Reyhan dan Dea kompak bertanya kepada bu Marni. Setelah mendengar dari bu Marni, mereka berdua saling pandang karena bingung. Yah, karena selama ini yang mereka tahu, Amelia hanya tinggal di kos ini. Bahkan kepindahannya pun tidak diketahui oleh Dea dan Reyhan karena Amelia tidak memberitahu mereka.
Setelah beberapa menit terdiam dalam kebingungan, Dea dan Reyhan kembali dikagetkan oleh telepon mendadak dari Faisal—suami Amelia.
"Duh.., emang dia siap Amelia sih? Kok main nelpon terus?" gugup Dea bertanya ketika melihat nama 'Om Jahat' muncul di layar handphone sahabatnya.
"Angkat saja, siapa tahu penting loh." Saran Reyhan.
"Ta-" Baru juga Dea ingin berbicara, Reyhan sudah menyela pembicaraannya.
"Ngak apa-apa, kok. Angkat saja. Kalau loe takut, biar gue aja." Tukas Reyhan yang langsung mengambil benda pipih milik Amelia dari tangan Dea dan langsung menerima panggilan dari Faisal.
Di dalam panggilan.
"Hallo, selamat malam Om." Sapa Reyhan ketika menerima panggilan dari Faisal. Karena tidak tahu dengan siapa dia berhadapan, Reyhan hanya bisa menyapa dengan sapaan Om sesuai dengan nama yang tertera di kontak.
Di seberang sana, Faisal terdiam sejenak ketika menyadari jika yang menerima panggilannya adalah seorang pria.
Siapa dia? Bagaimana dia bisa memegang ponsel Amelia? Apakah mereka bersama? Berdua saja? Untuk apa?
Satu-satu pertanyaan ambigu mulai berputar di kepala lelaki berusia tiga puluh tahunan itu. Sedikit frustrasi memang karena istrinya bersama dengan lelaki lain. Suami di belahan dunia maja yang tidak panik, coba? Namun begitu, Faisal tetap mencoba tenang.
"Maaf, anda siapa yah?" tanya Faisal dengan was-was.
"Perkenalkan Om, nama saya Reyhan. Saya sahabatnya Amelia, anak Om." Reyhan langsung memperkenalkan dirinya tanpa menunggu lagi.
"Ohhh...," Faisal terdiam sejenak sebelum menyahut.
"Amelia ada?" tanya Faisal.
"Ada Om tapi..," Reyhan terdiam sejenak, menoleh kepada Amelia yang sedang pulas di samping Dea.
"Tapi apa?" tanya Faisal. Lelaki itu khawatir dengan istri kecilnya.
"Amelia mabuk, Om." Jawab Reyhan cepat. Tanpa memberi jeda, Reyhan kembali melanjutkan perkataannya lagi sebelum Faisal marah.
"Ini kita mau anterin si Amelia pulang Om. Tapi kita gak tahu dimana rumah dan tempat tinggal Amelia sekarang. Kosan lamanya juga udah lama Amelia keluar katanya." Ucap Reyhan.
"Kira-kira Om tahu dimana Amelia tinggal sek-"
"Antar kesini aja! Amelia tinggal disini, sama saya!" Dengan cepat Faisal menyela ucapan Reyhan. Bahkan nada suaranya terdengar ketus dan tegas ketika memberitahu dimana istri kecilnya itu tinggal.
"Ohya udah, Om. Kita antar kesana saja yah. Nanti sharelok aja Om, soalnya saya gak tahu Om." Kata Reyhan sebelum sambungan telepon benar-benar terputus.
"Oke."
Setelah sambungan diputuskan sepihak oleh Faisal, Reyhan dan Dea segera bergegas memesan grab. Sementara Faisal melangkah cepat keluar rumah hanya untuk menunggu kepulangan sang istri tercinta.
Sungguh, baru kali itu Faisal menaruh rasa khawatir kepada orang lain selain dirinya sendiri.
Setelah hampir belasan menit menunggu, grab yang ditumpangi Amelia dan kedua sahabatnya akhirnya menepi mengikuti lokasi yang diberikan Faisal.
"Selamat malam, Om." Sapa Reyhan dan Dea sambil mengendong Amelia.
"Malam! Dia kenapa?" Faisal bertanya sembari memasang tampang sangar saat melihat Amelia dalam keadaan pingsan. Lalu dengan cepat Faisal mengambil Amelia dari Reyhan dan membawanya ke dalam pelukannya.
Melihat Faisal bertingkah seperti it terhadap Amelia membuat Dea dan Reyhan refleks saling memandang. Keduanya bingung. Kenapa Om Amelia bertingkah layaknya kekasih sahabat mereka? Itu yang dipikirkan mereka berdua.
"Kalian pulang saja. Biar Amelia saya yang urus. Makasih yah." Ucap Faisal yang langsung masuk ke dalam rumahnya. Sementara Amelia masih berada di pelukannya.
