Setelah mandi, baru Yan Xi merasa tenang. Ketika berbaring di tempat tidur, dia tidak bisa berhenti memikirkan kaki Gu Shen.
Dia sangat kuat. Dia tidak mau orang lain mengasihaninya karena kakinya. Dengan keras kepala dia berpikir bisa melakukan semuanya sendirian.
Seperti hari ini, dia lebih memilih kehausan dibanding meminta bantuan Yan Xi.
Akan sangat bagus jika kaki Gu Shen dapat dipulihkan. Dia tidak perlu lagi mendapat tatapan mata aneh dari orang lain. Dan harga dirinya tidak akan hilang karena kakinya ini.
Sayangnya dia tidak bisa membantu Gu Shen dengan operasi saat ini. Dia hanya bisa membantu dengan pijatan dan akupuntur untuk perlahan-lahan menyembuhkannya.
Akan bagus jika guru Zheng Ming ada disini. Meski dia baru melihat Gu Shen untuk pertama kalinya, dia pasti akan bisa mengoperasinya.
Yan Xi merasa sedih, ketika memikirkan mentornya.
Dia juga tidak tahu, saat ini di dunia nyata, apakah dia menghilang secara tiba-tiba, karena terjadi sesuatu padanya, atau ada orang lain yang menggantikannya.
Dia harap itu bukan kemungkinan yang pertama. Dia tidak mau gurunya itu mencarinya kemana-mana.
Pikiran Yan Xi sangat kacau, tapi dia tidak bisa menahan rasa kantuknya akhirnya dia tertidur.
Dia tertidur dengan nyenyak. Tapi Yan Dong dan Luo Yun terjaga semalaman.
Luo Yun ditampar dua kali di pipi kirinya. Membuat pipinya jadi bengkak dan terasa sakit. Dia tidak bisa tidur sama sekali.
Yan Dong menghela nafas di sebelahnya. Merasa kesal karena dia tidak memperhitungkan Gu Shen dulu sebelumnya.
Menantu emas sepertinya bisa membawa keluarga Yan ke level yang lebih tinggi. Tapi dia hanya menganggap Gu Shen sebagai anak buangan dari keluarga Gu. Meskipun begitu tapi perlakuannya pada menantunya ini juga tidak bisa dianggap buruk.
Jika seperti ini, dia bisa menyanjung Gu Shen dan meminta bantuannya untuk menegosiasikan beberapa proyek besar untuknya.
Tapi di satu sisi Yan Xi berusaha memutuskan hubungan dengan keluarga Yan. Dan sudah jelas dia tidak akan mau membantunya.
Yan Dong menggertakkan giginya. Demi Gu Shen dia tidak bisa melepaskan Yan Xi.
***
Jam enam pagi, Gu Shen membuka matanya, memijat alisnya, sambil duduk di ranjang menunggu Gu Yi menolongnya.
Lima menit kemudian, Gu Yi muncul di pintu. Dia mengetuk pintu kemudian masuk untuk membantu Gu Shen duduk di kursi roda.
"Saya sudah mempelajari keadaan Jin Sen. Orang lain yang ingin membeli tanah itu adalah Sheng Huai. Dia menawarkan 340 juta untuk tanah itu." Harga ini 100juta lebih banyak dibandingkan kontrak dengan Gu Shen. Pantas saja Jin Sen mau membayar ganti rugi kontrak.
"Apa yang mau mereka lakukan dengan tanah itu?"
"Saya kurang jelas. Mungkin membangun taman bermain."
Gu Shen mengangguk, kemudian memberi instruksi, "Kirim orang untuk mengawasi keluarga Yan. Jika ada pergerakan dari mereka, kabari aku."
"Baik."
Pada pukul sembilan, Yan Xi turun. Dia menguap sambil berjalan perlahan ke ruang makan.
Di sebelah wastafel, dua pelayan berbisik.
"Kemarin sepertinya ada yang menerobos masuk dan mencuri di dapur. Tapi pencuri ini sangat bodoh."
Yan Xi menajamkan telinganya. Benarkah? Dia sepertinya tidak melihat pencuri kemarin malam.
"Ya kan?" Pelayan lainnya merespon, "Dia tidak tahu bagaimana cara memasak pangsit, dan membuang-buang pangsit enak buatan pelayan Lan." Kenapa pencuri ini terdengar familiar?
"Jangan membicarakannya lagi. Pelayan Lan akan sangat marah jika melihat ini. Siapa sangka masih ada yang tidak bisa memasak pangsit jaman sekarang."
Yan Xi seperti merasa hatinya ditusuk pisau beberapa kali. Dia berjalan diam-diam ke belakang mereka lalu melihat nama mereka.
Xiao Lan, Xiao Yue.
Yan Xi diam-diam berencana menyuruh kedua orang itu memasakkan pangsit untuknya lalu mencari-cari kesalahan mereka.
Sebelum dia menjalankan idenya ini, dia sudah dipanggil oleh Gu Shen.
"Kakek ingin kita pulang ke rumah akhir pekan ini. Kamu harus bersiap-siap."
"Oke." Yan Xi berkata, "Aku juga perlu bantuanmu."