa~ aku selesai nyucinya!" Suara Naila dari arah belakang terdengar.

"Baiklah, giliran aku nyuci baju!"

°°°°

Seperti yang sudah sudah. Agenda kumpul angkatan selalu diawali dengan topik bahasan ketua angkatan. Senior pun sudah datang tapi lagi-lagi kuota forum yang mengharuskan hadir minimal lima puluh persen tidak terpenuhi. Selama apapun menunggu selalu saja jumlahnya kurang. Namun kali ini sepertinya senior tidak bisa menunggu waktu lebih lama. Mereka melalui 'orang-orang yang dipercaya'-nya mengumumkan akan melaksanakan ospek fakultas minggu depan dan membagi lima departemen menjadi 26 kelompok.

"Penugasannya lumayan banyak sih. Kita diarahkan untuk mulai ngerjain yang berkelompok. Kalau untuk penugasan angkatan bakal diomongin dulu," kata Fajar selaku ketua kelompok Rena.

Kini ke-26 kelompok yang telah di bentuk di kumpulkan di Lobi Arang. Rena dan kelompoknya mendapat nomor 15. Selain dirinya, terdapat satu orang lagi yang bernama Cahyani dan berasal dari departemen yang sama.

"Kita bakal bikin grup buat komunikasi atau gimana? Lumayan juga ini lima orang belum hadir." Kata lelaki lain, Deksa.

"Boleh, gua bikin grupnya sekarang dan yang satu departemen nanti tambahin temennya yang gak hadir." Fajar mulai membuat grup dan meminta nomor satu persatu anggota yang hadir. "Karena udah malem kita bahas di grup aja, besok kita kumpul buat bahas di minggu depan."

Pertemuan itupun berakhir sekitar pukul setengah sepuluh malam. Rena beranjak untuk mencari lokasi Naila dan Chana agar bisa pulang bersama.

"Rena!"

Rena berbalik dan mendapati Mahesa berdiri di depannya. Di tangan lelaki itu ada penanda kelompok, ternyata Mahesa ada di kelompok 16.

"Kenapa, Esa?" tanya Rena lembut.

"Renaaa! Kamu kelompok berapa?" Suara dibelakang tubuh Mahesa terdengar. Detik selanjutnya terlihat seorang perempuan tengah sibuk melambaikan tangan padanya. Namanya Aya, teman baik Rena saat masih tingkat satu.

"Aya!" Rena semangat dengan membalas lambaian tangan sahabatnya. "Aku kelompok 15."

"Deketan dong kita. Aku 16," katanya lagi.

"Rena hey lihat sini." Mahesa menarik perhatiannya kembali. Rena sedikit malu karena lupa dengan orang yang memanggilnya pertama kali. "Buatin kelompok ya?'

Rena bingung, kelompok? Dia dan Mahesa kan tidak sekelompok di ospek fakultas ini. Jadi kelompok apa?

"Kelompok apa?"

Melihat arah pandang Rena ke papan dalam genggamannya Mahesa mengerti. Gadis di depannya sepertinya salah paham.

"Bukan, bukan kelompok ini. Kelompok Herbology dan kelompok pemetaan wilayah kita. Belum pada bikin kan? Tolong bikinin, ya? Kemarin lupa."

"Oh Herbology dan Pemetaan. Iya, nanti deh. Tapi gak punya nomor anak-anak yang lain. Kecuali Chana dan Naila." kata Rena kemudian mengingat. "Oh di grup ada kan ya?"

Mahesa mengeluarkan ponselnya mencari grup kelas mereka. "Di grup ada kok. Nanti kalo susah aku kirim nomornya. Nomor Rena yang ini?" Lelaki itu menunjukan deretan angka di layar hpnya. Benar itu nomor Rena.

"Iya, 0230 ujungnya."

"Oke sip. Nomorku ujungnya 2208 ya. Ada namanya kok. Mahesa Lintang. Kalau gitu dah Rena." Mahesa pamit kembali pada Naya dan kelompoknya.

