Pemuda dengan rambut cepak itu bangun di kamarnya.
Dia membuka helm itu dan melihat ke sekelilingnya. Itu adalah kamarnya yang nyaman. Ada banyak poster dan figuran anime di kamarnya.
"Apakah semua itu hanya ada di dalam permainan?"
Dio Clover merasa lega sekaligus ragu. Ada banyak poin yang dia pertanyakan, seperti bagaimana bisa pamannya ada di tempat itu atau kenapa dia dilempar keluar secara otomatis dari Project Quintessence saat teleportasi darurat. Dio merasa kalau mereplika pamannya di dalam Project Quintessence adalah perbuatan ilegal tanpa persetujuan orang yang bersangkutan.
"Jam enam. Aku harus bergegas ke sekolah."
Sebenarnya, itu adalah hari terakhirnya di SMA. Dio hanya perlu mengikuti ujian nasional atau UN agar dia bisa mendaftar ke universitas favoritnya. Hari itu adalah hari terakhir ujian, tapi Dio masih sempat-sempatnya masuk ke Project Quintessence. Dia bukan orang genius, bahkan tidak layak disebut cerdas. Kemampuannya memang berada di atas rata-rata, tapi hanya sebatas itu. Habisnya, dia mendapat pesan dari Riona kalau Beta Akuarius membantai unit enforcer. Dio langsung bangun dan masuk ke dalam Project Quintessence. Selanjutnya seperti yang sudah kau tahu.
"Mana aku belum belajar..."
Dio komplain dan membuka gorden jendelanya.
"Huh? What the fuck..."
Itu adalah pagi hari yang biasa, gelap dan mungkin dingin. Dari saja, Dio bisa melihat banyak apartemen dan gedung pencakar langit. Itu juga merupakan pemandangan yang biasa bagi Dio yang tinggal di sebuah apartemen murah di pinggir kota. Tidak ada anomali yang terlihat sampai Dio melihat dengan cermat. Ada retakan data di beberapa tempat di pusat kota. Tempat itu masih agak jauh dari apartemen Dio sehingga dia tidak bisa melihat dengan jelas.
Dio mengucek matanya.
"Apa aku sudah gila atau dunia ini sudah gila?"
Dio langsung mengambil ponselnya dan membuka internet. Segala informasi seharusnya ada di internet. Kalau tidak, Dio harus segera pergi ke psikiater.
Sebelum menemukan apa yang dia cari, Dio kaget lagi.
"Sihir, sihir, sihir, penyihir bintang enam, perang sihir. Apa yang terjadi? Ini adalah satu April, ya? Tentu saja bukan! Ternyata Project Quintessence benar terjadi, tapi apa yang terjadi dengan dunia ini?"
Halaman utama browser Dio penuh dengan artikel tentang sihir dan penyihir. Dia mencoba membaca satu-satu untuk menggali informasi lebih lanjut.
"Sihir adalah proses mengubah data. Penyihir Bintang Enam Yun Sikang berhasil melenyapkan sebuah Level A Virus di Mars. Brasil lenyap ditelan virus. Amerika Serikat menutup perbatasan mereka lagi setelah 200 tahun. Kolam Kristal di Jakarta masih sama seperti seribu tahun yang lalu. Teknologi portal data sudah masuk ke fase prototipe. Hmm...? Registrasi murid baru Akademi Sihir Indoasean dibuka kembali."
Hanya dalam waktu 30 menit, Dio berhasil mendapatkan semua informasi yang dia perlukan. Itu tidak begitu sulit karena semua yang dia perlukan terpampang di bagian depan beranda browsernya. Dari internet, Dio juga bisa mengetahui dengan cepat dan mudah kalau beberapa sejarah telah berubah. Mungkin tidak berubah di dunia baru itu, tapi sedikit berbeda dari yang Dio tahu.
"Bagaimana dengan keluargaku?"
Dio menjadi agak panik dan langsung menelepon adik perempuannya yang mendapat beasiswa untuk sekolah di luar negeri. Untungnya, telepon itu langsung diangkat. Dia bisa mendengar suara adik perempuannya.
"Ada apaan sih?"
"Aku senang bisa mendengar suaramu, Imouto—"
Beep! Beep!
Telepon langsung dimatikan olehnya.
Setidaknya, sekarang Dio tahu kalau keluarganya baik-baik saja. Orang tua Dio sendiri sudah meninggal karena kecelakaan pesawat. Mereka memang sering pergi ke luar negeri untuk rapat dan membahas bisnis. Suatu ketika, Dio mendapat kabar kalau pesawat mereka jatuh. Sejak saat itu Dio dirawat oleh kakeknya. Entah sebagai persiapan atau antisipasi, ayah Dio sudah membuat surat warisan untuk memindahkan semua asetnya ke tangan Dio kalau terjadi sesuatu kepadanya.
"Hm…"
Tiba-tiba penglihatannya berubah.
Itu sangat tidak normal.
