"Lela!" teriak Kelana. Ia kehilangan Lela.
Suara tangis terdengar. Memecah keheningan setelah ia bersuara. Suara itu sangat familiar bagi Kelana. Kelana segera berlari ke arah suara itu. Dbuk! Ia terjatuh lantaran kakinya tersangkut akar. Namun, itu tak melunturkan keinginan pemuda itu untuk tetap menuju suara.
"Lela!" panggil Kelana dengan suara yang sulit untuk dikeluarkan. Akibat menahan rasa lelah pana napasnya.
Lela berbalik, derai air matanya mengalir deras. Ia berlari kemudian merangkul Kelana. "Tempatku hancur!"
Kelana melepaskan Lela. Ia melihat kehancuran di mana-mana. Rumah-rumah hangus terbakar. Hewan mati dan pohon-pohon tumbang. Anehnya tak satu pun ada yang mati di sana kecuali hewan dan tumbuhan. "Di mana keluargamu?"
"Aku tak tahu," jawab Lela sambil memegangi kain lengan Pemuda itu.
Kelana menoleh ke arah Lela yang masih terisak. Tak tega ia, sehingga kini Kelana harus merangkul Lela. "Tenanglah, Lela. Ada aku di sini."
"Sekarang aku tidak tahu harus bertanya kepada siapa saat ini."
Kelana menuntun Lela untuk duduk di atas sebuah pohon tumbang. Lalu ia bersimpuh di hadapan Lela yang sedang duduk di hadapannya. "Cantik, apakah kamu sudah tidak memiliki lagi? Orang yang bisa kau panggil. Bukankah kau bilang ini bukan alam manusia?"
Lela menyeka air matanya. Ia lalu memandang Kelana. "Maukah kau jadi kekasihku, Kelana? Hanya untuk satu hari."
"Kenapa satu hari, selamanya pun bisa?"
Lela menggeleng lemah. "Aku butuh seorang pendamping untuk memasuki alam roh. Dialah tamengku. Yang akan menjagaku saat aku dalam masalah di alam sana."
Kelana tertawa remeh. Bagaimana mungkin ia diminta untuk menjadi kekasih dalam satu hari? Sih, Lela ini.
"Aku harus menanyakan kepada leluhurku. Jika kamu mau membantuku aku akan berterimakasih. Seumur hidupku tidak akan lupa dengan budi baikmu!" Lela menyatukan kedua tangan. Wajahnya kini memelas.
Tak tega rasanya membiarkan gadis cantik itu terus memohon di hadapannya. Akhirnya Kelana pun menyentuh kedua tangan Lela yang menyatu itu. "Bersumpahlah satu hal!"
"Apa?"
"Kita akan tetap berteman walau sudah putus."
Lela melongo. Tak percaya syarat pemuda tampan itu cuma itu saja. "Hanya itu? Tidak ada permintaan lain. Ingin kaya atau ingin sesuatu ...." Lela menunduk malu.
Melihat tubuh indah Lela. Tentu semua lelaki akan berpikiran jorok. Namun, Kelana justru mengabaikannya. "Apa bedanya, ya? Aku juga punya yang kau miliki walau tidak sebesar punyamu." Plak! Kelana meringis usai ditampar oleh Lela.
"Jijik tahu!" maki Lela.
"Aku bercanda. Oke, syaratku cuma itu saja tidak ada yang lain. Kita berteman sampai tua."
Lela tersenyum manis. "Jadi sekarang kamu kekasihku, ya?"
Dengan pasti Kelana mengangguk. Ia pun menurut saat Lela menarik tangannya dan membawanya ke sebuah tempat. Tepat di bawah pohon beringin. Kelana awalnya heran dan terus memandangi pohon tersebut.
"Kelana, bersiap-siaplah!"
Tiba-tiba angin datang menyelubungi mereka. Dedaunan dan debu kini beterbangan. Kelana terpaksa menutup pandangannya dengan tangan dan melindungi Lela dengan pelukannya.
"Lela!" teriak Kelana. Saat mereka tiba-tiba terjatuh ke dasar Bumi. Semuanya gelap, melesat begitu saja tanpa mampu dicegah.
Lela tersenyum melihat ketegangan Kelana. Ia semakin erat membalas rangkulan kelana. "Kelana," lirih Lela saat mereka tiba di dasar Bumi. Ia melepaskan Kelana yang sedari tadi syok. "Kelana!" Bahkan Lela melambai di depan wajahnya.
"Sayang, kita di mana?" tanya Kelana dengan wajah bengong.
Lela terkikik geli. Ia lalu mengguncang kedua pundak pemuda itu. "Sadarlah! Kita sudah di dasar."
