Menjadi seorang TNI memang membanggakan di mata keluarga besar. Materi sangat berkecukupan, kepribadian semakin terbentuk, dan lagi ikut andil menjaga keutuhan negara. Namun, di balik hal itu juga terdapat kondisi yang membuat mereka harus bertaruh nyawa.
Sudah satu bulan Jauhari ditugaskan di area yang rawan dengan terorisme. Setiap hari dia disibukkan dengan kegiatannya untuk berjaga, berlatih, ataupun berpatroli untuk menyisir tempat yang berkemungkinan di gunakan sebagai sarang teroris. Tercatat sudah ada dua temannya yang gugur terkena peluru pistol 5.56 mm dari senapan SS1. Bukan main ketegangan yang dirasakan setiap TNI yang mendapatkan giliran berpatroli. Mereka selalu waspada dan saling menjaga agar tetap hidup.
Setiap menjalankan misi, semua anggota TNI diberikan kertas untuk menulis surat wasiat. Mengerikan memang karena surat itu digunakan sebagai pesan kepada orang-orang yang mereka tinggalkan jika gugur di tengah misi. Namun, seperti biasanya Jauhari hanya mengosongi kertas wasiatnya. Dia tidak pernah berkeinginan untuk mati dalam misi, jadi dia memutuskan untuk tidak pernah mengisinya.
"Masih ada keluarga dan wanita spesial yang harus kubahagiakan." Jauhari masih harus bertahan selama lima bulan lagi sebelum kembali ke ibukota. Jadi, saat malam hari sebelum dia tidur, dia menyempatkan diri untuk berkirim pesan dan menelfon Fara pacarnya. Tak jarang telefon mereka berakhir dengan suara dengkuran Jauhari yang ketiduran karena terlalu capai.
Fara sendiri sudah menerima Jauhari dengan segala risiko dimana dia ditinggal berjauhan dengannya. Memang hubungan mereka sudah dimulai bahkan ketika Jauhari masih mengenakan seragam putih abu. Selain itu, Fara juga disibukkan dengan tugas kuliahnya yang menggunung. Hampir setiap hari dia selalu dikejar deadline (bisa kalian tebak nama kampusnya gak?). Tapi berkat hal itu pula dia tidak terlalu memikirkan Jauhari yang waktunya sudah diambil banyak oleh dunia kemiliteran.
Tidak setiap hari Jauhari mendmendaptkan signal yang terhubung dengan internet. Tapi begitu dia memperolehnya, dia akan segera menelfon Fara tanpa pikir panjang.
"Kok kamu telfon jam segini, sih? Di sini masih jam tiga dini hari, tau." Fara mengomel atas perlakuan Jauhari yang tidak memikirkan perbedaan waktu di antara mereka.
"Maaf ya... Soalnya bentar lagi aku mau berangkat patroli. Jadi aku sempetin waktu buat kabarin ke kamu." Jauhari menjelaskan dengan sabar.
Sedikit banyak, dia khawatir kalau-kalau Fara berpaling darinya yang hanya memberikan sedikit waktu untuknya. "Hati-hati, ya. Hoam...." Fara menguap panjang.
Bagi Jauhari, suara itu sudah cukup untuk menyemangatinya. "Yaudah lanjutin aja. Aku siap-siap terus mau patroli ya. Have a nice dream, sayang." Hari-hari berlalu seperti itu.
Waktu sengang yang dimiliki Jauhari selalu bertepatan dengan waktu tidur ataupun waktu mengerjakan tugas Fara. Tapi, Jauhari menganggap bahwa itu adalah satu-satunya cara untuk tetap mempertahankan hubungan mereka dan memberikan perhatian pada Fara.
Tapi...
"Kamu gak deket sapa siapa-siapa, kan?" Batin Jauhari bergejolak. Sebenarnya, dia mendapat kesempatan untuk ke wilayah kota, sehingga dia memperoleh signal sejak siang. Ketika dia ingin menghubungi Fara, dia mengurungkannya. Tanda Fara aktif di WA sudah cukup untuk membuat pikiran Jauhari melayang.
