Aletta yang membuka pintu, dan menampakan seseorang yang begitu familiar baginya yaitu ayahnya. Saat melihat ayahnya melamun, Aletta dapat melihat wajah ayahnya seperti terdapat beban yang sangat besar.
"Dady, aku datang" Aletta berjalan ke arah ayahnya dan membuyarkan lamunan Pitter ayahnya.
"Apakah tidurmu nyenyak sayang?" Pitter bertanya kepada anaknya yaitu Aletta untuk mengalihkan perhatian Aletta yang mendapati dirinya melamun.
"Tentu, apakah dady sedang sibuk sekarang?" Aletta bertanya karena mendapati ayahnya melamun tapi, dia berfikir apakah ada masalah hingga ayahnya memiliki beban di pikirannya.
"Seperti yang kau lihat sayang, dady sedang bersantai sekarang" Pitter memandang Aletta untuk melihat dirinya sedang bersantai dan memutar kursinya untuk membuat anak semata wayangnya tertawa.
"Baiklah aku membawa makanan kesukaan dady, apakah dady ingin mencobanya?" Aletta bertanya kepada pitter sambil membuka tutup-tutup makanan agar ayahnya dapat mencicipinya.
"Tentu sayang, aku akan mencoba semua masakan tuan putri ayah ini dengan senang hati" Pitter sambil memandang putrinya sambil tersenyum. Dibenaknya dia akan merindukan masakan anaknya ini.
Pitter langsung menyomot makanan yang dimasak Aletta sambil tersenyum, sekali-kali pitter menyuapi putrinya yang sedang memandangnya. Dalam pikiran Pitter dia akan membahagiakan putrinya sebelum dia meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. Pitter akan berusaha mencari pendamping hidup untuk putrinya agar ketika dia meninggalkan dunia ada yang melindungi dan mencintai sebagai pengganti dirinya yang tidak ada.
"Masakanmu sangat lezat sayang" Pitter memuji putrinya karena memang masakan Aletta sangat enak untuk disantap.
"Kau harus banyak-banyak belajar memasak ya sayang agar seperti ibumu dulu. Dia selalu menyiapkan bekal ayah ketika berangkat ke perusahaan" Pitter berbicara sambil tetap menyantap masakan putrinya, dia tak akan melewatkan apapun yang dibuat putrinya.
"Apakah ayah sangat mencintai ibu?" Aletta bertanya karena meliat ayahnya selalu menyangkut pautkan segalanya dengan ibunya, tetapi ayahnya bungkam dengan kematian ibunya yang sangat misterius menurutnya. Harusnya kalau dia sangat mencintai istrinya dia tak akan percaya dengan keputusan pihak berwajib yang menyatakan ibunya meninggal karena bunuh diri.
"Apakah kau meragukan cinta kasih ayahmu ini kepada ibumu?" Pitter langsung terdiam dan berubah dingin mendengar pertanyaan yang dilontarkan putrinya.
"Maaf ayah, tidak seperti itu hanya saja seperti mengganjal di hatiku pertanyaan itu" Aletta terdiam dan tertunduk ke bawah karena membuat ayahnya marah itu sangat menakutkan.
"Jangan bertanya tentang lelucon seperti itu lagi ya" Pitter mencoba menenangkan putrinya, dia tak ingin ada rasa canggung diantara keduanya.
"Baik ayah" Aletta menjawab sambil menatap mata ayahnya. Dia menyesali perkataan yang baru saja dilontarkan, karena membuat ayahnya terluka.
"Apakah kita akan berjalan-jalan tuan putri hari ini?" Pitter bertanya mencoba mencairkan suasana yang sedikit canggung menurutnya.
"Tentu ayah, tetapi jika memang ayah tidak sibuk" Aletta mengiyakan sambil tersenyum girang karena memang jarang sekali mereka berjalan-jalan santai seperti seorang ayah dan putrinya. Menurutnya ayahnya dulu sangat gila kerja,dingin, dan tak ingin ada yang mengganggunya termasuk putrinya sendiri.
"Apakah kita akan bermain golf sayang? Atau kau punya rencana lain?" Pitter bertanya akan kemana putrinya membawanya bersantai.
"Ide yang bagus dad, apa lagi cuaca diluar sangat mendukung" Aletta mengiyakan ide ayahnya karena memang jarang sekali dia bermain golf selain dengan permintaan client yang mengharuskan meeting di tempat golf.
