Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

INHARMONIOUS ROUTE

mmmaringt
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.7k
Views
Synopsis
Kamu tipe bucin ke pasangan? Bahkan meski pasanganmu bersikap dingin padamu? Atau bahkan pasanganmu main tangan dan berkata kasar padamu? Atau... Apakah kamu sedang menjalani hubungan jarak jauh? Bahkan belum pernah bertemu sama sekali? Tapi sudah menjalaninya selama bertahun-tahun? Mampir gih di ceritaku. Boleh banget kalau mau curhat di pm ataupun di komentar, hitung-hitung buat ide tulisanku.
VIEW MORE

Chapter 1 - Apa-Apa Ayang

Makan, gih, yang

Aku bernafas lega karena akhirnya sudah disuruh makan sama ayang. Padahal perutku sudah merintih dari tadi. Tapi seperti biasa selalu kutahan. "Semua itu demi ayang." Begitulah prinsipku. Prinsip yang terus kupegang bahkan dari aku bangun tidur sampai bangun lagi di esok hari.

Makan gih yang....

Sayang tidur sana....

Jangan lupa berdoa ayang....

Itu adalah sekelumit kalimat cinta ayang untukku. Bagi sebagian orang mungkin itu terlalu berlebihan, lalu bagi sebagian lainnya mungkin itu sangat romantis, dan bagiku sendiri aku merasa sangat dicintai dan diberi perhatian.

Begitulah yang kupikirkan.

Sampai saat yang tidak pernah kubayangkan terjadi.

Hari ini aku menjemput ayang di rumahnya. Dia manis sekali mengenakan baju kodok dengan kaos putih lengan pendek. "Silakan masuk, tuan Puteri." Aku membukakan pintu mobil untuk ayang. Imut sekali melihat dia tersenyum tersipu-sipu.

"Langsung ke mall, kan?"

"Iya, sayang. Kalau kamu mau ke mana dulu juga gak apa-apa."

"Gak ayang. Hari ini tuh khusus buatmu." Aku menjawab sembari meluncurkan mobilku ke mall.

Ketika sudah parkir, tanganku langsung memegang kepala ayang menghadapkannya kepadaku. Kecupan langsung kudaratkan di bibirnya. Kecupan singkat, namun membuat jantungku berdebar kencang. Tanganku langsung kuturunkan sembari berkata "Selamat memperingati hari jadian yang ke 46 hari, ayang...."

"Ih, apaan, sih." Wajah ayang memerah. Andai saja boleh kufoto, pasti gawaiku sudah ada pemberitahuan memori penuh karena kebanyakan foto ayang. Sayangnya ayang tidak mau difoto sembarangan. Jadi apa boleh buat? Aku harus membangun momen terlebih dahulu dan dapat memotretnya. Meski dia membatasi hasil fotoku tapi aku sudah cukup senang dapat mengoleksi foto ayang dari waktu ke waktu.

Hari ini ayang ingin membeli berbagai kebutuhan skin carenya. "Sudah, ini aja, yang? Gak mau nambah apa lagi, gitu?"

"Gak, sayang...." Aku langsung menuju kasir dan membayar belanjaan ayang. Biasanya dia membayar sendiri belanjaannya, tapi karena hari ini hari jadi yang ke 46, jadi aku bayarin dia. Setelah itu kita langsung menonton film horor. Film yang tepat untuk saling berpegangan dan berpelukan. Aku melakukannya sepanjang adegan menyeramkan dan mengagetkan dimunculkan. Aku tidak paham kenapa ayang selalu memilih genre horor dibanding genre yang lain. Padahal dia penakut dan bahkan tiga hari setelah menonton film dia masih saja kesulitan tidur saking takutnya. Tapi tidak apa-apa. Aku tetap menyukai sikapnya yang seperti itu. Justru aku malah berpikir kalau dia seperti itu karena ingin bersentuhan denganku.

Kami berjalan keluar dari mall. "Yang, tolong ambil kunci di saku celanaku, dong." Tanganku penuh dengan belanjaan ayang karena sehabis dari menonton film tadi kami melanjutkan membeli pakaian dan beberapa makanan.

"Oke, yang." Dia membuka pintu dan membantuku meletakkan belanjaan di kursi belakang.

