Begitu terkejutnya aku saat beliau mengatakan, bahwasannya aku adalah anak kandungnya, Lebih jelas lagi anak dari Ariya Dirgantara dan Diana.
Terdengar suara langkah kaki yang seraya menghampiriku. Ternyata kak Rehan, beliau menatapku penuh ketidak percayaan, begitupun juga dengan kak Revan, dia juga menatapku sambil terpelongo.
Pak Ariya mencoba menjelaskannya secara terperinci, dari status mereka berdua yang sebenarnya bukanlah anak kandung dari dirinya. Dan itu sudah diketahui oleh mereka sejak beberapa silam yang lalu, tetapi aku masih tak percaya dengan ucapan dan kata-kata beliau yang coba beliau ucapkan dari hati kehati sampai saat ini.
Aku hanya terdiam tak percaya, mulutku seakan di bekam sesakan napas yang tak teratur di dadaku. Sehingga membuat jiwa dan perasaan ku menjadi lemah tak berdaya, seraya bercucuran air mata.
***
"Dua puluh lima tahun yang lalu, ibumu melahirkanmu di sebuah rumah sakit terdekat dari rumah kami. Kami belum tahu anak yang dilahirkan oleh ibumu waktu itu, karena ayah masih di luar ruangan menunggu ibu melahirkan dan belum sempat tanya apa jenis kelamin anak kami, saking senangnya aku bisa memiliki anak dari darah daging kami sendiri. Dan dua tahun sebelum kamu melahirkan papa dan mama kamu sudah mengadopsi dua anak laki-laki yang kuberi nama Rehan dan Revan, dan beliau sudah besar dan sesukses ini." ucap beliau sambil menyapa kedua anaknya tersebut.
"dan kamu Rena kau adalah anak kandungku satu-satunya, tapi kasih sayangku pada kalian tak akan ada yang dibeda-bedakan satu sama lainnya, kalian akan selalu menjadi anak-anakku untuk selamanya,"sembari memeluk kami secara bersamaan sambil menangis terharu.
"lalu bagaimana dengan kak Alvin, pah?" tanya kak Revan penasaran.
Beliau sedikit mengambil nafas panjang dan perlahan mengeluarkannya. Dan beliau segera menceritakan semua yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, yang membuatku semakin mengerti dan berusaha untuk menerimanya.
Bahwasannya beberapa puluh tahun silam aku dan Alvin telah tertukar di ruangan khusus bayi, mungkin sang suster telah sengaja menukar kami berdua karena keadaan ekonomi yang dialami oleh kerabatnya saat itu, yang sama-sama melahirkan di tempat tersebut.
Agar supaya anak saudaranya tersebut, bisa merasakan hidup yang lebih layak dan berbahagia dengan bergelimang harta yang akan membuat hidup dan masa depannya semakin cemerlang.
Akhirnya rencana yang disusun suster tersebut dan saudara dari ibuku dulu telah membuahkan hasil, dan kedua orangtuanya yang asli sama sekali tidak menyadarinya.
Namun pada usia tiga tahun anak-anak kami, kami kembali dipertemukan pada saat anak kami lagi sakit dan dibawa kerumah sakit, dan kami pun begitu akrabnya menceritakan soal pertumbuhan anak kami saat itu.
Mungkin suster yang bernama Eni tersebut telah melihat kebersamaan kami yang begitu akrab dan dekat seperti ada ikatan layaknya saudara. Hal tersebut telah membuat hati dan perasaan beliau menjadi terkoyak akan kesalahan yang telah diperbuatnya beberapa tahun yang lalu, namun tak ia katakan dengan jujur, karena takut hidup sang keponakannya tersebut akan kembali menjadi sekedarnya saja seperti kedua orang tua aslinya saat ini, dan tidak lain adalah bibi dari Alvin.
Setelah usia kami menginjak tiga belas tahun, kami pun kembali dipertemukan pada saat ibu Eni suster tersebut tengah sakit keras, beliau menyarankan keluarga dari pak Ariya untuk menemuinya saat ini juga. Berhubung antara pak Ariya dan orangtua angkatnya Rena telah menjalin hubungan yang dekat dan tahu kediamannya masing-masing, sehingga tak susah untuk mencari dan menghubunginya.
