"Apa itu istri presdir Gu?" Seorang wanita dengan rok panjang bertanya, "Tidak kusangka presdir Gu sudah menikah."
"Sepertinya dia istri yang dimanjakan. Dia akan menelepon jika suaminya belum pulang untuk makan malam." Orang di sebelahnya bercanda, "Presdir Gu sudah terjerat."
"Aku harap nyonya akan menelepon setiap hari, hingga membuat rapat ditunda setiap hari. Rambutku sudah hampir rontok semua."
***
Lebih dari satu jam saat Gu Shen sampai di rumah. Langit sudah gelap. Untuk pertama kalinya dia merasakan perasaan menantikan diri pulang ke rumah.
Begitu dia masuk, dia melihat Yan Xi sedang berbaring di sofa dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Hingga hanya kepalanya saja yang terlihat.
Dia mendengar kedatangan Gu Shen kemudian langsung membuka matanya perlahan.
"Kamu sudah pulang." Dia berdiri, "Baguslah, ayo makan."
"Kamu belum makan?"
Yan Xi dengan santai berkata, "Aku menunggumu."
Gu Shen berhenti, lalu melakukan hal yang jarang sekali dia lakukan, yaitu memberi penjelasan pada Yan Xi, "Tadi di jalan macet."
"Tidak apa-apa. Aku juga tak ada kerjaan di rumah." Yan Xi berjalan ke sebelah Gu Shen, tiba-tiba tersadar, "Apa kamu menjelaskan semua ini padaku?"
"Hm."
Yan Xi seketika tertawa. Matanya jadi seperti bulan sabit, karena cahaya di matanya, terlihat sangat indah.
Gu Shen menatapnya, dia merasa Yan Xi ini sangat mudah tertawa.
Dia berpikir kemudian mengatakan, "Gu Er akan memberikan jadwalku padamu nanti. Tak perlu menungguku jika terlalu malam."
"Bagaimana jika aku mau bertemu denganmu?"
"Kamu bisa membuat janji dengan Gu Er selain di waktu yang ada di jadwal."
Yan Xi ingin tertawa karena marah setelah mendengar ini. "Buat janji? Apakah Presiden Li, presiden Wang, Liliyana juga harus membuat janji saat ingin menemuimu?"
"Ya. Tapi aku belum tentu setuju."
"Apakah kamu akan langsung setuju saat aku membuat janji temu?"
Gu Shen masih tidak menyadari ada yang salah, "Tidak juga. Tergantung apakah ada hal lain pada waktu itu."
"Tuan Gu." Yan Xi berdiri di depan Gu Shen, menunduk sedikit hingga matanya setara dengan Gu Shen. "Aku rasa mungkin kamu lupa. Aku adalah istrimu, orang yang paling dekat denganmu. Bukan presiden Li, presiden Wang yang tidak ada hubungan apa-apa denganmu."
"Jika aku ingin menemuimu, harusnya aku mengirimimu pesan, menelponmu, bukannya membuat janji dengan Gu Er."
Gu Shen merasakan ada yang salah, "Kalau begitu suruh Gu Er…"
Yan Xi menyelanya, "Tak perlu Gu Er. Apa tidak bisa aku langsung menghubungimu?"
"Bisa." Gu Shen menjawab, "Aku akan sebisa mungkin membalasmu."
Yan Xi merasa tidak berdaya. Orang macam apa presiden Gu-nya ini? Dengan santainya dia membuat pembahasan romantisnya ini ke suasana kerja.
Membuatnya ingin marah.
Gu Shen membuka ponselnya, menempatkan nomor Yan Xi di paling atas.
Yan Xi makan dengan pelan karena luka di rahang atasnya. Dia terus menerus mengernyitkan dahi.
"Hari ini sudah minum obat?"
Yan Xi menggeleng, "Obatnya pahit. Lebih baik kesakitan. Lagipula, ini akan sembuh dengan sendirinya."
"Lain kali suruh koki memasak makanan yang lebih lembut dan suruh dia memotongnya kecil-kecil."
"Oke."
Di dapur belakang, Xiao Lan menggambarkan adegan mengejutkannya di depan Xiao Yue.
"Aku ketakutan sekali tadi. Siapa sangka nyonya akan bangun di tengah malam, memasak dan memakan pangsit. Dia pasti sudah mendengar apa yang kita katakan saat itu."
Xiao Yue juga berpikir, "Lalu kenapa dia tidak mempersulitmu dan tidak mengusir kita berdua keluar?"
"Mungkin mau menyiksa kita pelan-pelan dulu." Xiao Lan menangis dengan getir, "Aku tidak berani bicara sembarangan lagi. Siapa yang tahu nyonya sangat bodoh dan tak tahu cara memasak pangsit."