Ting. Ting. Ting.
Suara bel yang berbunyi nyaring saat itu, menandakan bahwa waktu istirahat telah tiba.
Semua murid yang sedang belajar di dalam kelas merasakan kebahagiaan saat mereka mendengarkan suara bel yang mereka nanti-nantikan.
Namun, bel yang terdengar begitu indah di telinga siswa dan siswi lainnya itu, menjadi suara kematian di telinga Dina. Karena, itu adalah saatnya dia harus kerja rodi sebagai babu serbaguna milik Rey-si shitty prince itu.
***
Baru saja gadis manis itu ingin dihampiri oleh sahabatnya-Sarah, ternyata si pria kampret yang sangat dibenci oleh Dina itu sudah menghampirinya terlebih dahulu, dengan berdiri manis sambil menaruh tangannya di pinggang, tepat di depan meja Dina.
Tuk. Tuk. Tuk.
Di tampan itu kemudian mengetuk meja tiga kali, sebagai tanda bahwa dia telah datang.
"Dina. Hey, Din. Lo ada waktu gak? Makan siang sama gue cepet!" katanya, yang lebih terdengar seperti perintah mutlak dari pada permintaan.
Dina yang bahkan belum menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh ibu guru beberapa jam yang lalu, perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap dengan tajam kearah pria yang sedang berdiri di hadapannya.
"Apa? Kenapa kau harus makan bersama denganku? Bukankah sebaiknya kau makan saja bersama Amelia? Dia kan kekasih-"
BRAK!
"Dia, sama sekali bukan kekasih gue! Paham, Lo?" Tegasnya.
Dina hanya bisa menatap bingung, ke arah pria yang saat itu terlihat sangat serius menatap dirinya.
Padahal sudah jelas-jelas Dina melihat sendiri, apa yang sedang mereka berdua lakukan di kamar mandi yang tak terpakai lagi itu.
Namun, si kampret Rey, sama sekali tidak ingin in mengatakan hal yang sebenarnya bahwa dia memiliki hubungan dengan Amelia? Sebenarnya ada apa dengan mereka berdua?
"Cih." Dina mendecak sinis. Dia sama sekali tidak percaya kepada perkataan pria bulshit yang kampret di depannya ini. "Kenapa kau tidak mengakui saja hal yang sebenarnya telah terjadi? Padahal sudah jelas-jelas aku melihat kalian berdua di dalam kamar mandi. Tapi, kau-" ucapan Dina tiba-tiba saja langsung dibungkam oleh Rey.
Dina sangat terkejut saat kerah bajunya itu ditarik secara paksa ke arah Rey, yang menyebabkan jarak wajah mereka berdua pun hanya berbataskan deru nafas mereka.
"Hey, apa yang-"
"Dengerin gue, Dina. Gue sama sekali enggak ada hubungan ama Amelia. Kalau lo enggak percaya, lo bisa tanya sendiri ke orangnya langsung. Gue enggak akan pernah bohong sama lo!"
"Lah? Apa hubungannya?" Dina mengerutkan dahinya. Gadis manis itu, sama sekali tidak mengerti dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pria yang ada di hadapannya itu.
"Gue bilang ... Cepet ayo kita makan! Gue lapar!" Pria itu tiba-tiba saja tidak melanjutkan perkataan yang dia ucapkan tadi, dan malah menarik tangan Dina secara paksa sampai ke kantin.
***
Sepanjang koridor menuju ke kantin sekolah, Dina-gadis manis yang saat itu sedang ditarik bagaikan penjahat berdosa oleh polisi, sama sekali tidak bisa melepaskan tangannya dari genggaman Rey.
"Lepasin aku, Rey! Hey, Rey! Lepasin aku! Lepas-"
BRAK!
"Nah, udah nyampe, kan? Lo duduk! Gue pesan makan!" Rey pun memerintahkan Dina untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan beberapa pria yang selalu membully Dina. Berketuai Rian-pria bar-bar yang selalu membully Dina dengan tak pantas.
