Bayu meminta lokasi pasar gelap pada Bagas karena tempat itu telah berpindah, untuk menghindari pelacakan hanya bisa berdiri selama tiga hari kemudian pindah ke tempat lain. Jaraknya sedikit jauh dari tempat sebelumnya dan Bayu harus menempuh perjalanan dengan bus.
Saat matahari berada di titik puncaknya dia baru sampai ke tempat itu dan langsung mengeluarkan kartu supaya diizinkan masuk. Dia mengedarkan pandangannya kemudian mendekati pedagang dari negara asing dan melihat-lihat barang yang mereka jual. Bayu berharap bisa menemukan barang berkualitas baik.
"Berapa harganya ini?" tanya Bayu sambil menunjuk sebuah pistol.
"40 juta," jawab pedagang sambil menguap lebar, sepertinya dia baru saja sampai di kota ini dan belum sempat istirahat.
"30 juta," tawar Bayu tanpa mengedipkan matanya.
Pedagang itu membuka matanya lebar dan menatap Bayu tidak senang. "Kenapa kau tidak pergi merampok saja? Kau menurunkan harganya terlalu rendah," desisnya kesal.
"40 juta memang harga pasar untuk pistol ini tapi ini pernah di gunakan dan ada goresan di dalamnya." Bayu mengambil pistol tersebut dan menunjukan kekurangannya. "Kau tidak bisa menipu mata seorang ahli senjata."
Pedagang itu gugup dan tidak menyangka bahwa di kota ini akan menemukan seorang ahli, apalagi wajah Bayu terlihat menyeramkan dengan bekas luka itu. "Meskipun barang bekas tapi ini belum di gunakan terlalu lama, aku yakin tidak ada kekurangan lain yang bisa menyebabkan masalah besar."
Perkataan pedagang itu benar karena Bayu hanya menemukan goresan pada pistol, tapi dia tetap bersikukuh untuk menurunkan harganya. "30 juta," tawarnya sekali lagi.
"Tidak bisa! Aku hanya bisa menurunkannya 2 juta," tegas pedagang itu.
Bayu memberinya tatapan tajam dan wajahnya berubah dingin. "30 juta."
Tubuh pedagang itu gemetar dan menghindari tatapannya. "35 juta! Kau terima atau tidak?"
Bayu menarik sudut bibirnya dan menganggukan kepalanya. "Berapa nomor rekeningmu?"
"Sebentar." Pedagang itu mencari ponselnya ke dalam tas.
Bayu menatap beberapa senjata yang dipamerkan dan tidak tertarik lagi dengan yang lainnya, namun ada satu benda yang terlihat berbeda. Itu adalah kotak kecil seukuran telapak tangan yang terlihat aneh di antara tumpukan senjata. Dia mengambil benda tersebut kemudian membukanya.
Mata Bayu terbelalak lebar karena sangat terkejut.
Enam tahun yang lalu dia mendapatkan misi ke Amerika Serikat untuk mengambil benda yang diamankan oleh satuan militer. Dia tidak tahu benda apa itu sampai insiden penyergapan yang dilakukan oleh kelompok mafia laba-laba merah. Kotak yang menyimpan benda itu tidak sengaja terbuka dan Bayu melihat batu berwarna hitam legam.
Mereka mati hanya demi mendapatkan batu?
Bayu tidak menyangka bahwa benda yang harus mereka lindungi hingga menyebabkan kematian rekannya ternyata adalah batu. Jika dia mengetahuinya lebih awal maka dia tidak ingin melakukan ini misi, walaupun mendapatkan bayaran besar. Bayu telah melakukan penyelidikan tapi dia tidak tahu batu apa itu, apalagi batunya telah menghilang ketika insiden enam tahun lalu.
"Di mana kau mendapatkan batu ini?" tanya Bayu dengan suara dingin.
"Ah?" Pedagang kelihatan bingung dan melihat batu di telapak tangannya. "Oh batu itu." Tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah marah.