"Sibuk gak yang?" Pada akhirnya Jauhari memutuskan untuk mengirim pesan.
Lima menit berlalu, akan tetapi pesannya tidak kunjung dibalas. Pikiran jauhari tidak karuan, khawatir kalau saat ini Fara sedang asyik berbalas pesan dengan lelaki lain, atau malah sedang melakukan panggilan video.
Tanpa disadari, Jauhari langsung menelfon Fara yang ternyata sedang melakukan panggilan lain. Bahkan, sampai saat terakhir dari waktu luangnyapun, dia tak kunjung memperoleh jawaban Fara.
"Tenanglah, diriku. Setelah lima bulan dan kembali bertemu dengannya, aku yakin dapat memperbaiki semuanya." Jauhari mencoba tidak memikirkan kejadian tadi dan segera berbaur dengan teman-temannya.
"Aku diselingkuhin. Kita baru aja putus." Jauhari yang mendengar keluhan temannya merasa was-was. Jadi, ketika dia selesai bertugas, dia langsung menelfon Fara.
"Kamu tadi siang telfon siapa?" Jauhari bertanya tanpa basa-basi.
"Temen aku. Maaf ya, soalnya...."
"Udah gaperlu jelasin. Aku ngerti kok." Jauhari tidak ingin mendengar alasan Fara. Dia takut jika mengetahui bahwa alasan itu ternyata kebohongan. Untuk itu Jauhari memilih tidak mendengar kebohongan itu agar hubungan mereka tetap baik-baik saja.
Percakapan mereka mengalir dengan lancar. Kali ini, Fara yang ingin segera menutup telefon. "Aku kejar deadline buat tugas besok. Kamu buruan tidur, ya?"
"Iya. Kamu juga semangat. Jangan tidur malam-malam." Jauhari merasa sedikit lega setelah percakapan mereka. Tapi, kelegaan itu hanya sesaat. Ketika akan memejamkan mata, bayangan Fara pergi bersama lelaki lain terus muncul di pikiran Jauhari. Ketakutannya akan kehilangan sosok wanita yang menemani dirinya yang bahkan ketika belum menjadi siapa-siapa terus muncul.
"Jika bisa, aku sebenarnya ingin terus mengetahui aktivitas dia dan hubungan pertemanannya. Tapi, aku sendiri jika diperlakukan seperti itu akan merasa terkekang, jadi aku tidak ingin melakukannya pada Fara." Jauhari berpikir lebih dalam malam itu.
Malam yang sepi berhasil dia lewati dengan mata terbuka. Hari-hari Jauhari berlalu dengan penuh kewaspadaan. Setelah malam itu dia memendam tanda tanya yang tidak dapat dia tanyakan pada Fara. Sampai-sampai dia sendiri tidak sadar jika hal itu membuat tumpukan-tumpukan rasa tidak mempercayai Fara, pacarnya sendiri.
Jauhari selalu menduga semua yang dilakukan Fara tidaklah jujur. "Aku mau ke kafe ngerjain tugas bareng temen-temen dulu, ya." Jauhari memang mengizinkannya, tapi dia akan mengomel sendiri setelahnya karena merasa kalau Fara tidak benar-benar mengerjakan tugas bersama teman.
Semua menjadi semakin buruk. Jarak yang memisahkan tidak membuat Jauhari menjadi dewasa dalam menyikapi sesuatu.
Namun, bukan wanita namanya jika tidak mengetahui perbedaan perilaku pasangannya, bahkan dari cara mereka berkirim pesan. "Kamu kenapa?" Pesan yang singkat dari Fara membuat Jauhari bertanya-tanya.
"Kenapa apanya?"
"Aku ngerasa sikapmu berbeda sejak seminggu yang lalu. Kamu ada masalah?"
