"Hei, apakah kau akan pergi ke pasar gelap lagi?" tanya Bagas sambil menggosok rambutnya yang basah.
Sejak hari itu Bayu tidak bertanya lagi tentang Novita dan selalu pergi ke pasar gelap, dia hanya kembali saat malam saja. Bagas tidak tahu apa yang dilakukan olehnya, sejak dulu Bayu adalah orang yang pendiam dan jika tidak di paksa olehnya maka pria itu tidak akan membuka mulutnya.
"Tidak, aku akan mengunjungi seniorku." Bayu ingin mencari lebih banyak informasi mengenai pin dan unit rahasia itu. Satu-satunya orang yang bisa memberitahunya sekarang adalah seniornya.
Untungnya dia masih ingat alamat rumahnya.
"Sebenarnya aku penasaran tentang sesuatu." Bagas berjalan mendekati Bayu dan duduk di sampingnya. "Kenapa kau menikahi Novita? Ku pikir selama ini kau tidak pernah tertarik dengan wanita." Bagas belum pernah melihatnya dekat dengan wanita lain sehingga dia menjadi heran.
"Aku akan pergi dulu." Bayu menolak menjawab pertanyaan dan berdiri dari kursi, dia tidak menghiraukan panggilan Bagas dan menghilang di balik pintu.
"Dasar sialan!"
oOo
Bayu menghentikan bus dan mengatakan tempat tujuannya, hari ini dia mengenakan pakaian berlengan pendek serta masker hitam yang menutupi setengah wajahnya. Kakinya yang jejangnya diselimuti oleh celana jeans yang tidak terlalu ketat dan ada sebuah rantai kecil di pinggangnya.
Ketika hampir melewati tempat tujuannya dia segera berdiri dan meminta kondektur untuk berhenti di sini. Setelah membayar uangnya dia turun dari bus kemudian melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki. Rumah seniornya berada di dalam gang sehingga kendaraan lain tidak bisa melewatinya. Satu-satunya akses yang bisa dilewati hanya dengan bersepeda dan jalan kaki.
"Apakah ini rumahnya?" Bayu menyipitkan matanya ketika melihat rumah yang sedikit familiar.
Tok Tok Tok
Dia mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu namun tidak ada jawaban meskipun dia sudah mengetuknya lama. Bayu mengintip dari jendela namun yang terlihat hanya kegelapan saja, dia mencoba mengetuk lagi tapi tetap saja tidak ada balasannya.
"Apakah senior sudah pindah rumah?" Mereka sudah lama tidak berhubungan lagi dan Bayu tidak memiliki nomor kontaknya.
Melihat orang yang berlalu lalang dia mencoba bertanya pada salah satu dari mereka. "Maaf, apakah anda tahu orang yang tinggal di rumah ini?" tanya Bayu sembari menunjuk rumah seniornya.
"Ah maksudmu Pak Ghali? Enam tahun yang lalu dia meninggal karena gagal jantung," jawab orang itu sambil menghela napas panjang. "Kasihan sekali, dia tidak memiliki kerabat dan salah satu tetangganya baru tahu bahwa dia sudah meninggal selama seminggu."
Bayu mengerutkan keningnya ketika mendengar berita tersebut dia merasa ini sangat kebetulan bahwa seniornya meninggal enam tahun yang lalu dan bertepatan dengan kematian anggota timnya. "Terima kasih atas informasinya."
"Sama-sama.'
Wajah Bayu terlihat gelap karena satu-satunya orang yang bisa memberinya petunjuk sudah meninggal. Dia menduga kematian seniornya berhubungan dengan insiden enam tahun yang lalu. Karena seniornya tidak pernah memiliki riwayat sakit jantung dan kematiannya sangat mencurigakan.
"Siapa sebenarnya kau? Apa alasanmu membunuh kami semua?" Bayu menggertakan giginya marah dan tangannya terkepal kuat hingga urat nadinya terlihat. "Aku pasti akan menemukanmu."
Bayu membalikan tubuhnya dan meninggalkan tempat itu, sepertinya dia hanya bisa bergantung pada informasi yang di dapatkan oleh café itu. Semoga saja mereka bisa menemukan petunjuk meskipun itu kecil. Bayu tidak tahu lagi bagaimana menyelidikinya karena dia tidak bisa kembali ke markas militer.
