Chereads / TIRTA NIRWANA / Chapter 16 - 15 | SUMPAH ADALAH UCAPAN YANG MUTLAK

Chapter 16 - 15 | SUMPAH ADALAH UCAPAN YANG MUTLAK

Pernikahan Mangkuto dengan Zylia berlangsung cepat di rumah Khaz. Tidak banyak yang hadir di sana, selain keluarga dari Zylia dan Mangkuto seorang diri. Pemuda itu tidak ada siapapun yang bisa menjadi walinya. Dia hanya membawa dua orang tetangga dekatnya, itupun hanya untuk mengetahui jika dia sudah menikah. Perayaan pernikahan mereka begitu meriah ketika berada di kampungnya Mankuto. Dua orang yang diajaknya itu mengundang semua warga untuk berpesta. Tanda sebagai suksesnya orang yang mereka jaga selama ini.

Lima tenda dipasang di depan rumah Mangkuto. Rumah kayu itu tidak pernah lengang selama tiga hari berturut-turut. Pengantin baru itu duduk di singgasana yang sudah dipersiapkan. Orang-orang silih datang berganti selama tiga hari itu. Memberi mereka bingkisan-bingkisan yang membuat ruang tamu rumah kayu penuh sesak. Mulai dari tetangga, pelanggan Mangkuto, ataupun ornag yang sekedar melewati Desa Tanah Lapang dituntun untuk mengikuti acara itu. Acara orang bahagia yang selama ini selalu sendirian. Orang yang selama ini hidup sebatang kara. Hanya memiliki semua warga yang menjadi temannya. Bekerja sebagai peternak yang sekarang meliburkan diri.

Setelah acara pernikahan itu usai, rumah kayu itu sekarang tidak lagi dihuni oleh seorang pemuda bujang lapuk yang tidak ada niatan untuk menikah. Kini semuanya berubah. Rumah kayu itu memiliki orang baru. Orang yang pilih oleh Mangkuto untuk menjadi teman hidupnya di rumah itu. Orang yang dipilihnya atas nama kasihan. Orang yang begitu cantik. Menawan siapa saja yang melihatnya barang seekejap.

"Kau begitu pandai mencari bini, Sobat. Aku sangat iri dengan itu," ucap seorang laki-laki yang menagku temannya Mangkuto.

"Kau layak bersanding dengannya, Kawan. Lihatlah dirimu! Kau itu gagah dan istrimu cantik. Sangat pandai kau dalam memilih," kata temannya yang lain ketika bersalaman dengan Mangkuto di singgasannya.

"Kini aku tahu kenapa kau tidak pernah tertarik denganku, Mangkuto. Selera kau bukanlah perempuan seperti aku, melainkan seperti dia." Dia menunjuk ornag yang berada di samping pemuda yang kini sudah menjadi suami itu. Perempuan itu berkata sambil tergelak dan membenarkan posisi menggedong anaknya.

"Selamat, Nak. Kau sudah menjadi orang dewasa yang utuh. Kau akan mengarungi bahtera kehidupanmu. Pilihlah jalan hidup yang lurus, Nak. Jalan berbelok sudah sangat rumit, dan di jalan lurus belum tentu kau tidak akan tersesat." Wejangan dari seorang ibu-ibu didengar penuh takzim oleh Mangkuto. Dia tidak sekedar menggangguk paham basa-basi, tetapi Mangkuto benar-benar paham apa yang dikatakan ibu-ibu yang tinggal di samping urmahnya itu.

"Aku tahu kau akan mendapatkan perempuan yang baik sama seperti dengan perangaimu itu. Tidak ada bedanya denganmu." Orang itu tidak tahu jika perempuan yang berada di samping Mangkuto itu sudah hilang perawannya.

"Bisakah kau carikan aku calon bini seperti perempuan di sampingmu itu?" Pertanyaan itu diiringi gelak tawa dari penanyang dan ditimpali oleh suara tawa Mangkuto yang besar.

"Sejak kapan kau kenal dengannya? Bukankah kau terlalu sibuk mengurus kuda-kuda itu? Bahkan dulu aku menduga kau akan menikahi salah satu kuda yang rawat itu, ternyata itu salah." Mangkuto hanya mampu tersenyum mendengarnya.

"Kini kau sudah bergabung dengan kami, Perkumpulan Bapak-bapak yang Menyayangi Istri." Dua orang laki-laki itu tergelak begitu keras di atas singgasana hingga berpelukan beitu erat.

"Kau jaga binimu itu baik-baik. Bisa-bisa dia berpindah hati." Suara tawa lain dari orang lain lagi.

"Kau mendapatkan ladang yang bagus dan belum pernah terjamah. Kau akan memanen apa yang kau tanam di situ. Buah yang begitu menawan. Aku sangat menantikan kehadiran itu." Mangkuto tersenyum. Tetapi apa yang dikatakan orang yang kini bersalaman dengannya tidaklah benar.

"Kau akan bekerja sebagai peternak kuda lagi?" Pertanyaan baru itu membuat Mangkuto memberikan raut wajah yang membingungkan.

"Iya. Ada apa?"

Laki-laki di hadapannya kini tertawa. "Jangan sampai kau lebih mementingkan binatang peliharaanmu daripada jambangan yang ada di rumah." Dia melirik Zylia barang sekajap unutk kemudian kembali tertawa kali ini bersama Mangkuto.

