Saat kembali dari Cafe sehabis menemui Jimi, Lela tiba di rumah dan Lela berlari saat mendengar jeritan dari dalam rumah. Ia berusaha untuk membuka pintu. Namun, seperti tadi pagi. Pintu menyengat tangannya yang menyentuh pintu. Lela sempat termundur saat dipaksa oleh energi yang menolaknya untuk masuk ke rumah itu.
Lela melihat kedua tangannya. Kini menghitam. Namun, dengan kesaktian yang ia miliki dalam sekali tiup saja. Tangan itu sudah berubah ke keadaan semula.
"Jangan halangi aku!" teriak Lela. Disertai dengan angin yang berhembus kencang. Sehingga mampu mendorong pintu. Kini pintu terbuka lebar. Lela terkejut dengan mata melebar menatap sesosok perempuan berpakaian putih kini sedang melayang di depan sana. "Siapa kau?"
Hantu wanita ini tidak menjawab. Ia hanya menatap Lela dengan tatapan tidak bersahabat.
"Aku ingin masuk. Sebaiknya kau menyingkir!"
Sekali lagi, hantu itu diam di tempatnya. Entah angin dari mana, kini pakaian dan rambutnya melambai mengikuti angin yang kini hanya berputar di sekitar dirinya saja.
Karena merasa hantu itu sedari tadi tidak menjawabnya. Maka ia pun mengabaikan hantu itu. Lela masuk ke rumah itu dan berlari mencari suara yang ia rasa adalah suara Miranda. "Ibu!" Lela segera mendatangi Miranda yang saat ini sedang tergeletak tidak sadarkan diri di samping ranjang. Lela segera menepuk kedua pipi Miranda. "Bangun!"
Miranda perlahan membuka matanya. Saat melihat Lela, ia langsung duduk dengan bantuan Lela. "Lela!"
"Apa yang terjadi?" tanya Lela.
"Aku mendengar sebuah suara. Sangat menyeramkan di rumah ini," jawabnya dengan tubuh menggigil ketakutan. Ia menatap wajah Lela, ingin tahu pendapat Lela dengan pengakuannya tadi. Berharap Lela akan memercayai perkataannya.
Lela tersenyum sambil mengusap pundak kanan Miranda. "Mungkin Anda lelah. Sebaiknya tidur saja."
"Aku tidak sedang lelah atau lagi berhalusinasi, Lela! Aku sungguh-sungguh mengatakannya. Benar ada sesuatu di sini. Aku sangat takut!" Tiba-tiba tengkuknya terasa dingin. Refleks ia segera mengusap tengkuknya. "Lela, benar kata, Mili. Di sini ada hantunya. Lela, baru sehari kota di sini. Bagaimana kalau beberapa hari? No, aku tidak akan tahan!"
"Tenanglah. Mungkin memang ada, tapi tidak perlu dipikirkan." Lela lalu menghirup udara di kamar itu, seperti ia sedang menghirup udara di pagi hari. Dengan tingkahnya yang perlahan berdiri sambil bersikap bak berada di pantai. Membuat heran Miranda. Apalagi saat ini mata Lela tiba-tiba memutih semua.
"Se--setan!" teriak Miranda. Ia terbangun dengan peluh membanjiri tubuhnya. Perasaan tadi, ia sedang melihat hal yang mengerikan dari sosok asli Lela, tetapi kini dirinya justru berada di atas ranjang. Sedang berbaring dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Terdengar suara sendok mengaduk di sebuah gelas berisi teh. Ternyata Lela datang sambil membawa segelas teh untuk Miranda.
Miranda was-was melihat Lela. Ia merasa mimpinya itu nyata, bukan sekadar ilusi apalagi mimpi.
"Tante, diminum dulu tehnya," tawar Lela sambil memberikan gelas berisi teh kepada Miranda.
"Apa yang terjadi kepadaku? Aku merasa tadi sedang tergeletak di lantai."
"Apa yang sedang, Tante, katakan? Saya baru datang, dan tidak enak saat melihat, Tante, ternyata mengeluh akibat demam tinggi.
Miranda menunduk dalam kerutan dahi yang amat kentara kalau ia saat ini sedang mencoba mencerna setiap kejadian yang ia sedang alami dengan jawaban yang baru saja Lela lontarkan. "Tapi aku merasa tadi tidak sedang bermimpi," batinnya.
