Dina tidak pernah menyangka bahwa kehidupan SMA miliknya yang sangat indah itu, akan berakhir saat dia melihat kejadian yang tak bisa diterima oleh mata polosnya.
Kejadian yang benar-benar terjadi di saat yang sangat tidak tepat, setelah dia selesai buang air besar di WC yang sudah tak terpakai lagi sejak dua tahun terakhir, benar-benar membuatnya terperanjat bagaikan tersambar halilintar dari langit.
"Si-siapa disana? Itu kan, Dona? Untuk apa wanita itu ada di tempat seperti ini?" Gadis yang saat itu sedang mengintip dari balik tembok kemudian menajamkan penglihatannya. Dia berusaha melihat siapakah pria yang saat itu berada ada di depan Dona-teman sebangkunya itu.
"Astaga, sebenarnya siapa itu? Padahal aku masih sakit perut, tapi, mereka terlalu berisik. Sebenarnya apa yang ... A-a-a-astaga naga! I-it-itu si kampret sialan. Rey," katanya, dengan nada suara yang tak bisa dia kecilkan.
"Huh? Siapa disana?" Rey pun berbalik, dengan keningnya yang berkerut. Tiba-tiba saja pria itu pun langsung melepaskan wanita yang ada di hadapannya, dan berjalan mendekati tembok, dimana dia mendengarkan suara bising sebelumnya.
"Upss! Bodoh, bodoh, bodoh! Kenapa aku harus tertangkap pada saat seperti ini? Apakah aku kabur saja lewat jendela kamar mandi? Eh tidak bisa, ternyata kamar mandi itu sama sekali tidak memiliki jendela yang bisa aku lewati. Terus, harus lewat mana?" Dina Amelia-gadis yang saat itu sedang mencari beribu-ribu alasan dan juga cara agar dia bisa terlepas dari pria kampret yang terkenal penuh kontroversi dan juga masalah itu.
Namun, ternyata nasi sudah menjadi bubur. Saat gadis manis dengan rambut sebahu itu hendak meninggalkan tempat itu, Rey-pria yang baru saja dia lihat dan sangat ingin dia hindari walaupun dia harus terjun ke dasar jurang sekalipun, sudah berdiri manis di hadapannya sambil menyeringai penuh arti.
"Woy, Lo ngapain kayak pencuri?"
Mendengar suara dari pria yang sangat ingin dia hindari itu, sontak membuat Dina pun menengadahkan kepalanya ke atas, sambil memaksakan senyuman di wajahnya.
"Hehe, A-apa maksudmu?"
Rey pun mendekat dengan langkah cool yang bisa dibilang langsung membuat mata para wanita bersinar saat menatapnya, sambil menaruh kedua tangannya di saku celana.
BRAK!
"Hey, lo ... Dina, bukan? Si ranking satu yang sok baik itu. Lo, ngapain ada di sini? Lo ... Denger apa yang kita bahas tadi?" Rey menatap menyelidik ke arah Dina, seakan dia sedang mengantisipasi sesuatu yang sama sekali tidak boleh diketahui oleh gadis itu.
Dina pun memutar bola matanya, melihat ke seluruh lorong kamar mandi yang sudah tak terpakai lagi itu, untuk mencari di mana jalan keluar tercepat agar dia bisa terlepas dari Rey-si pembawa bencana.
"Umm, aku, aku."
BRAK!
"Woy, bicara itu yang jelas! Lo gak bisa bicara baik-baik apa? Atau ... Lo sebenarnya gagap? Aha! Atau, lo sengaja lama-lama di sini karena lo suka sama gue? Iya?"
"Apa?" Dina tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar saat itu. "Suka sama kamu? Jangan mimpi kamu, yah! Sekalipun di dunia ini hanya kamu satu-satunya pria yang masih hidup dan juga bernafas, aku tidak Akan pernah jatuh hati kepadamu. Jangankan jatuh hati, bahkan untuk menghirup udara yang sama denganmu saja aku tak sudi!"
Rey pun menyermik, saat dia mendengarkan reaksi yang sangat agresif dari gadis yang mulai terlihat menarik di matanya itu.
"Hahahaha, HAHAHA, apa Lo bilang? Tunggu, tunggu, perut gue sakit!" Rey pun memegang perutnya sambil mengatur kembali nafasnya, setelah tertawa dengan terbahak-bahak sebelumnya. "Fyuh~ jadi, Lo bilang, kalau Lo gak akan mau sama gue, walaupun gue ini adalah satu-satunya pria yang ada di muka bumi? Lo ... Yakin? Lo nggak pernah tahu kan pesona apa yang gue miliki, yang mampu buat lo menari-nari kayak burung kenari di hadapan gue, memohon cinta ama gue? Iya, kan? Lo gak tau, kan?"
