Entah apa yang terjadi selanjutnya saat itu, mungkin hanya Tuhan saja yang tahu.
Sementara pada saat yang sama, Dina baru saja sampai di kelasnya sambil mengelus dadanya.
"Na, kau kenapa lama sekali di dalam kamar mandi? Kau pergi ke kamar mandi yang mana? Kenapa aku sama sekali tidak bisa menemukanmu di kamar mandi wanita?" tanya Sarah-sahabat Dina dari kejauhan.
Gadis manis yang baru saja mendapatkan sial tujuh turunan itu, hanya bisa memandang sahabatnya dengan tatapan yang benar-benar menyedihkan.
"Huft, tunggu saja nanti. Aku akan menceritakan detailnya kepadamu saat istirahat," balas Dina, sambil menggerakkan bibirnya untuk menjawab apa yang baru saja sahabatnya itu tanyakan.
Setelah itu, Sarah pun langsung berbalik. Di dalam hati sahabatnya itu, dia tidak pernah melihat Dina berperilaku seperti sekarang ini.
"Semuanya sangat aneh. Ada apa yang baru saja terjadi kepadanya di kamar mandi tadi. Ah, sebaiknya aku segera menyelesaikan tugas dari guru. Kalau dia aku pasti akan mendapatkan nilai jelek lagi," batin Sarah, yang kemudian langsung melanjutkan apa yang sedang dia kerjakan saat itu.
***
Beberapa menit kemudian, tiba-tiba saja Rey sudah datang bersama Amelia baru saja kembali, dan memasuki ruangan kelas pada saat yang bersamaan.
Dina yang saat itu sedang menulis dengan seriusnya, langsung mengangkat kepalanya ke atas dan melihat siapa yang sedang berdiri di hadapannya itu.
BRAK!
"Hey, ingat. Lo harus ikutin apapun yang gue mau. Udah paham?" tegas Rey, sambil membanting tangannya di atas meja Dina.
Tentu saja Dina sama sekali tidak menanggapi apa yang sedang terjadi di hadapannya itu, dan malam melanjutkan tulisannya yang saat itu tertunda seakan sama sekali tidak terjadi apa-apa.
"Apa? Hey, apa yang sedang Lo lakuin? Apa lu udah lupain hal yang baru aja kita sepakati tadi? Ternyata gue baru tahu ya, bahwa lo itu wanita yang seperti itu. Gue udah-"
BRAK!
Baru saja Rey-pria menyebalkan yang ada di hadapannya itu ingin melanjutkan apa yang baru saja dia katakan, Dina pun membanting pulpen yang sedang digunakan ke atas meja dengan rasa kesal yang sama sekali tak bisa dia tahan lagi.
"Kau kenapa bawel sekali? Apakah kau sama sekali tidak butuh belajar dan juga sekolah? Kalau kau sama sekali tidak mau sekolah, maka sebaiknya kau jangan mengganggu orang lain yang ingin bersekolah. Kau hanya membuat karbondioksida semakin menipis, tahu?"
"Aha, hahahaha, kar apa? Karbondioksida? Menipis?" Rey sama sekali tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dia dengar, dari wanita yang ada di hadapannya.
Padahal selama ini, semua wanita yang melihatnya akan langsung jatuh hati kepadanya tanpa berkata dua kali lagi. Namun, sangat berbeda dengan Dina.
Gadis pandai yang rajin belajar itu, bahkan sama sekali tidak ingin menatap ke arahnya.
"Hey, aku akan-"
"Ya, Dina. Ada apa?" Jawab Bu guru, saat Dina mengangkat tangannya seakan-akan dia ingin mengajukan pertanyaan. Hal itu pun sontak langsung membuat ucapan Rey terhenti.
"Rey, Bu. Dia menghalangi pandanganku untuk melihat pertanyaan yang ada di papan tulis. Tolong ..." Dina pun menjeda ucapannya sambil sedikit melirik ke arah Rey kemudian membalikkan pandangannya kembali kepada ibu guru. "Katakan pada Rey, Mama aku sama sekali tidak memiliki waktu untuk bermain bersamanya. Entah kenapa pria ini datang dan bertanya jawaban dari pertanyaan yang ada di papan tulis, Bu!"