Rena mencari Aya tapi sepertinya gadis itu telah pergi juga. Tidak ada keperluan lain Rena memilih mencari Chana yang ternyata sudah menunggunya di pintu keluar Lobi Arang.

"Nai mana? Atau sama Fajri?" Rena celingukan, harusnya gadis itu sudah ada disana bersama Chana. "Dingin Chan."

"Emang, untung aku pake baju agak tebel. Kayaknya Nai emang sama Fajri deh, liat hampir udah pada pulang semua," ujar Chana melihat Lobi Arang yang semakin sepi.

"Kalian belum pulang? Udah malem loh." Itu Adrian, orang yang mereka temui Minggu lalu di tempat makan.

"Ini mau tapi kami cari Naila. Liat gak?" ujar Chana.

"Naila? Tadi sama si Fajri sih kayaknya. Mau dianterin gak?"

Rena dan Chana saling pandang, "Gak usah deh kayaknya. Risa sama Rena aja."

"Gak apa-apa kok. Masih ada si Yudis juga. Dia motornya kosong. Dis, Yudis!"

Lelaki lain dengan rambut agak gondrong datang. "Apa, Rian?"

Oh iya ini yang namanya Yudis, pikir Rena.

"Anterin mereka, mau gak? Kasian sih udah malem juga kan kalo pulang berdua."

Yudis melihat dua perempuan di depannya. Tanpa pikir panjang pemuda itu mengiyakan. "Ayo deh. Sekalian juga."

"Nah ayo, Risa sama Adrian. Biar Rena sama Yudis tuh. Tujuan kemana?"

"Eh makasih ya, Adrian, Yudis. Aku sama Chana satu kontrakan sih." Rena akhirnya bicara.

"Ya sudah, ayok aku anterin kalian. Yan, jalan duluan nunjukin jalan." Yudis memberi instruksi supaya Adrian memulai.

"Tapi Adrian, beneran kan tadi Naila sama Fajri? Takutnya dia nungguin kami."

"Iya Rena, positif. Mereka bareng tadi. Adrian liat sendiri."

Rena dan Chana berpandangan lalu mulai menaiki motor dua teman sekelas mereka itu.

Malam semakin larut begitu pula dengan jalanan yang semakin sepi meski di beberapa bagian bangunan kampus ternyata masih ada saja yang menetap entah melakukan apa. Saat motor mereka melaju Rena dapat merasakan angin dingin menusuk hingga ke tulangnya meski telah  mengenakan kaos panjang. Rena memeluk tubuhnya sendiri.

"Rena! Rena, kita satu kelompok kan ya di banyak praktikum?" Suara Yudis terdengar memecah keheningan.

"Iya, Dis. Ada tiga kelompok." Suara Rena sedikit bergetar saat menjawab.

"Dingin banget ya, Ren. Menepi dulu ya." Benar saja Yudis mengajaknya menepi di dekat gedung utama kampus. Badan Rena sedikit bergetar. "Turun dulu ya. Kayaknya aku nyimpen jaket cadangan deh di motor."

Rena turun dan membiarkan Yudis membuka jok motornya. Benar disana ada satu jaket yang terlipat rapi. "Pake ini. Emang sih gak tebel tapi lumayan buat nangkal dingin."

"Makasih." Suara Rena masih bergetar juga badannya. Setelah memakai jaket pinjaman Yudis mereka kembali melaju menuju rumah kontrakan Rena.

"Makasih Yudis udah nganterin." Akhirnya setelah menempuh hawa dingin di jalan Rena telah sampai. Dari dalam ia bisa mendengar suara Chana dan Naila.

"Sama-sama, kalau gitu aku pamit dulu."

Rena mengangguk, "Hati-hati pulangnya."

Rena masuk ke kontrakannya ketika Yudis telah menghilang dari pandangannya.

"Oh iya, jaketnya ketinggalan."