Raya tersenyum sembari menyilang lutut, kaki kanan kini di atas kaki kirinya. Ia meletakkan tangan kanan di atas pahanya, lalu tangan kiri di kursi yang saat ini ia duduki. "Sebaiknya Anda rehat saja dulu. Mungkin Anda sedang lelah karena seharian sudah membersihkan rumah."
"Mungkin saja benar demikian," lirih Miranda. Akhirnya ia memilih untuk percaya.
Lela meluruskan kakinya, lalu berdiri. "Saya harus pergi untuk rehat di kamar. Selamat malam, Tante. Besok kita akan mencari istrinya almarhum." Setelah berkata seperti itu. Lela lalu pergi.
Awalnya Miranda telah tenang karena telah menumpahkan segala ketakutannya kepada Lela. Namun, ia kembali diserang rasa ngeri saat mendengar suara mendesah di sekitarnya. Bahkan suara itu suara semakin dekat dengannya.
"Pergi dari rumahku! Pergi kalian!" bisik sebuah suara. Disertai dengan angin yang kini membuat gorden di jendela kini melambai diterpa angin dari pintu kamar menuju ke teras untuk menuju ke ruang tamu.
"Le--Lela!" Miranda segera berlari ke kamar Lela. "Lela, buka pintunya! Buka, Lela!"
Lela terbangun, lantas membuka pintu. "Ada apa?"
Tanpa menjawab, Miranda langsung menerobos masuk ke kamarnya. Lela mendehem karena tidak nyaman saat ada Miranda di kamarnya. Namun, ia tidak menolak atau mengusir perempuan itu. Lela segera menutup pintu. Walau ia tahu di hadapannya sekarang hantu wanita sedang melayang ke arahnya, hendak masuk ke kamar Lela. Brak! Lela segera menutup pintu. Ketika hantu itu akan masuk. Ia terpental jauh hingga ke luar rumah karena ternyata Lela membentengi kamarnya dengan semacam kesaktian yang tak tembus oleh penglihatan manusia dan makhluk halus sejenisnya.
"Siapa perempuan itu, hem?" geramnya. Hantu perempuan ini melotot tajam menatap rumahnya.
***
Esok paginya, Mili belum jua kembali. Padahal sudah menjawab pesan ibunya. Bahwa ia akan kembali malam itu juga.
"Mungkin dia lupa," kata Lela. Sambil menyiapkan dua porsi nasi goreng untuk mereka makan.
"Aku cemas. Tidak biasanya anak itu lupa," jawab Miranda dengan gusar. Bahkan nasi goreng yang menggugah penciumannya itu pun tidak mampu menyingkirkan sejenak rasa kecemasannya.
Lela makan dengan lahap, ia diam saja saat mendengar keluhan dari seorang ibu untuk mencemaskan putrinya.
"Mama!" Terdengar suara Mili dari ruang tamu.
Miranda berseri-seri mendengar suara putrinya. "Miranda." Ia segera berlari kecil menuju ke arah suara gadis itu. "Mili," lirihnya, saat tidak melihat siapa pun di sana. Ia menjadi takut lagi. Tiba-tiba rasa ngeri ia rasakan lagi. Kini seluruh tubuhnya meremang. Ia memandangi sekitarnya. Sambil memanggil putrinya. "Mili, di mana kamu?"
"Tante," tegur Lela sambil membawa nasi goreng untuk Miranda.
Miranda sempat terkejut. Namun, ia kembali tenang saat melihat Lela. "Terima kasih." Miranda segera menyambut piring itu. Di saat ia melihat nasi goreng, Miranda langsung membuang puring lalu berteriak, "Apa itu?"
Lela telah lenyap, kini yang tersisa hanya dirinya dan cacing-cacing yang saat ini berada di lantai. Itulah nasi goreng tadi. Saat Lela asli mendatanginya. Miranda justru panik dan segera berlari keluar rumah.
"Hei, Tante!" panggil Lela. Wajah paniknya seketika digantikan dengan senyum licik. "Tinggallah lebih lama di rumah ini, Ibu mertua. Aku memang ingin memberi pelajaran pada orang licik sepertimu, hahaha ...."
Hantu wanita itu kini melayang di atas balkon kamar Miranda. Ia tertawa sembari merentangkan kedua tangan. Kini kuku-kukunya memanjang. "Kau akan menahan mereka tinggal, tetapi aku ingin kalian pergi!"
Lela dengan santainya berbalik. Ia tersenyum sambil berkata, "Cobalah mengubah rencanaku!"