Masih banyak tamu yang datang untuk memberi selamat kulihat sedari tadi Anisa tampak tak nyaman dengan pakaiannya, sebenarnya tadi aku lihat dia sedikit menarik samping yang dia kenakan, apa jangan-jangan dia menariknya terlalu kencang hingga ku lihat beberapa kali tangan nya mencoba mempererat ikatannya.
Ckck … ternyata dia sangat lucu sekali, kini ku lihat ada sepasang suami istri yang datang untuk memberi selamat, aku melirik wajah Anisa yang mulai tak karuan wajahnya tampak gelisah, apalagi saat tamu itu kini semakin mendekat, aku tak tahu apa yang harus ku lakukan namun akhirnya aku menekan tubuh Anissa agar duduk di kursi,wajahnya kini melihatku dengan heran.
Akhirnya tamu tadi memberi selamat dan pergi menjauh darinya. Aku mulai terduduk lagi di sampingnya, aku tak berani bertanya padanya. Namun ku lihat wajahnya terlihat aneh, matanya menjauh agar tak bisa terjangkau olehku, apa yang dia kenakan masih belum nyaman? "Anisa" ucapku memberanikan diri berbicara langsung.
Ku lihat kini wajahnya menatapku saat namanya ku sebut "Iyah, kenapa?" tanya Anissa
"Apa kamu sudah lelah?" tanyaku basa basi
"Enggak ko, Aku hanya ...." ucapnya namun tak iya lanjutkan dan justru membuatku penasaran menunggu ucapan selanjutnya
"Aku menyipitkan mata dan mengerutkan alis ku heran "Hanya apa …." tanyaku penasaran
Anissa tampak ragu-ragu saat akan meneruskan ucapannya, "Anisa, ini samping nya" ucap Anisa menatap samping yang ia kenakan lalu wajahnya menatapku lagi
Aku mengerti yang dia maksud! Lalu apa yang harus aku lakukan? Menariknya turun ke bawah atau aku harus menggendongnya.
Satu detik kemudian aku membungkuk kan tubuhku dan membopong tubuh Anissa turun dari pelaminan. Ekspresi kaget terlihat jelas di wajah istriku itu bahkan kini kulihat pipinya mulai merah merona, wajah malu-malu ini sungguh membuatku tergoda ingin menciumnya. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari bibir Anissa, aku juga tak berani mengucapkan kata kata apapun hingga aku berhenti tepat di depan kamar Anisa, aku mencoba membuka pintu namun sangat sulit karena kedua tanganku sedang menahan tubuh Anisa di pangkuanku.
Clek
Tangan Aisyahku bergerak membuka pintu kamarnya, aku tersenyum melihatnya, sedari tadi wajahnya seperti tak berani menatapku, bukankah wajahku tampan? Lalu kenapa Aisyah ku tampak malu malu melihat wajahku ck lucu sekali.
Aku menurunkan tubuhnya tepat di samping ranjang, aku mendekatkan bibirku tepat ke telinga nya "Aku tak ingin aurat Aisyahku terlihat oleh pria lain, perbaiki dulu sampingnya jika sudah selesai keluar aku menunggumu di luar" ucapku berbisik di telinganya setelahnya berjalan keluar dan menutup pintu kamar itu hingga tertutup rapat.
***
Aish aku tak bisa mengucapkan sepatah katapun saat pria yang berstatus suamiku ini membopong tubuhku turun dari pelaminan, apakah tubuhku tidak berat? Ku lihat wajahnya anteng anteng saja tidak ada sedikitpun menunjukan rasa lelah atau hal semacamnya, sungguh pria yang romantis.
Aku melingkarkan tanganku di leher pria yang berstatus suamiku ini, Aish apa pipiku tampak terlihat merah sekarang? Ahh sungguh memalukan sekali, bahkan saat menaiki tangga sekalipun aku tak melihat ada rasa kelelahan di wajahnya, ah sekuat apa dia sebenarnya aku sungguh takjub sekali. Tangannya mencoba membuka pintu kamar ck pasti sulit, kenapa tidak minta bantuan sih? Dasar! Baiklah aku akan membukakan pintu.