"Mau mampir kemana lagi, nih, sebelum pulang?"

"Uhm.. Aku tau ini aneh, tapi tiba-tiba aku pengen renang, yang." Meski kolam renang yang diinginkan ayang jaraknya sangat jauh, tapi tanpa pikir panjang aku langsung menuju ke sana. Sebelum itu kami membeli baju renang terlebih dahulu. Tentu saja aku memilihkan pakaian renangnya ayang begitupun ayang yang memilih pakaian renang ku. Aku tipe lelaki yang ingin menjadikan pacarku itu hanyan milikku seorang, jadi aku memilih pakaian renang yang serba panjang. Sementara itu, karena dia agak kesal dengan baju pilihanku, dia juga memilihkan celana imut untukku yang berwarna merah muda dengan sedikit corak bunga pada bagian bawahnya. Kami juga membeli kaca mata renang yang senada berwarna biru.

Di kolam renang, aku sama sekali tidak dapat menikmati kebersamaan bersama ayang. Mungkin karena waktu yang kami pilih sudah sore, jadi di sana penuh dengan lelaki yang sepertinya sedang berlatih renang ataupun sekadar berkumpul bersama temannya. Sepanjang di dalam kolam mataku tidak pernah berhenti menatap mata setiap lelaki lain yang berusaha mencuri pandangan pada ayangku.

Sampai akhirnya ada satu laki-laki yang terlihat seperti ketua gengnya. Dia terus melihat ayang meski sudah kupelototi berkali-kali. Saat mata kami bertemu pun dia tidak kapok dan kembali memandangi ayang. "Yang, udahan, yuk!" Aku benar-benar tidak ingin berkelahi di depan ayang, karena dia juga pasti tidak menyukai hal itu. Aku tidak ingin ayang marah dengan sikapku, tapi lelaki mana yang tidak marah jika wanitanya terus dilihat lelaki lain.

"Ntar dulu, yang. Lagian sayang banget kan udah beli baju renang juga?" Aku memutar otak. Tanpa ba bi bu aku langsung menghampiri lelaki itu sembari ayang terus berenang.

"Maksud lo apa lihat-lihat cewe gue?"

"Haha gaya-gayaan cewe lu. Lu bayar berapa buat sewa dia?" Tanganku langsung melayang menuju mukanya. "Mau lo apa hah? Dia pacar gue, dia milik gue! Sekali lagi lo tatap dia, lo bakal abis di tangan gue!" Dia kesakitan menerima tinjuku. Saat dia ingin membalas, aku terus menangkap tangannya. Kalau bukan karena penjaga kolam yang menghampiri kami, pasti dia sudah benar-benar mati sekarang.

Ayang pun juga menghampiriku setelah mendengar makianku pada lelaki itu. Dia memelukku agar aku tidak emosi lagi sembari penjaga kolam renang menyuruhku untuk menjauh dan pergi dari kolam renang. "Pulang sekarang, ya, yang." Dia mengangguk pelan tanpa melepaskan pelukannya.

Aku berjalan menjauh sambil melayangkan senyuman sinis padanya karena aku ingin menunjukkan siapa yang dipeluk ayang. Lega rasanya setelah pergi dari kolam itu. Aku berhasil melindungi ayang dengan sekuat tenaga.

"Kamu apa-apan sih!"

"Maaf ya-" Aku ingin menjelaskan semuanya padanya, tapi dia langsung membalas omonganku. "Cukup. Aku udah bilang kan dari awal kalau aku tidak suka laki-laki berandalan!"

"Aku malu tau gak sih?" Dia menambahkan. Jadi, itu alasannya kenapa dia tadi terus memelukku sepanjang kolam. Kukira karena dia ingin menenangkanku, tapi ternyata....

Tunggu....

Aku tidak boleh berpikir seperti itu. Aku harus percaya pada ayang. Dia menyukaiku melebihi apapun.

"Jangan marah lagi, ya. Aku janji gak bakal kayak gitu lagi." Aku menyodorkan belanjaan ayang dan memberinya coklat agar suasana hatinya bagus lagi. Kencan hari ini telah selesai. Meski ada beberapa masalah, tapi tidak lama lagi ayang akan kembali ke pelukanku.