"A-apa? Ibu, semua itu sama sekali tidak benar. A-aku-"
Tiba-tiba saja, Rey pun mengubah ekspresinya, saat dia melihat ke arah ibu guru yang terlihat takut padanya.
Dengan senyuman yang dipaksakan, bu guru pun membantah apa yang dikatakan Dina.
"Ma-maafkan saja Rey, Dina. Ibu rasa dia sama sekali tidak memiliki teman makanya dia harus melakukan hal seperti itu. Sebaiknya kamu bantu saja Rey. Dia pasti sangat butuh bantuan dari siswa sepertimu. Karena dia baru saja pindah. Bu-bukankah begitu, Rey?" Tanya Bu guru sambil menatap canggung kearah Rey.
Sebenarnya Rey sudah memprediksi hal seperti itu, pasti akan terjadi cepat atau lambat di sekolah barunya.
Namun, dia berusaha dengan sekuat tenaga memberitahu kepada dirinya sendiri bahwa semua yang dia pikirkan itu sama sekali tidak benar. Tapi, tentu saja semuanya tidak sesimpel itu.
"Bu, kenapa jadi saya yang harus membantunya? Seharusnya ibu katakan kepada Rey untuk duduk saat ini juga," bantah Dina, sambil menutup buku pelajaran yang saat itu sedang dia pakai.
Mendengar bantahan dari seorang murid, apalagi murid terpandai yang ada di kelasnya itu, tentu saja langsung membuat bu guru naik tensi.
"Dina, kamu kenapa berubah menjadi seperti itu? Kamu sama sekali tidak bisa mendengarkan kata orang tua, yah? Kalau ibu bilang harus maka harus! Ingat, jangan pernah menolak apa yang diinginkan Rey," tegas Bu guru, sambil terus tersenyum ke arah Rey.
"Tapi, bu-"
"Sudah, tidak ada tapi-tapi. Pokoknya apa yang jelek ibu katakan ini kamu tidak boleh membantahnya," tegasnya sekali lagi, sambil memotong ucapan Dina dengan seenak hati.
Dina pun hanya bisa menahan perasaan yang saat itu memenuhi hatinya. Entah kenapa Bu guru berperilaku sangat aneh saat menyangkut pria yang saat itu masih berdiri tegak di hadapannya. Seakan Bu guru itu sedang ketakutan pada Rey.
Tapi, kenapa? Kenapa harus Rey? Yang notabenenya adalah murid pindahan dan sama sekali belum mengenal guru-guru yang ada di sekolah itu secara dekat.
Melihat situasi yang saat itu semakin memanas, Rey pun berusaha untuk menggapai tangan Dina untuk meminta maaf padanya. Karena dia, akhirnya Bu guru marah pada wanita yang ada di hadapannya itu.
"Dina, gue mau minta-"
Ucapan yang saat itu hendak keluar dari bibir merah sexy Rey-pria yang saat itu semakin membuat Dina jengkel kepadanya, langsung dihentikan oleh tatapan tajam gadis yang saat itu membuka kembali buku pelajarannya untuk melanjutkan apa yang akan dia tulis.
"Ada apa? Apa lagi yang kamu mau? Sebaiknya kamu kembali saja ke tempatmu, karena aku sama sekali tidak ingin melihat wajahmu itu. Tolong!" Dina pun menatap Rey dengan ekspresi dingin. Saking dinginnya, bahkan salju beku yang ada di kutub Utara sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan tatapan gadis yang saat itu sedang memerah kesal.
"Ba-baiklah. Aku akan kembali," balasnya, sambil menunduk kemudian perlahan melangkahkan kakinya untuk kembali ke kursi yang saat itu berjarak tiga bangku dari tempat Dina duduk.
Melihat situasi sudah kondusif kembali, akhirnya bu guru pun melanjutkan pelajaran mereka.
Namun, tentu saja Dina sama sekali tidak bisa fokus belajar, karena perasaan yang sedang campur aduk saat itu.
"Aku, sangat membenci dia!!!" Ucap gadis manis itu dalam hati.