Clek
Aish Shitt … kenapa wajahnya semakin mendekati wajahku? Apa jangan-jangan dia mau menciumku. Bibirnya kini mulai mendekat namun arahnya bukan ke bibirku melainkan tepat di telingaku, suara lembut bercampur hembusan angin kini membuat jantungku berdetak tak karuan samar-samar ku dengar "Aku tak ingin aurat Aisyahku terlihat oleh pria lain, perbaiki dulu sampingnya jika sudah selesai keluar aku menunggumu di luar" Ahh dia sungguh pintar membuat jantungku sedari tadi seolah akan copot di buatnya.
Hanya kata itu yang ia ucapkan, namun mampu membuat hatiku ter oyak-oyak, kini punggungnya sudah menjauh dari kamar, pintu kamar pun mulai tertutup rapat. Pria seperti apakah suamiku itu? Pria yang mampu menerima aku meski ia tahu bibirku sudah ternodai oleh pria lain, apakah aku wanita yang paling beruntung di dunia ini?
Aku mulai mengatur nafasku dan mulai membenarkan posisi samping yang melilit di pinggang, setelah ini bagaimana caraku keluar aku sangat malu menghadapinya. Bisa Nisa! Kamu pasti bisa!bToh dia kan suamimu kenapa kamu harus malu di hadapannya sih!!
Aku mencoba berjalan menuju pintu dan membuka pintu itu perlahan, ku lihat Davian mengarahkan wajahnya membelakangi Aku. "Aku sudah beres" ucap ku dan sontak membuat pria itu memutar tubuhnya menghadap ke wajahku
"Apa perlu aku menggendongmu lagi?" tanya Davian menggoda Anisa
"A..aku!! Engga bisa jalan sendiri" ucapku lalu berjalan cepat menjauh darinya
"Jangan lari nanti kamu jatuh, jika ingin jatuh maka jatuhlah ke hatiku" ucap Davian setengah berteriak
Aku terus berjalan cepat, bibirku tersenyum dengan sendiri ahh pria itu benar benar menghipnotis diriku"
Aku mulai menaiki pelaminan kembali ku lihat Davian juga ada di belakangku. Saat kami akan duduk tiba tiba Bunda datang dan memberi tahu bahwa aku boleh langsung istirahat karena acaranya juga sudah hampir selesai. Mulutku tak henti hentinya mengumpat, jika saja Bunda memberitahuku lebih awal aku tak perlu repot repot untuk kembali ke sini, benar benar menyebalkan sekali.
Tangan pria yang berstatus suamiku itu saat ini tengah menggenggam tanganku dan menariknya pelan. "Kemana?" tanya Anisa
"Emang ga denger tadi Bunda bilang apa? Kamu dan aku boleh istirahat dan kembali ke kamar" ucap Davian lagi lalu ia menarik lagi tanganku hingga menuju kamarku
Hatiku benar benar tidak terkendali saat ini, jantungku juga memompa dengan sangat cepat.
Clek
Saat aku masuk Davian juga ikut masuk ke dalam ya Tuhan rasanya benar benar canggung sekali, apa aku benar benar harus sekamar dengannya? Aku belum siap memberikannya!! Apa dia akan memaksaku? Atau dia akan memperkosaku? Aish Shitt dia kan suamiku masa memperkosa sih, aku tau sudah kewajibanku sebagai istrinya untuk menyerahkan seluruh hidupku untuknya termasuk tubuhku ini, tapi aku benar benar belum siap.
"Aku ke kamar mandi duluan yah" ucap Davian lalu berjalan menuju kamar mandi
aku hanya berdehem saja aku sibuk mencari solusi untuk diriku sendiri, bagaimana cara agar membuatnya tidak tertarik padaku malam ini.
Tak lama ku lihat Davian keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk yang terlipat di pinggangnya sementara atasnya bertelanjang dada tubuhnya benar benar membuatku beberapa kali menelan ludah. Ia mulai masuk ke walk in closet setelahnya ia keluar dengan menggunakan kaos putih di padu celana pendek selututnya.
Ia lalu berjalan ke arahku "Mandi dulu nanti keburu magrib, jangan kebanyakan mikir yang aneh aneh. Aku tak akan melakukannya jika kamu belum siap, anggap saja ini bukan malam pertama kita" ucap Davian seolah paham dengan apa yang dipikirkan ku sedari tadi, dasar pria menyebalkan haruskah dia mengatakan seperontal itu.
Aku kini menyipitkan mataku dan berjalan menuju kamar mandi kulihat ia menahan senyumnya. Kenapa senyum nya semanis itu sih, bahkan gula saja kalah manis dengan senyumnya itu ck, pria manis itu ternyata suamiku sekarang.