"Loe yakin itu Om-nya?" tanya Dea sembari melirik jendela rumah Faisal. Gadis itu kepo dan sengaja mengintip ke dalam. Jujur saja, Dea khawatir terhadap keselamatan sahabatnya.
"Apaan sih?" Reyhan menarik ujung kerak baju Dea ke belakang.
"Ayo pulang." Tukas Reyhan yang langsung membawa jemari tangan Dea ke dalam jaketnya.
"Kamu gak khawatir sama Amelia?" Dea yang ditarik oleh Reyhan dari belakang tampak kesusahan menyeimbangi langkah kaki pria berbadan jakun dihadapannya.
"Emang kenapa?" tiba-tiba saja Reyhan menghentikan langkahnya seraya melirik kepada gadis berbadan gemuk yang sudah lama memikat hatinya.
"Duhh.., Reyhan, Reyhan. Coba loe gunakan itu otak sedikit deh! Dia itu kaya bukan Om-nya Lia? Bisa, bisa sih Lia di pergoy sama dia tahu, gak?" Tukas Dea dengan nada ketus.
"Pergoy itu apa?" Reyhan bertanya. Garis-garis halus perlahan muncul dan berubah menjadi kerutan hingga terlihat jelas di dahi Reyhan. Karena jujur, lelaki yang baru bulan kemarin menginjak usia dua puluh tahun itu memang bingung dengan istilah-istilah aneh yang diucapkan Dea sekaligus pikiran aneh Dea.
"Pergoy itu diperkosa Rey." Jawab Dea dengan sedikit gerakan tangan.
Mendengar jawaban Dea membuat Reyhan tertawa terbahak-bahak. Bisa-bisa Dea berpikir sekonyol itu.
"Kebanyakan nonton drama loe. Bukannya doain." Reyhan menggeleng sembari menahan tawa agar tidak meledak.
"Ish, sapa yang doain. Gue hanya takut Lia kenapa-kenapa." Ketus Dea.
"Aduh Dea, Dea. Yuk buruan." Tukas Reyhan sembari menarik Dea. Sedangkan Dea hanya bisa menatap kesal ke arah Reyhan yang jelas-jelas tidak mempercayainya.
***
Huh ...
Tarikan napas panjang keluar dari hidung Faisal tepat saat ia meletakkan tubuh istrinya ke atas ranjang di dalam kamarnya sembari menepuk punggungnya. Jujur, Amelia sangat berat.
"Makan apa saja sih dia? Berat banget." Lirih Faisal yang masih menatap wajah istrinya yang begitu pulas tertidur.
"Baru kali ini ada manusia yang beratnya kek gajah." Tambah Faisal sembari menghela napas.
Setelah menidurkan Amelia, Faisal segera membuka kasut Amelia kemudian melepaskan mini bag dan menguraikan rambut istrinya.
Refleks saja, tangan Faisal naik mengusap lembut wajah istrinya yang penuh dengan polesan make up. Mata yang indah, dan pipi yang merona membuat batin Faisal meronta. Ingin sekali Faisal menjamah istrinya namun hasrat itu masih tertahankan ketika ia mengingat ancaman istrinya.
Ada rasa tak tenang di dalam hati Faisal ketika berdua dengan Amelia di dalam kamar. Walaupun status Amelia telah sah menjadi istrinya, tapi batasan yang dibuat Amelia membuat Faisal takut untuk melewatinya. Namun tak bisa dipungkiri jika Faisal telah jatuh hati kepada istrinya hanya dalam sekali pandang.
Untuk menghindari rasa tak nyaman berada di dekat Amelia dan memungkinkan hal yang tidak diinginkan terjadi, Faisal memilih untuk tidur di sofa sebelum hasratnya semakin bergejolak dan pada akhirnya dia akan menyentuh Amelia.
Lampu dimatikan dan kain gorden dirapikan usai menyelimuti Amelia sebelum Faisal beranjak keluar dari kamar dengan ukuran 15 × 20 meter tersebut. Bahkan saat sudah berada di luar sekalipun, masih sempat-sempatnya Faisal mengecek keadaan istrinya agar Amelia bisa nyaman tidur.
Setelah itu barulah Faisal pergi ke sofa untuk berbaring. Sejenak, memori masa kecilnya dengan Amelia terbesit dipikirannya. Semua memori dengan Amelia masih teringat jelas bahkan ketika Amelia dengan jelas memintanya untuk menikahinya.
"Om, mau kan jadi suami aku? Kalaupun Om gak mau, tetap Om itu jodoh aku, percaya deh. Dan pastinya Om akan nikah sama aku, Aminn." Kata Amelia kecil pada sebelas tahun silam dan itu masih jelas tersimpan di memori Faisal.
"Tapi kenapa kamu lupa, Amelia?" lirih Faisal mengingat istrinya yang jelas menutup diri darinya.
***
Begitulah cara takdir bermain. Sejauh apa pun kita berusaha mencari cinta sejati, pada akhirnya cinta itu tumbuh di sekitar kita. Dan jika kita terlambat menyadarinya, risikonya harus kita hadapi sendiri. Entah itu kehilangan bahkan kematian sekalipun.