Jauhari berpikr sejenak. Perhatian Fara membuat dia merasa bahwa kekekhawatirannya selama ini hanya terjadi dalam angan.
Jauhari dapat lebih tenang untuk memikirkan kalau perkataan Fara selama ini memang benar. Fara memang sedang mengerjakan tugas dan dia sedang dikejar deadline.
Beberapa kali Jauhari mengetik untuk berterus terang, namun urung. Ketakutannya pada kemarahan dan kerenggangan hubungan membuat dia memilih untuk bungkam.
"Tadi kerjaanku...." Jauhari mengelak dengan membawa topik lain. Dia menyia-nyiakan kesempatan untuk terbuka dan memperbaiki hubungan dengan Fara.
"Sebenarnya apa sih yang dia sembunyikan?" Ucap Fara ketika membaca keluhan Jauhari tentang pekerjaannya. Di tahu kalau itu bukan hal yang sebenarnya Jauhari pusingkan, tapi dia juga tidak dapat menebak apa masalah Jauhari.
Hari itu, Fara sedang membicarakan tugas dengan temannya. Mereka dikejar waktu, jadi mereka terus menelfon sembari mengerjakan tugas. Itulah kenapa Fara tidak mengetahui telefom dari Jauhari. Tapi, begitu selesai dengan urusan tugas, dia langsung mengabari Jauhari meski pesannya tidak terbaca oleh Jauhari yang saat itu sudah tidak mendapatkan sinyal.
Setelah mendapat waktu untuk saling berbicara, Fara mencoba menjelaskan semuanya pada Jauhari. Namun, baru mau bercerita, Jauhari sudah memotongnya dan beralih pada topik lain. Fara yang saat itu sedang ada tugas mengesampingkan masalahnya terlebih dahulu dan terus mengerjakan tugas setelah dia minta untuk menyudahi telefonnya.
Tidak disangka+sangka, tugas Fara yang menggunung membuatnya lupa untuk meluruskan masalahnya.
Lalu, ketika sudah senggang dan memiliki waktu untuk berpikir lebih banyak, Fara mulai sadar kalau perilaku Jauhari banyak berubah. Dia mulai membaca pesan demi pesan mereka tanpa menyadari akar permasalahannya hanya karena komunikasi yang kurang.
"Apa jangan-jangan dia sudah punya wanita lain?" Saat Fara memikirkan kemungkinan-kemungkinan dari perubahan sikap Jauhari, hanya itu yang paling memungkinkan. Jauhari sekarang sudah menjadi orang yang memiliki pekerjaan bagus dengan gaji fantastis. Fara berpikir kalau Jauhari mungkin mencari wanita yang melebihi dirinya.
Tangis menetes membasahi pipi. "Jika kamu memang mendua, aku juga akan mendua." Sakit hati mendorongnya untuk berbuat hal yang tidak semestinya. Mendua bukanlah pilihan yang tepat, namun Fara menganggapnya dapat sebagai obat atas kekecewaan yang dia rasakan.
Baik Fara ataupun Jauhari, keduanya menyimpan kecurigaannya masing-masing. Pada kenyataannya, mereka berdua sama-sama tidak selingkuh, jadi ketika mereka saling mencari tahu mereka tidak mendapat apapun.
Fondasi yang sudah muncul retakan seharusnya segera ditambal. Jika dibiarkan bisa-bisa patah oleh angin dan hujan. Begitulah perumpamaan hubungan mereka. Perlahan-lahan mendekati jurang perpisahan. Jika mereka pada akhirnya saling terbuka, tentu mereka akan menemukan langkah baru pada hubungan mereka. Tapi... Jika mereka tetap seperti itu, bisa saja mereka benar-benar mendua dan hubungan mereka kandas.
Rasanya lucu sekali. Padahal mereka hanya memerlukan penyelesaian masalah yang sangat sederhana, tapi entah bagaimana malah semakin pelik.
Aku penasaran dengan kelanjutan hubungan mereka kelak.