Dia bisa melihat banyak sekali data dan informasi seperti sebuah kode dalam program. Itu adalah urutan dan rangkaian angka dan huruf yang dia tidak paham. Selain itu, Dio bisa melihat banyak sekali warna di sekitarnya. Bukan sekedar warna biasa, tapi angin dan ide juga memiliki warna dan bisa dilihat secara fisik. Warna yang dia lihat sangat aneh, ada beberapa warna yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Seluruh dunia terasa seperti sebuah lukisan abstrak di atas kanvas raksasa yang tak terlihat.
Namun Dio tidak merasa pusing. Itu seperti sudah natural sama halnya manusia yang baru lahir bernafas.
Dio sudah bersahabat dengan penglihatan itu. Bagaimana tidak? Itu adalah penglihatan yang dia biasa lihat sebagai Overdrive di dalam Project Quintessence.
[Pemasangan program berhasil]!
[Kapasitas data tersisa 30%]!
[Memasang beberapa program dasar]!
[Berhasil]!
[Membuat kontak dengan A-1 gagal]!
[Membuat kontak dengan Sentra Data Pusat gagal]!
[Membuat kontak dengan Overdrive gagal]!
[Overdrive masuk ke mode hibernasi]!
Itu adalah suara AI yang dia kenali.
Semua itu muncul dengan sangat cepat, tapi Dio berhasil menangkap semua tulisan itu dengan mudah. Dengan pengumuman itu, Dio bisa merasakan kalau dia bisa menggunakan beberapa kekuatan awalnya sebagai Overdrive. Bukannya merasa takut karena dunianya berubah, Dio malah mencoba kekuatan barunya. Dia memang sudah apatis tentang hidupnya sejak dia dilantik menjadi enforcer. Melindungi dan mengamankan adalah tugas utama seorang enforcer.
"Drive: Finger Cannon..."
Dari data dan informasi murni, jari telunjuk Dio berubah menjadi sebuah meriam kecil. Entah mengapa, itu membuatnya tersenyum lemah. Sudah lama sekali sejak dia menggunakan drive lemah itu.
Tok! Tok! Tok!
Pintu depan apartemen Dio berbunyi.
"Cancel Drive."
Dio langsung membatalkan kekuatannya.
"Dio, apa kau sudah bangun? Ayo, berangkat ke sekolah. Aku mau menumpang mobilmu."
"Amelia..."
Dio mengenali suara teman masa kecilnya. Amelia sudah menjadi tetangganya sejak mereka masih duduk di bangku SD. Kebetulan, dia juga pergi ke SMA yang sama dengan Dio dan tinggal di apartemen yang sama. Dio membukakan pintu baginya.
"Dio, kenapa kau belum pakai seragam? Cepat!"
"Sepertinya kau tidak berubah."
Amelia yang dia kenal tetap sama. Dia memiliki wajah cantik yang sama, bentuk tubuh seksi yang sama, dan sifat yang sama. Itu membuat Dio lega. Dia merasa terasingkan di dunia yang tidak dia kenal itu.
"Apaan sih? Gak jelas."
"Tunggu sebentar. Aku juga penasaran dengan dunia ini. Semoga saja ada banyak video gim bagus."
Dio bersiap-siap untuk pergi ke sekolahnya.
Proses itu hanya memakan waktu lima menit.
"Ayo, cabut."
"Ayo! Apa kau sudah belajar?"
"... Haha..."
"... Sudah aku duga sih."
Dio menepuk pundak Amelia.
"Ada hal yang lebih penting daripada ujian di dunia ini."
"Aku setuju, tapi langkah pertama adalah lulus SMA."
Amelia menyingkirkan tangan Dio dan pergi terlebih dahulu ke tempat parkir. Dio hanya bisa pasrah saja. Untuk sementara, tidak ada hal yang bisa dia lakukan selain melakukan observasi. Seperti itu juga cara bekerja seorang enforcer; pantau dan buat keputusan.
Di perjalanan, Dio memperhatikan banyak perubahan. Salah satunya adalah teknologi yang jauh lebih maju. Pada dasarnya, Dio memang hidup di era modern, tapi dunia itu jauh lebih maju. Daya listrik mobil Dio sama sekali tidak berkurang seperti mempunyai energi yang hampir tidak terbatas. Ada banyak robot di jalanan. Beberapa tubuh manusia digantikan oleh besi dan kabel. Itu adalah pemandangan yang asing. Bagian yang paling asing adalah ketika Dio melihat sihir digunakan di tempat umum! Itu seperti what the fuck, di mana ini? Mereka menggunakan program sihir level dasar yang berbeda.
Tunggu sebentar.
Dio baru sadar kalau data yang mereka gunakan berbeda dari yang biasa Dio gunakan. Mereka menggunakan data inferior! Kemungkinan besar buatan Beta Akuarius.
"Dia masih ada di dunia ini."
"Siapa?" Tanya Amelia, merespons pertanyaan Dio.
Dio tersenyum lebar sampai giginya terlihat.
"Beta Akuarius."
Amelia hanya memutar matanya mendengar jawaban itu.
Dio tidak menjelaskan dan melanjutkan perjalanan.