Seperti biasa, ketika malam aku menelfon ayang untuk memastikan dia melakukan rutinitas malamnya dan mendapat tidur yang cukup. Yah, bisa dibilang kami menelfon hingga satu sama lain ketiduran dan telfon kami terus menyala sepanjang malam. Meski tak ada yang dibicarakanpun, kami tetap menelfon. Setidaknya melihat ayang mengenakan berbagai krim di malam hari itu sangat menyenangkan.

Tapi kali ini aku menelfon ayangayang untuk maksud yang lain. Sedari tadi setelah kami pulang kencan, aku tidak mendapatkan satupun pesan darinya. Aneh. Sejujurnya aku ingin menunggunyamenunggunya mengirim pesan terlebih dahulu, tapi aku tidak tahan lagi.

Aku berusaha menelfon ayang beberapa kali meski hasilnya sama saja. Sebenarnya ke mana dia pergi? Sedang apa dia? Aku tidak bisa diam saja.

Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil motor dan melaju ke rumah ayang. Tidak tanggung-tanggung, aku benar-benar melaju seperti orang kesetanan. Aku benar-benar harus menemui ayang. Kalau tidak, akan ada masalah serius di hari esok. Untuk itu aku ingin menyelesaikan semuanya malam ini juga.

Sesampainya di rumah ayang, aku melihatnya sedang duduk sangat manis sekali. Semua kerisauan yang sedari tadi kurasakan langsung lenyap begitu melihat dia. "Yang...." Aku memanggilnya dengan lembut.

Dia terkejut. "Kok? Kan gue udah bilang kalau mau ke sini harus kabarin dulu!"

"Tapi tad-" Tanpa memiliki kesempatan untuk menjawab, dia langsung memutuskan hal yang selalu kutakuti. "Udahlah! Kita putus!"

Aku membeku. Bukan ini yang kuharapkan. Seharusnya semua masalah dapat teratasi malam ini, bukannya semakin memburuk. Padahal aku sudah menahan diri untuk terus mempercayainya. Bahkan untuk melakukan aktifitas saja aku selalu meminta izin darinya karena aku yakin bahwa itu adalah bentuk dari kepercayaan.

Tapi kenapa seperti ini? Aku tidak pernah melihat sisinya yang seperti itu. Dia terlihat sangat marah. Sorot matanya tidak ada rasa sayang sama sekali kepadaku. Memikirkan semua hal yang terjadi sepanjang hari ini membuat pandanganku menjadi kabur.

Entah bagaimana aku berada di rumahku. Di sampingku sudah ada keluargaku. Mereka terlihat begitu cemas, apalagi ibuku. Wajah beliau sangat pucat. Aku tidak kaget karena Ibu memang selalu khawatir kalau aku tidak menyentuh makananku. Apalagi, aku tidak makan, minum, dan beraktifitas apapun sehabis kencan.

"Aku..." Air mataku berlinangan. Malu sekali menunjukkan sisiku yang ini kepada ibu. "Aku putus, bu." Aku memeluk ibu dengan sangat erat. Padahal kupikir ay- Syella adalah jodoh yang diberikan Tuhan kepadaku. Elusan tangan ibu dipunggungku sangat hangat, membuatku menangis lebih puas lagi. Yang kupikir, hari ini aku ingin meluapkan semuanya, sehingga aku dapat melupakan semuanya esok hari.

Tapi aku salah. Dipikir seperti apapun, aku tidak bisa melupakan dia. Meski hari berganti minggu, minggu berganti tahun, aku tetap tak bisa melupakan semuanya. Setiap malam, rasanya ada air panas yang menyiram luka di hatiku yang terus mengingatkan saat-saat kebersamaanku dengan dia. Meski sudah kucoba untuk mengalihkannya dengan hal lain, tapi tidak ada yang benar-benar bekerja. Saat sepi adalah hal yang menakutkan bagiku. Tangisku tak bisa kubendung ketika semua kenangan itu muncul. Bagaimana dia perhatian padaku dan bagaimana aku selalu ada untuknya.

Menyeramkan sekali rasanya makanan yang kumakan tidak lagi senikmat saatku bersamanya. Mimpiku tak lagi indah. Hari-hari kulalui tanpa melakukan apapun yang berarti lagi. Aku masih berharap kamu kembali kepadaku.