Chereads / Soul Hunter : Terjebak di Dunia Iblis / Chapter 2 - Chapter 2 - The Whisper : Starting Point of Everything

Chapter 2 - Chapter 2 - The Whisper : Starting Point of Everything

"Leoner, apa kamu hanya akan begini saja seharian? Kamu bolos sekolah lagi, beberapa bulan lagi kamu ujian. Kamu bisa bisa tak lulus jika terus terusan seperti ini!" tegur Erina yang jengah dengan sikap Leoner. "Dan tadi pagi kamu juga memarahi Aurora lagi, ya? Ada apa denganmu? Kemana dirimu yang dulu? Kenapa kamu—"

"Jika Mama ingin aku kembali seperti dulu, kembalikan Papaku," potong Leoner sembari memakan snack rasa jagung, maniknya dengan santai tetap terarah pada televisi. Ia juga mengambil remot dan dengan entengnya bersikap biasa saja, seolah-olah ucapannya tak menyinggung perasaan ibunya.

Erina terdiam, hening untuk beberapa detik. Ia menatap Leoner yang kini sudah berusia 18 tahun. Dari arah samping, anaknya itu sangat mirip dengan Aldwin, suaminya. Bahkan, sifatnya pun mirip. Padahal saat kelas satu SMA, Leoner adalah anak yang sangat baik dan tekun. Ia tak pernah bersikap seperti ini sebelum Aldwin memilih pergi dari rumah ini. Dan Aldwin pun tak kunjung kembali, telpon dari Erina tak pernah dijawab. Erina sudah menyerah, ia kira pertengkarannya dengan Aldwin tak akan sampai seperti ini. Namun lihatlah, Aldwin meninggal Erina dan Leoner. Leoner yang memang sangat mempercayai ayahnya kini menyalahkan Aurora yang menjadi salah satu penyebab ibu dan ayahnya bertengkar.

Merasakan keheningan Erina, Leoner lalu melirik ke arah ibunya. Lelaki itu bisa menangkap wajah sedih Erina, wajah murung dengan tatapan kosong. Dan saat itu juga, Leoner berdecak kesal. Ibunya pasti tersinggung dengan perkataan Leoner.

Leoner terpaksa berdiri dari posisi nyamannya lalu berjalan keluar sembari merapikan jaket miliknya. "Merepotkan!" keluh Leoner dengan bola mata yang diputar. Terpaksa, ia harus menuruti perintah Erina untuk menjemput Aurora, gadis yang sangat ia benci.

Saat beberapa langkah ia keluar dari rumah, tiba-tiba sebuah suara mengusik telinganya.

[Jangan jemput dia .... Gadis yang kau membenci itu, memang sepantasnya tak menginjakkan kakinya lagi di rumahmu ...!]

Leoner menghentikan langkahnya. Lalu terdiam beberapa saat, bisikan tadi terasa seperti sebuah hembusan angin kecil yang gemerisik hingga menciptakan suara aneh.

"Jangan jemput ... Aurora?" tanya Leoner mengingat kembali bisikan barusan. Leoner masih menimbang, entah ke sekian kalinya ia mendapatkan bisikan seperti barusan. Bisikan yang menurutnya terarah pada sesuatu yang jahat. Leoner lalu melirik ke arah taman yang tepat berada di sampingnya. Di sana ada sebuah sumur tua, yang sudah ditutup oleh kayu besar. Tatapan Leoner berubah dingin.

"Jangan ganggu aku lagi, sumur tua bau," tandas Leoner sembari berlalu dari area rumah. Sembari berjalan, Leoner mengingat-ingat dongeng tentang sumur tua yang tetap ada di halaman rumahnya.

Sumur tersebut sudah ada sejak zaman nenek buyutnya. Leoner tak tahu, apakah sumur itu angker atau bagaimana, yang jelas, aura kejahatan penuh tipu daya selalu merasuk ke pikirannya saat berpapasan dengan sumur itu, seperti bisikan tadi. Lagi pula, Leoner tak acuh, ia tak percaya bahwa sumur itu berhantu meskipun berulang kali mendapatkan gangguan dari sana. Lengah sedikit saja, pikirannya bisa dikuasai.

Leoner pernah dengar cerita dari ayahnya, bahkan dari kakek dan neneknya, bahwa sumur tua itu, bukan sembarang sumur. Air yang tak boleh diusik ketenangannya. Jika saja sumur itu mulai suka berbisik untuk merayu kekuatan hati manusia, itu berarti sumur tersebut tengah menginginkan sesuatu. Apa yang ada di dalam dasar sumur itu, dan apa yang diinginkan bisikan itu, tak ada yang seorang pun yang tahu.

