Setelah kepergian Amelia, Faisal masih berdiri di depan pintu rumah, mengamati grab yang membawa istrinya pergi. Setelah grab yang membawa istrinya sudah tak terlihat oleh pandangannya, Faisal segera beranjak ke dalam rumah.
Langkah kaki Faisal melangkah menuju hidden spot di pojok ruangan yang selalu menjadi tempatnya bersantai dan membaca buku. Disana ada deretan mini rak yang penuh dengan buku dan ada sebuah komputer canggih terletak disana.
Faisal berencana membuat sebuah perjanjian perkawinan dan berencana memberitahukan rencananya kepada istrinya hari ini. Agar, Amelia tidak semena-mena kepada Faisal. Paling tidak, Amelia takut dan sadar kalau dia sudah memiliki suami. Selain itu, Faisal juga ingin merubah karakter Amelia menjadi istri yang baik karena itu tugasnya sebagai seorang suami.
***
Grab yang ditumpangi Amelia berbelok memasuki kawasan bar yang biasa menjadi tongkrongan anak muda jaman sekarang. Dari sisi hingga ke ujung jalan, mobil dan motor dengan berbagai merek berjajar disana. Dari yang murahan sampai fantastis juga ada disana. Sungguh, malam itu suasananya luar biasa ... ramai!
Setelah grab yang membawa Amelia berhenti, Amelia segera turun, membayar ongkos bus dan berlalu.
Dengan sedikit berlari, gadis itu menuju dua sahabatnya yakni Dea dan Reyhan yang sedang menunggunya.
"Auhkk!!" Jerit Amelia seraya mengusap puncak kepalanya.
Baru juga sampai, Dea sudah menjitak kepala Amelia. Gadis itu kesal karena Amelia yang hilang kabar berminggu-minggu dari kedua sahabatnya. Padahal, Dea dan Reyhan sangat khawatir waktu itu.
"Dari mana saja sih loe, hah?" tanya Dea geram.
"Mulai lagi," lirih Reyhan dengan tatapan malas.
"Sorry-sorry, gue gak ada niat kok kabur dari kalian. Waktu itu handphone gue rusak Dea, Rey. Jadi ngak bisa ngabarin kalian." Ucap Amelia yang jelas berbohong.
"Gak percaya, gue. Pasti ada yang loe sembunyiin kan dari kita berdua?" Dea menatap Amelia dalam-dalam.
"Apaan sih. Gue gak bohong." Sungut Amelia sembari membuang tatapannya ke segala arah. Lalu gadis itu mulai sibuk menata rambutnya.
Sedangkan Reyhan hanya bisa menahan kupingnya yang semakin panas karena mendengar kedua sahabatnya yang terus mengoceh.
"Ehh.., kalian kesini mau ngapain sebenarnya? Mau berdebat apa mau ikutan party?" sela Reyhan dengan nada bertanya. Lelaki itu sudah tak tahan lagi mendengar ocehan Amelia dan Dea. Dan jika Reyhan tidak mengakhirinya, sudah pasti panjang ceritanya. Dan ujung-ujungnya, mereka akan terlambat ke dalam bar.
"Ia nih, Dea." Celetuk Amelia kesal.
"Kok, gue sih?" Balas Dea tak mau kalah.
"Udah-udah, masuk. Jangan bawel dan jangan cerewet!" sela Reyhan yang langsung menarik lengan kedua sahabatnya dan membawa mereka masuk ke dalam.
Di dalam bar, sudah berjibun manusia di dalam khususnya para mahasiswa dari segala jurusan di kampus mereka. Kira-kira ratusan orang yang datang pada night party malam itu.
Amelia, Reyhan dan Dea sudah berada di dalam bar usai berjuang melewati kerumunan manusia di stand corner. Ini bukan kali pertama bagi mereka bertiga datang ke bar untuk party. Bagi mereka ini hal biasa.
Sementara di dalam bar yang ruangannya dominan berwarna hitam dan penuh dengan kelap-kelip sudah mulai bising. Suara musik Dj dan teriakan para lelaki dan wanita saling sahut-menyahut dan menggelegar kemana-mana seirama dengan bentuk tubuh yang mulai bergoyang sesuka hati.
Di tempat yang agak jauh dari room dance, Amelia, Reyhan dan Dea memilih untuk duduk di pojok di ruangan yang disampingnya sudah ada meja prasmanan dan mini bar. Mereka bertiga datang hanya untuk menikmati makanan gratis dan mencari sedikit hiburan.
"Ehh.., ini acara apaan, hah?" tanya Amelia dengan sedikit berteriak. Walaupun sudah jauh keramaian, tetap saja suara musik masih dominan terdengar di telinga.
"Gak tahu ini acara apaan. Yang penting banyak makanan enak plus bisa makan gratis sampai kenyang." Jawab Dea dengan sedikit berteriak. Gadis itu hanya ingat makan dan makan dikepalanya saja. Tapi memang benar, itu adalah hal yang tak bisa dipungkiri. Night party seperti ini adalah kejayaan bagi anak-anak kos yang malas memasak seperti Dea dan Amelia.