Setelah selesai dengan perbincangan ayah dan anak. Mereka berangkat bersama mengendarai sebuah mobil mercedes benz warna hitam milik ayahnya. Setelah dua puluh lima menitan mereka sudah sampe di sebuah gedung yang dibelakang gedungnya terdapat sebuah lapangan golf yang sangat besar. Aletta dibukakan pintu oleh seseorang yang bekerja di tempat itu, dan Aletta turun dengan perlahan menunggu ayahnya yang berjalan mendekatinya.
"Kenapa ayah baru tau ada lapangan golf di daerah ini?" Pitter bertanya kepada putrinya karena sebelumnya tak ada lapangan golf di daerah ini.
"Pemilik sebelumnya telah bangkrut dan dibeli oleh seseorang yang beritanya belum jelas siapa, kenapa ayah bertanya? Aletta menjelaskan kepada ayahnya seperti berita-berita yang tersebar di negara ini karena awalnya dia juga ingin mendapatkan lahan ini tetapi telah keduluan dengan seseorang yang misterius.
"Ooo, ayo kita masuk kedalam dan bersenang-senang sayang" Pitter mengandeng putri semata wayangnya itu seperti dulu saat Aletta masih berusia lima tahunan yang tangannya sangat kecil. Tak terasa putrinya yang dulu masih kecil sekarang berubah menjadi seorang wanita dewasa yang sangat cantik.
Setelah sampai didalam mereka berpisah dan menuju ruang ganti masing-masing. Aletta keluar terlebih dahulu dan memandang sekitar lapangan yang sangat asri, dan memejamkan mata untuk menikmati hembusan angin yang sangat segar menurutnya.
"Kenapa engkau berada di sini baby?" Daniel yang berada tak jauh dari tempat Aletta langsung menghampiri gadisnya itu untuk bertanya kepadanya.
Aletta yang mendapat pertanyaan seperti itu dan mendengar suara yang sangat familiar menurutnya langsung tersentak membuka matanya dengan kaget, dan langsung memandang lelaki di sampingnya yang sedang memandangnya.
"Kenapa kamu juga disini, cepat pergi jangan dekati aku, aku datang bersama ayahku" Aletta mencoba mengusir Daniel karena tak ingin hubunganya diketahui oleh ayahnya, menurutnya waktunya terlalu cepat kalau dikenalkan sekarang karena Aletta dan Daniel baru saja kenal.
"Jangan panik, aku aka...." Ucapan Daniel terputus karena sahutan dari seseorang yang tak lain dan tak bukan yaitu ayahnya.
"Apakah anda mengenal putriku Tuan?" Pitter bertanya kepada daniel karena mendapati putrinya sedang mengobrol dengan seorang laki-laki yang menurutnya asing.
"Tentu Tuan, saya sangat mengenal putri anda" Daniel menjawab dengan melemparkan senyum hangat tetapi sangat berwibawa ketika mengucapkannya.
"Sejak kapan kau mengenal putriku Tuan?" Pitter bertanya lagi karena anak buah yang ditugaskan mengawasi Aletta tak mengatakan bahwa putrinya ini sedang dekat atau pun memiliki seorang kekasih.
"Mungkin saya mengenal putri sejak ma..." Jawaban Daniel terpotong ketika sebuah telepon seluler milik Pitter ayah aletta berdering di saku celananya.
"Sebentar...." Pitter mengisyaratkan tangan untuk mengangkat teleponnya dikarenakan telepon yang masuk itu sangat penting dan beranjak menjauh agar tak terdengar siapapun.
Aletta langsung menarik tangan Daniel untuk menuju ketempat yang sepi dan tak banyak orang berlalu lalang.
"Apa kau sudah gila?" Aletta langsung menatap tajam kepada daniel karena menurutnya perkataan yang dilontarkan Daniel akan membuat ayahnya salah paham.
"Kan memang benar kita dipertemukan di sebuah club malam itu" Daniel menjawab Aletta sambil menatap balik Aletta. Dalam hatinya dia sangat ingin tertawa kencang karena melihat pipi Aletta memerah menahan marah yang terpendam kepadanya.
Dalam hati Aletta menjawab memang benar sih tapi kan enggak mungkin bilang ke ayah seperti itu. Bisa-bisa ayahnya shock karena mendapati putrinya pergi ke club untuk bersenang-senang dengan seorang laki-laki.