Perlahan Kelana memandang sekitar mereka. Gelap, tapi diterangi oleh kali lahar berapi. Suasananya panas membakar kulit. Kini mereka sedang bermandi peluh. Kalau tidak sanggup tubuh mereka membendung rasa panas itu. Maka dapat dipastikan mereka akan lumpuh seketika.
"Ikut aku!" ajak Lela. Dbuk! Lela terkejut. Kelana tersungkur. Kedua kakinya tak berdaya.
"Lela, aku lumpuh!" erang Kelana. Ia berupaya bangkit. Namun, setiap kali berusaha. Persendiannya selalu lemah. Kakinya pun tidak dapat ia rasakan lagi.
Lela segera membaringkan Kelana. Ia pejamkan mata kemudian dari mata itu saat terbuka, tiba-tiba saja memancarkan cahaya perak berpendar yang langsung menjurus ke arah kaki Kelana. Kelana menutupi pandangannya dengan tangan kanan. Ia silau karena cahayanya begitu terang. Tidak sampai 5 menit, Lela telah menarik kembali kesaktiannya.
"Berdirilah, Tampan!" perintah Lela.
Dengan ragu Kelana pun berdiri. Ia merasakan kembali kakinya yang tadi lumpuh. "Lela, luar biasa! Kaki ini sembuh!" Kelana kegirangan. Setelah melompat-lompat untuk menguji kekuatan betisnya. Dengan napas terengah-engah, ia kini menatap lekat Lela. "Aku tidak mengerti kamu, Lela. Kamu sungguh misteri."
Lela hanya tersenyum kalem. Ia menunduk sembari berbalik. "Kita lanjutkan kembali perjalanan!" ajak Lela.
Di sepanjang perjalanan menyusuri tepi kali lahar itu. Kelana tak lepas selalu memandangi Lela yang berjalan di hadapannya.
"Lela, sejauh apa lagi kita berjalan?"
Lela tiba-tiba berhenti dan berbalik. "Awh!" Ia menubruk dada bidang Kelana. Hidungnya sakit.
"Sorry!" Kelana segera memeriksa hidung gadis itu. "Gara-gara aku, ya?" tanya lembut Kelana. Sambil meniup hidung Lela.
"Sakit!" rengek Lela.
Kelana mengusap lembut hidung Lela. "Lela," sebut Kelana.
"Em?" Lela mendongak. Namun, seketika ia terpejam saat Kelana mencium dirinya. Lela tidak membantah, karena sekarang Kelana adalah kekasihnya. "Kelana, kenapa senang sekali seperti ini?" tanya Lela setelah Kelana puas dengan bibirnya.
"Habisnya kamu menggoda," jawab Kelana sambil terkekeh. "Marah, ya? Aku, kan pacarmu?"
Lela berbalik malu. "Ciuman pertama aku kamu ambil."
Kelana terkejut, ia sungguh tidak menduga. "Maaf, aku tidak tahu. Aku terus menciummu. Kukira ...."
"Lupakanlah! Jalan masih jauh. Mungkin 1 mil lagi. Kita harus segera sebelum lahar ini menguap dan memenuhi tempat ini."
Sepanjang perjalanan. Kelana serba salah. Ia merasa tidak nyaman dengan kelakuannya sendiri. Sedangkan Lela hanya menunduk sedih.
"Lela, aku minta ma--"
"Kamu dewa penolong bagiku. Apa pun akan aku lakukan asal dapat membalas budi. Hanya satu pintaku, Tuan. Jangan menyentuh malam pertamaku."
Kini giliran Kelana yang menunduk. "Aku memang tidak bisa menahan diri di dekat kamu, Lela. Kamu jangan berpikir aku ini polisi tidak baik. Aku hanya melakukan ini kepadamu."
Lela meraih tangan Kelana. Menjalinnya cukup mesra. Saat Kelana akan melihat Lela. Tiba-tiba saja dasar yang mereka pijak kini bergetar. Lahar kini bergejolak. Uapnya naik tinggi. Membuat hawa menjadi semakin panas. Gelombang lahar kini datang dari belakang.
"Lari!" perintah Lela sambil menarik tangan pemuda itu.
"Ada apa?" tanya Kelana.
"Lahar akan menerjang. Kita akan tewas jika tidak keluar dari sini!" teriak Lela. Sambil melompati batu besar.
Kelana terkejut, betapa gesitnya gadis itu berlari. Sehingga ia pun tak mau kalah. Kini ia menggendong Lela dan lari semampunya. Lahar bergelombang kini terhempas ke dinding. Kemudian disusul oleh lahar dari arah lain sehingga meninggi dan mengalir hingga keluar dari batasnya.