Akhirnya ganjalan yang tertanam dalam hati suster Eni selama bertahun-tahun ini telah terkuak saat dirinya mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya waktu itu, dan telah menyesalinya. Sebelum akhirnya beliau meninggal dunia.
Namun entah kenapa alasan mereka tidak menukar anak mereka kembali, itu sangat menjadi penasaran bagi kedua anak angkatnya pak Ariya waktu itu, dan selalu bertanya-tanya penasaran sampai mereka beranjak dewasa dan berkuliah pun mereka masih menanyakan dan memaksa orang tuanya untuk memberikan jawaban yang sebenarnya.
selama bertahun-tahun sampai dengan saat ini, kami tak pernah bertemu ataupun sengaja dipertemukan.
Sampai akhirnya pada saat kuliah aku dipertemukan dengan sosok laki-laki yang aku cintai dan mencintaiku juga. Ternyata dia adalah Alvin anak angkat dari ayahku, tapi kami masing-masing tidak menyadarinya.
Bertemunya aku dengan Alvin, ternyata adalah siasat dari mereka bertahun-tahun yang lalu, untuk mempertemukan dan menjodohkan kami berdua, yang akhirnya kami bisa bersama dan melakukan ijab kabul, ikatan janji suci pernikahan di antara kami, yang akhirnya harus berakhir dengan sangat menyakitkan untukku dan keluarga DIRGANTARA waktu itu.
Sangat pantas sekali saat itu pak Ariya memarahi dan memaki Alvin habis-habisan, dan malah memihak menyayangiku seperti anaknya sendiri, ternyata beliau bukanlah anak kandungnya, melainkan orang yang telah di khianati Alvin itu adalah anak kandungnya, yaitu aku sendiri.
Tapi aku masih penasaran dengan perjanjian mereka, pada saat mereka tahu kalau aku itu adalah anak kandungnya, tapi mereka tidak saling menukarnya kembali. Hak tersebut ku tanyakan kepada Pak Ariya selaku ayah kandungku saat ini.
Dengan suara sedikit bergetar beliau menjawab, walaupun sang dokter telah menyuruhku untuk berhenti bicara, tapi aku tetap kekeh ingin menanyakan dan ada jawaban darinya.
Tetapi mengingat kondisinya saat ini, aku harus mengutamakan keselamatan dari pak Ariya, yang ternyata adalah ayah kandungku sendiri. Setelah beberapa jam setelah itu, aku pun memeriksakan diriku untuk segera tes darah, namun darahku juga tidak cocok dengan ibuku, karena golongan darahku haya sama dengan golongan darah ayahku,Pak Ariya.
Keesokan harinya dengan berbagai cara aku dan kedua kakakku tersebut mencari darah tersebut dengan mencari orang bersedia mendonorkan darahnya yang cocok dengan golongan darah ibu Diana.
Dan setelah seharian, kami pun di beri kabar, kalau darahnya sudah tersedia dari orang yang bersedia mendonorkan darahnya, waLaupun dengan cara dibayar, tapi aku dan kedua kakakku begitu sangat senang dan berterima kasih kepada beliau yang telah bersedia menolong ibu kami bertiga.
Setelah satu minggu kemudian pak Ariya sudah mulai sehat dan sudah berinteraksi seperti biasanya, beliau bercerita kepadaku beserta kakak-kakakku saat ini dengan gembira, namun di dalam rona kebahagiaan kami ada juga kesedihan yang mendalam.
bagaimana tidak, melihat keadaan dan kondisi ibu kami saat ini yang semakin hari semakin memburuk, sampai akhirnya tidak tertolong dan harus meninggalkan kami untuk selama-lamanya.
***
Setelah berbulan-bulan lamanya, kami selalu bersedih dan selalu teringat akan sosok ibu yang aku sangat rindukan, tapi tak pernah kudapatkan darinya. Begitu pula dengan kedua kakak ku yang harus pergi untuk menjalankan tugasnya kembali dan harus meninggalkan kami berdua di rumah ini.
Dengan hidup penuh kebahagiaan yang papa berikan terhadapku saat ini, aku sangat menikmatinya. Sosok papa yang teramat menyayangimu dan baik hati tersebut telah aku dapatkan dari pak Ariya papa satu-satunya yang sangat ku harapkan dari dulu, kini telah ku dapatkan kembali, walaupun harus dengan berbagai rintangan yang menghadang.
Namun suatu ketika,