"Woy, ngapain Lo disini? Biasanya kan lo nggak pernah mau duduk sama kita. Tapi, kenapa sekarang lo jadi berubah pikiran? Lo, mau ikutan kita main bareng, hah?"
"Hahahaha, apasih Lo? Lo mau ajak dia main? Main apa?" Tanya salah satu dari pria yang berada di samping ketua geng mereka.
"Woy, kampret. Masa Lo nggak tahu sih? Dia kan bisa kita ajak ke club malam. Atau kita ajak sewa kamar di-"
BRAK!
"Huwaaa, kenapa ya sekarang ini banyak banget hewan buas yang menggonggong ria? Padahal seharusnya kan di sekolah itu nggak ada hewan ya. Tapi ... Hmm?" Rey melihat ke arah tiga sahabat yang saat itu baru saja membully Dina. "Lo pada, udah disuntik rabies belum? Lo, sehat?" Hinanya, sambil menyermik.
Rian pun melemparkan tatapan mautnya, seakan pria muda itu sedang tersulut emosi yang disebabkan oleh hinaan mulut Rey yang sembarangan.
"Siapa Lo? Gue belum pernah lihat lo di sekitaran sini," tanya Rian, dengan nada yang menyelidiki sambil menatap tajam ke arah Rey saat itu.
"Apa? Lo belum pernah lihat gue di sini? Ya, gue tahu gue emang anak baru, tapi, Lo terlalu kek siput gak sih, sampai gak tau gue siapa?"
BRAK!
"Apa Lo bilang?"
Rian membanting meja yang saat itu sedang dia tempati dengan kesalnya. Menyangka bahwa Dina akan berurusan dengan orang yang sangat menyebalkan seperti pria yang ada di sampingnya itu.
"Din, Lo ngapain masih disini? Ikut gue? Gue udah kehilangan selera makan saat berhadapan dengan hewan peliharaan." Rey pun berjalan meninggalkan meja makannya bersama dengan makanan yang telah dia pesan itu.
BRAK!
"Lo mau pergi ke mana? Kita belum selesai bicara," sela Rian, sambil memerintahkan kedua anak buahnya itu untuk menghadang Rey pergi meninggalkan meja itu.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Rey saat itu, tentu saja Dina langsung bangun dan hendak mengikutinya. Namun, karena telah dihadang oleh si Rian dan teman-temannya, maka Dina pun terhenti sekali lagi.
Di dalam hati wanita itu, kemudian mulai bertanya-tanya sebenarnya apa yang sedang terjadi di hadapannya.
"Ada apa dengan mereka berdua? Apakah mereka mau berkelahi?"
"Hey, itu Dina? Untuk apa dia terlibat di antara dua laki-laki preman itu?" Tanya salah satu teman disana.
"Aku juga tak tahu, tapi, aku bisa melihat, sebentar lagi mereka berdua pasti akan beradu pukulan di sini," jawab teman yang satunya.
"Hey, sebaiknya cepat panggil Bu guru!"
Mereka semua yang ada di situ sebenarnya sudah tahu tentang sikap Rian yang sangat agresif. Namun, mereka sama sekali belum mengetahui bahwa ternyata Rey itu lebih parah dari Rian.
Bug!
Satu tinjuan pun langsung melayang ke arah wajah Rian tanpa aba-aba.
"Hey, hey." Dina sangat terkejut saat dia tiba-tiba saja melihat tubuh Rey, jatuh tersungkur ke depannya.
"Lo bilang apa? Lo jangan sok, yah! Selama ini gue belum pernah ditentang oleh siapapun. Dan Lo, anak baru yang gak tau adab, jangan belagu Lo! Lo udah salah orang!"
Rey pun bangun sambil mengusap darah yang mengalir di bibirnya. "Hahahaha, Lo bilang apa? Belagu? Kalau gitu biar gue ajarin, gimana rasanya berurusan sama orang belagu!"
Bug!
Balasan tinjuan maut dari Rey, benar-benar membuat orang yang ada di sana menutup mulut mereka rapat-rapat.