Dia sudah di cap sebagai orang mati.
oOo
"Eh tumben kau kembali lebih cepat." Bagas menaikkan alisnya heran karena Bayu sudah kembali setelah pergi selama dua jam. "Apakah kau mendapatkan informasi dari seniormu?" tanyanya penasaran.
Bayu menghela napas kemudian mengacak-acak rambunya frustasi. "Dia sudah meninggal enam tahun yang lalu."
"Apa?" Bagas terkejut dengan berita tersebut karena itu sangat kebetulan dengan insiden yang dialami oleh Bayu.
"Sepertinya orang itu tidak ingin ada yang tahu tentang unit rahasia itu," ucap Bayu sambil menyipitkan matanya berbahaya. "Padahal senior sudah lama pensiun dan tidak terlibat lagi dengan urusan militer."
"Tapi mereka bahkan tidak melepaskannya." Tangannya terkepal kemudian memukul meja dengan kuat hingga cangkir di atasnya jatuh di lantai.
Prang!
"Kendalikan emosimu! Kau harus berpikir dengan jernih." Bagas mengambil pecahan kaca kemudian membuangnya ke tempat sampah.
"Coba pikirkan lagi mungkin ada hal yang telah kau lupakan," saran Bagas sambil memberinya air minum.
Bayu mengangkat kepalanya ke atas dan mencoba menelusuri ingatannya, matanya terpejam dan napasnya perlahan mulai tenang. Bagas yang tidak ingin mengganggunya akhirnya memilih pergi karena hari ini dia ingin mengunjungi Novita. Meskipun wanita itu adalah istri Bayu tapi dia bilang boleh mendekatinya.
Mata Bayu tiba-tiba terbuka ketika sebuah ingatan muncul di kepalanya. "Sepertinya aku pernah melihat pin itu di tempat lain."
oOo
"Hai Novita!" sapa Bagas sambil melambaikan tangannya.
Mendengar namanya dipanggil Novita membalikkan tubuhnya dan melihat pria yang belakangan ini dekat dengannya. "Hai Bagas," sapanya balik.
"Kau tidak bekerja hari ini?" Bagas berjalan mendekatinya dan mengajukan pertanyaan.
Novita menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecut. "Aku mendapatkan sift malam." Dia tidak senang mendapatkan sift malam karena dia tidak ingin meninggalkan Gavin sendiri di rumah. Dia hanya anak kecil yang masih membutuhkannya.
"Aku khawatir dengan Gavin,' gumannya dengan kepala menunduk.
Supermarket tempatnya bekerja sekarang buka 24 jam dan masih mencari karyawan baru untuk mengisi sift malam. Bos Novita meminta dia untuk bekerja saat malam untuk sementara saja sampai dia menemukan karyawan baru.
"Apakah kamu mengkhawatirkan Gavin? Bagaimana jika dia menginap di rumahku saja?" Bagas tahu bahwa Novita tidak memiliki banyak kenalan di kota ini meskipun sudah tinggal selama enam tahun. Dia ingin membantunya apalagi Gavin adalah anak dari teman lamanya.
Novita tidak langsung menyetujui tawarannya dan memikirkannya secara mendalam, meskipun mereka sudah saling mengenal tapi dia belum bisa percaya padanya. "Akan aku pikirkan dulu."
Bagas tersenyum penuh pengertian dan tidak memaksanya, memang sulit meninggalkan anak dengan orang lain. Apalagi Novita adalah wanita sehingga dia harus ekstra hati-hati. "Jika kau takut aku melukai Gavin maka kau bisa melaporkanku kepada polisi."
"Terima kasih, Bagas."
Mereka berjalan menuju sekolah Gavin dan menunggu sejenak sampai bel sekolah berdering. Tak lama kemudian anak kecil itu datang dengan senyum cerah dan langsung memeluk kaki ibunya. Setelah melepaskan pelukannya akhirnya dia sadar ada orang lain di samping ibunya.
"Paman Bagas!" seru Gavin sambil tersenyum.
"Ckckckckck kau baru sadar jika paman ada di sampingmu?" Bagas mendecakkan lidahnya kesal.
Gavin hanya terkekeh dan meraih tangan ibunya. "Ibu terlalu mempesona jadi aku tidak bisa melihat paman."
-TBC-