"Apa? Cih." Dina mendecak kesal mendengarkan apa yang baru saja dikatakan oleh pria tak tahu diri yang ada di hadapannya itu.
Dia memang telah mengira-ngira bahwa Rey itu adalah pria sampah, akan tetapi, ternyata dia bahkan lebih buruk daripada sampah.
"Terima kasih banyak, tapi, aku tidak akan pernah melakukan itu walaupun aku harus mati sekalipun. Sekarang juga, aku akan kembali ke kelas. Permisi!"
Dina pun segera bergegas untuk meninggalkan tempat itu, namun, takdir tidak bisa melepaskan dia begitu saja dari pria tinggi dengan potongan rambut ala anak boyband itu.
"Haha, Lo ... Mau kemana, hah? Gue belum selesai bicara Nona manis!" Rey pun menarik tangan Dina secara tiba-tiba dengan kasar, yang menyebabkan Dina pun langsung terpental ke tembok, dengan posisi tepat berada di hadapan Rey yang sedang tersenyum kepadanya. "Lo mau buat taruhan, gak?"
Dina memicingkan matanya. Gadis yang saat itu sama sekali tidak mempunyai waktu untuk meladeni pria kampret di hadapannya, perlahan mulai merasa bosan dan juga akan akan ingin menamparnya saat itu juga.
"Apa? Apalagi yang kau mau?"
"Taruhan." Rey mengangkat sebelah alisnya sambil menyeringai.
"Taruhan apa?"
"Hehe." Pria itu pun kemudian mendekatkan bibirnya pada Dina, sambil berbisik dengan suara deep tone yang menggoda. "Taruhan yang akan mengubah hidup lo. Mau gak? Kalau nggak mau ya nggak apa-apa. Soalnya itu membuktikan kalau itu takut ama gue. Iya, Lo takut ama gue, kan? Ngaku lo!"
"Apa? Takut? Apa yang harus aku takutkan dari pria seperti dirimu ini. Baik, aku akan terima taruhan yang kau ajukan itu."
"Kena kau!" Batin Rey. "Oke, kita deal yah! Pokoknya lo sama sekali nggak bisa lari! Kalau lo tiba-tiba menyerah dan lo lari di tengah jalan, gue pastiin, gue akan kejar lo sampai ke ujung dunia untuk menagihnya. Inget?"
"Iya, iya. Tapi, apa yang kau mau? Aku tidak akan pernah menerima sesuatu yang aneh."
Dina-gadis yang saat itu telah melihat kejadian yang sama sekali tak bisa dia bayangkan, mulai berjaga-jaga kalau saja taruhan yang akan diajukan oleh pria yang ada di hadapannya itu, menyangkut hal tak senonoh.
"Kalau dia mengatakan hal yang kurang ajar saat ini, maka aku akan menendang pokoknya dan aku akan pergi melapor ke guru BK." Batin gadis itu sambil menatap tajam kearah pria yang tengah berpikir sambi tersenyum tak jelas di hadapannya itu.
"Aha, jadi, mulai besok. Lo ... Akan ... jadi babu gue! Ngerti?"
"Babu? Kenapa aku harus menjadi babu?" Dina tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengarkan. Menjadi babu itu adalah hal yang sangat jauh dari ekspektasinya.
"Hahaha, jadi, mau lo apa? Lo mau jadi pacar gue? Oh man, jadi Lo jatuh cinta pada pandangan pertama sama gue? Sumpah Lo bukan tipe gue," jelas Rey, sambil menyilangkan kedua tangannya ke depan dada, menahan tawa.
"Apa? Baik, aku akan jadi babu. Tapi ingat, semua kesepakatan yang kita setujui ini, tidak ada satu orang pun yang tahu. Kalau tidak, kau benar-benar akan mati di tanganku. Ingat!" Dina pun berjalan meninggalkan Rey sambil membanting-banting langkahnya. Namun, tiba-tiba saja gadis manis itu pun berbalik dengan cepat, sambil menunjuk Rey dengan telunjuknya. "Sekali lagi aku tegaskan. Aku sama sekali tidak tertarik dan juga tidak akan pernah tertarik padamu. Ingat itu! Permisi!"
Sambil menatap gadis manis yang telah pergi meninggalkannya, Rey pun menyermik.
"Aku rasa, aku telah menemukan mainan yang sangat manis," gumamnya.
Sementara itu, Dona-gadis yang sedari tadi bersama dengannya itu pun perlahan lari ke dalam.
"Rey, ada apa? Kenapa kau tidak kembali? Aku sudah menunggumu!"
Rey pun menoleh sambil tersenyum. "Iya, maaf. Ayo kita lanjutkan!"