"Kalau dari yang gue dengar, ini acaranya fanclub para keting gitu dan disponsori oleh ketuanya langsung." Tambah Reyhan.
"Siapa? Kok gue gak tahu" Amelia penasaran.
"Sama. Gue juga gak tahu siapa orangnya. Namanya saja gue gak tahu. Tapi, kata anak-anak kampus, dia terkenal banget," jeda Reyhan sesaat.
"Apa dia yang terlalu terkenal atau kita yang kuper kali, yah?" lanjut Reyhan dengan sedikit terkekeh.
"Kuper lah. Kita kan mainnya di perpustakaan terus. Mana bisa kita tahu." Tambah Amelia membuat Reyhan terbahak.
"Iya juga yah." Lirih Reyhan membenarkan ucapan Amelia.
Sementara Dea, si gadis mungil itu sudah berlalu meninggalkan Amelia dan Reyhan yang asik bercerita.
"Eh mana si, gempek?" tanya Reyhan ketika melihat Dea tidak ada disampingnya.
Gempek adalah sapaan yang disematkan Reyhan kepada Dea. Gempek adalah singkatan dari gemuk pendek. Walaupun pada kenyataannya Dea tidak gemuk hanya pendek saja.
"Ia, mana yah?" Amelia tampak menaikkan kepalanya, mencari sosok sahabatnya.
Disaat yang bersamaan, Dea berteriak dari samping. "Hey, kalian gak makan?" tanya Dea sembari mendekat ke arah Reyhan dan Amelia dengan tiga piring ceper plus garpu dan sendok yang sudah ditangan Dea.
"Ya, ampun. Kesini tuh healing-healing. Makanan saja di pikiran loe. Sadar gak sih udah gempek." Tukas Reyhan ketika Dea memberinya piring.
"Suka-suka gue lah. Kalau loe gak suka gue gempek, buang saja mata lah. Lagian gue cuman pendek doang bukan gemuk yah, ralat tuh ucapan" Ketus Dea sembari menarik piring yang baru saja ia berikan kepada Reyhan.
"Eh-eh, jangan ngambek dong." Bujuk Reyhan lalu kembali meraih piring dari tangan Dea. Walau Reyhan mencintai Dea, tetap saja Reyhan suka menjahili gadis mungil itu.
"Ya udah, yuk makan." Dea memutar bola matanya malas lalu meraih tangan Amelia untuk pergi lebih dulu.
Berselang beberapa menit setelah kedua gadis muda itu berada di meja prasmanan, datanglah Reyhan kemudian. Ketiga sohib itu nampak kompak melihat makanan enak yang tersusun apik di atas meja.
Ngiler!
"Gila. Makanannya banyak banget terus enak-enak nih kelihatannya." Bisik Reyhan kepada Dea dan Amelia yang sudah mulai memilih lauk.
"Selagi disini, habisin." Tukas Dea yang sudah tak sanggup menahan ngiler.
"Kebiasaan." Amelia mengingatkan Reyhan dan Dea dari belakang.
Setelah mengambil makanan, Dea dan Reyhan langsung kembali ke tempat duduk. Sementara Amelia masih sibuk mencari minuman usai meletakan piring makannya. Gadis itu tidak bisa makan tanpa melihat air di sekitarnya.
"Mana yah?" Amelia menjijit menatap mini bar dihadapannya. Hampir semenit gadis itu berdiri, bentuk air mineral sama sekali tak dilihatnya. Hanya bentuk-bentuk minuman berwarna-warni dengan kadar alkohol dari yang rendah, sedang hingga tinggi di atas mini bar. Entah apa namanya minuman keras itu.
Namun di saat sedang kebingungan, sebuah tangan putih dengan sebotol air mineral disodor dari samping pinggang Amelia. Menyadari akan hal itu, Amelia tergeluncak kaget.
Alih-alih mencoba menghindar, Amelia malah kelabakan. Kakinya tak sengaja menginjak ujung dress seorang wanita dihadapannya dan hampir saja terjatuh. Untung saja, sosok tangan putih itu segera memapah tubuh ramping Amelia.
Untuk beberapa saat, keduanya bertukar pandang dan saling memindai tatapan dalam diam hingga suara lirih lelaki itu kembali menyadarkan lamunan singkat Amelia.
"Hati-hati." Ucapannya lalu membantu Amelia berdiri usai meletakkan botol air mineral ke dalam genggaman tangan Amelia. Setelah itu, lelaki misterius itu pun berlalu pergi meninggalkan Amelia.
Kata terima kasih pun tak sempat diucapkan Amelia karena gadis itu hanya bisa diam dan mematung melihat perlakuan manis lelaki tampan nan rupawan itu kepadanya. Hingga tak menyadari jika cincin kawinnya hilang dari jemarinya.