Acara itu benar-benar meriah. Benar-benar membuat Mangkuto merasakan bahagia yang teramat besar. Bahagia yang tidak pernah dia rasakan sejak lama. Kalaupun dia pernah merasakan bahagia, raganya sudah lupa akan perasaan itu. Sudah lama tertinggal jauh ketika dia masih kecil. Kala yang tidak dapat dia ulang bersama orang-orang yang terkasihi. Bapak dan ibunya.

Sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di rumahnya Khaz, tempat pernikahan Mangkuto dengan Zylia. Sepasang manusia itu hanya mengikrarkan janji hidup semati dengan harga mutlak dari barnag-barang yang dibawa dari keluarga Zylia pada malam hari yang penuh gemintang. Khaz berdalih:

"Kita tidak bisa melangsungkan pesta di sini. Aku tidak ingin menjadi bahan pembicaraan tetangga. Aku tidak ingin banyak pasang mata yang terus memantau rumah ini dari kejauhan hanya untuk mengetahui apa yang terjadi di dalam rumah ini. Aku tidak kedamaian tentram yang selama ini aku jalani hancur karena menolong orang lain."

Laki-laki itu berkata setelah menjawab pertanyaan Mangkuto kenapa di tempatnya tidak dilakukan pesta pernikahan?

Zylia beserta keluarganya datang ke Desa Tanah Lapang menggunakna kereta kuda. Perjalanan selama satu hari ditempuhnya untuk bisa sampai di tempat Mangkuto tepat waktu. Semua orang begitu bersuka cita menyambutnya. Semua begitu berbahagia. Bahagia yang masih terus berlanjut pada perayaan pesta perayaan yang berlangsung selama tiga hari.

Ketika pesta itu usai, tenda-tenda sudah dirapikan, orang-orang kembali pada kegiatan hariannya untuk melanjutkan kehidupan, Mangkuto teramat senang dengan kehadiran orang baru di rumahnya, meskipun kedua orang tua perempuan yang disukainya itu masih menetap di rumah kayunya. Katanya mereka belum terlalu terbiasa hidup di dalam rumah tanpa ada putrinya itu. Mangkuto memakluminya. Hal yang wajar ketika orang tua menikahkan anaknya. Tentu ada yang berubah dengan suasana rumah. Dan itu hanya untuk menunggu waktu hingga semuanya terbiasa kembali.

Perempuan itu kini menempati kamar yang sama dengan Mangkuto, di kamarnya Mangkuto itu sendiri. Menggabungkan semua barangnya bersama laki-laki yang memilihnya untuk jadi pendamping hidup walaupun dia sudah tidak perawan. Itu bukanlah benda yang bisa dibeli lalu dipasangkan pada seorang perempuan. Itu juga bukanlah benda yang bisa ditawar-tawar oleh lelaki manapun. Tawar-menawar untuk siapa orang yang layak mendapatkannya. Tidak.

Sejatinya perihal itu adalah kehormatan dari seorang perempuan. Kehormatan yang mestinya dijaga dan diberikan kepada laki-laki yang datang kepada keluarga perempuan dengan cara yang jantan. Menemui ayahnya, meminta izin untuk menikahinya. Tetapi Zylia sudah kehilangan kehormatannya yang diberikan pada laki-laki yang tidak dikenalnya dibawah nama pemaksaan. Perempuan itu tidak menginginkan hal itu terjadi padanya. Begitu aib baginya megetahui keperawanannya itu direnggut oleh orang yang tidak akan pernah menjadi suaminya itu. Orang yang tidak akan menjadi pendamping hidupnya.

Keperawanan begitu tinggi harganya, karena itu menjadi bukti jika kedua orang tuanya berhasil menjaga anaknya dan menjadi kepuasan bagi suaminya mendapatkan barang yang bagus. Barang yang dijaga baik. Dan sejatinya perihal keperawanan tidak akan bisa disandingkan jika itu adalah barang. Zylia merasa bersalah dengan perihal keperawanannya yang bukanlah suami sahnya yang mengambil hal itu. Dia takut menjadi aib bagi Mangkuto dan pembawa masalah dalam hidup pemuda yang begitu damai itu.

Tapi Mangkuto tidak memikirkan hal itu. Pemuda itu menerima kondisi Zylia. Hanya kurang keperawanannya dia tidak akan mundur. Bukan itu yang dicari oleh Mangkuto pada perempuan. Dia hanya mencari hati yang begitu sesuai dengannya yang bisa diajak untuk tinggal satu atap dengannya. Orang yang memiliki hati yang mampu hidup berdua dengannya baik keadaan susah maupun senang.

Lagipun perempuan yang kini berada di kamarnya itu tidak berbohong tentang apa yang menimpa dirinya itu, seseorang merenggut keperawanannya secara paksa. Hal itu tidak bisa dielakkannya. Mangkuto paham apa yang dirasakan perempuan itu sepaham kenapa dia mengambil keputusan untuk menikahi Zylia. Dia merasakan ada sosoknya ketika melihat Zylia dalam keadaan putus asa yang tak terkira. Ketika berada di rumah Khaz, dia tidak tahan bagaimana mungkin seorang perempuan cantik begitu menderita. Dia datang menolongnya. Terlepas apa yang terjadi sebelumnya dalam hidupnya. Dia tidak mementingkan perawan, karena itu adalah nilai tamabahan dan dia sama sekali tidak mengerti dengan pandangan orang-orang perihal hal itu.

Mangkuto akan menjaga Zylia sekalipun harga mati yang menjadi taruhannya.