Leoner tak tahu apakah dongeng itu benar atau salah. Lelaki itu tak pernah mengalaminya, ia hanya mendengarnya saja. Namun, beberapa minggu ini, Erina terkadang terlihat berdiri di samping sumur berdiameter 1,5 meter tersebut. Entah apa yang membuat Erina sering berdiri di sana, semoga saja bukan karena rayuan bisikan jahat yang terkadang Leoner terima.

Lelaki itu menghentikan langkahnya di depan jalan, laju kendaraan cukup cepat, dan gerak jalanan pun ramai lancar. Leoner hanya menatap lalu lalang kendaraan tersebut sembari menunggu lampu merah, namun tanpa sengaja Leoner menangkap penampakan seorang wanita berdiri di atas gedung setinggi 16 meter di tepi jalan, entah apa yang wanita itu lakukan di balkon lantai ke 7. Lelaki itu hanya mengerutkan kening, merasa heran dengan tingkah wanita yang sepertinya hanya berdiri dengan tatapan datar dan dingin, sembari melirik ke arah bawah, seolah mengamati sesuatu.

Apa yang dilakukan wanita itu? Mengapa berdiri di sana? Mungkin,wanita itu ingin melakukan sesuatu, tapi apa?

Leoner menebak-nebak dalam hatinya. Beberapa detik berlari, hingga manik Leoner mulai melebar saat menyadari hal apa yang akan dilakukan wanita yang berdiri di atas gedung itu. Tidak, ia hanya menebak saja sebenarnya.

"Bunuh diri?" tanyanya. Jika benar begitu, maka gawat sekali. Ia tak mungkin membiarkan hal tersebut terjadi begitu saja. Leoner kemudian melangkah cepat ke jalanan untuk menuju ke tempat wanita tersebut, setidaknya untuk mencegah hal yang ia pikirkan terjadi. Namun, ketika Leoner melangkahkan kakinya ke jalan, suara klakson mobil langsung menyadarkannya.

TIIIN!

Leoner terkejut dan langsung terlonjak. Jantungnya terasa copot saat itu saking terkejutnya, hampir saja ia dalam bahaya kalau ia nekat, karena itu juga Leoner sadar bahwa ia tak berhati-hati dalam bertindak. Meski begitu, tatapannya tak bisa lepas dari wanita tadi, Leoner bingung harus bagaimana. Ia mengkhawatirkan wanita itu.

Jika wanita itu melompat dari balkon, sudah dipastikan wanita tersebut akan terjun ke jalanan. Namun hal yang aneh terjadi, wanita itu beralih menatap Leoner, tanpa ekspresi dengan tatapan yang terasa kosong. Wanita itu terpaku pada Leoner, cukup lama hingga terlihat seperti sebuah patung yang hanya melihat ke satu titik arah. Beberapa detik kemudian, wanita itu tertawa keras dengan kikikan menyeramkan.

"KHA KHA KHA KHA!" kikik wanita itu geli, wajahnya berubah menyeramkan sekali. Bibirnya robek dengan manik hitam pekat, bahkan sampai ke bola matanya. Leoner tak bisa berkutik. Lelaki itu hanya terbelalak di tepi jalan, dengan banyak pertanyaan yang menyerangnya.

Ada apa dengan wanita itu? Kenapa ia tertawa? Kenapa penampilannya aneh sekali?

Leoner tak tahu harus bereaksi bagaimana, tapi lelaki itu semakin merasa heran karena para pengendara melaju dengan biasanya, seolah tak ada satu objek pun yang bisa menarik perhatian mereka. Padahal kikikan wanita itu sangat keras sekali dan memekakkan, tapi para pengendara nampaknya tidak sadar.

Ada apa ini?! Apa yang terjadi?! Apa hanya aku yang bisa melihatnya?

"KYAAAAAAAAA!!!"

BRAKK!!

Suara teriakan wanita yang sangat melengking dan menyeramkan langsung menyadarkan lamunan Leoner. Leoner langsung melirik ke arah sumber suara, wanita yang berdiri tadi sudah melompat ke jalanan, tengkurap di atas aspal, dengan beberapa bagian tubuh yang bergeliat.

Krak! Krak! Krak!

***

-Bersambung-