"Ketika aku pergi ke Makau, ada pembeli yang membayar dengan batu itu dan mengatakan bahwa batu itu memiliki harga yang tinggi. Tapi ketika aku membawanya ke penilai profesional ternyata batu itu hanyalah batu biasa seperti yang ditemukan di pinggir jalan." Sejak kejadian itu dia tidak pernah lagi menerima pembayaran kecuali mata uang.
Bayu menyipitkan matanya dan mengarahkan batu itu di bawah sinar matahari, samar-samar dia melihat cahaya merah yang kemudian menghilang dengan cepat. Dia yakin sekali bahwa batu ini sangat mirip dengan batu enam tahun yang lalu. Apalagi ketika di sentuh memancarkan hawa panas yang menghangatkan tangannya.
"Aku ingin membeli batu ini." Bayu memutuskan menyimpan batu ini dan mencari tahu fungsi dan asalnya.
"Meskipun batu ini hanya batu biasa tapi aku mengalami kerugian, jadi aku akan membebankan dengan harga aslinya," ujar pedagang dengan hati-hati.
"Katakan harganya?" Bayu memasukan batu itu ke dalam kotak.
"15 juta." Pedagang mengamati ekspresinya dan bernapas lega karena dia tidak marah.
"Berapa nomor rekeningmu?"
Pedagang menyebutkan nomor rekeningnya kemudian Bayu mentransfer uangnya, jadi total biaya yang harus dia bayar adalah 50 juta. Jika itu orang biasa mereka tidak pernah bisa menghabiskannya dalam sekejap mata dan merasa itu sangat di sayangkan.
Apalagi dia membeli batu tidak berguna.
"Sekarang barang itu menjadi milikmu." Pedagang akhirnya merasa senang karena berhasil menjual batu tidak berguna itu.
Bayu memasukkan pistolnya ke dalam saku jaket. "Jika kau menemukan batu seperti ini maka hubungi aku lewat email." Dia mengambil kertas dan pulpen yang ada di samping penjual lalu menuliskan alamat emailnya.
"Tapi batu yang ku inginkan adalah batu yang mengeluarkan cahaya merah ketika di bawah sinar matahari dan terasa hangat saat di sentuh." Bayu memberikan deskripsi tentang batu itu supaya dia tidak mencari sembarangan batu.
"Aku mengerti."
oOo
Sore harinya Bayu kembali ke rumah Bagas dan langsung membersihkan tubuhnya yang kotor tertutup debu. Setelah dari pasar gelap dia pergi menuju dermaga kecil yang menjadi tempat keluar-masuk barang ilegal untuk menghindari bea cukai dan pajak.
Sayangnya dia tidak menemukan barang yang bagus karena sebagian besar barangnya adalah narkoba yang merugikan tubuh. Dia tidak tertarik dengan barang itu karena sekali mencobanya akan membuatnya ketagihan dan tidak bisa berhenti. Bayu lebih suka membeli senjata api atau barang-barang langka yang memiliki nilai jual tinggi.
"Paman."
Bayu menundukan kepalanya dan melihat anak kecil yang tingginya tidak mencapai pahanya. Seketika rasa gugup memenuhi dirinya dan ingin bersembunyi dari Gavin. Dia baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Bekas luka di sekujur tubuhnya terpampang jelas dan pasti membuatnya ketakutan.
"Kau ke sini lagi?" Bayu berpura-pura bersikap tenang.
Gavin menganggukan kepalanya dan tersenyum kecil. "Ibu masih bekerja saat sift malam jadi aku akan menginap di sini lagi," jelasnya.
"Di mana Paman Bagas?" Bayu mengedarkan pandangannya dan hanya melihat Gavin di rumah ini.
"Paman sedang mengantarkan ibu ke tempat kerjanya sekaligus ingin membeli sesuatu di supermarket." Bagas memintanya masuk lebih dulu karena ada orang yang akan menjaganya.
"Oh ya Paman kita belum berkenalan kemarin, perkenalkan namaku Gavin Pradipa umurku 5 tahun," kata Gavin memperkenalkan dirinya. "Siapa nama Paman?"
Bayu terlihat gugup dan tidak ingin menyebutkan nama aslinya, matanya tidak sengaja melihat stiker api yang ada di samping televisi. "Namaku Bara."
-TBC-