Berlanjut.
Ruangan Sains-nya berhasil dibuka. Saat itu juga terdengar suara Nerisha yang menjerit. Hingga semua orang menjadi panik. Mereka berbondong-bondong untuk masuk, termasuk Orion yang berlari terlebih dahulu ke dalam.
"Nerisha!"
Orion tiba terlebih dahulu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat Nerisha duduk tersungkur di sana.
"Nerisha, kamu baik-baik saja?"
Dia mendekap Nerisha yang tampak syok. Bagaimana dia tidak lemas? Di depan matanya terlihat seseorang yang tergeletak di atas lantai, dengan tubuhnya yang tengkurap disertai cairan berwarna merah yang tercecer di mana-mana.
"Ada apa? Mengapa kamu berteriak?" Guru Sains itu akhirnya tiba, belum sempat berkata lebih jauh dia sudah dikejutkan dengan sesosok tubuh yang tengkurap.
"Astaga, ada mayat. Bagaimana bisa terdapat mayat di ruangan ini?"
Dia sama ikut terkejutnya dengan Nerisha yang sudah lebih dahulu melihat jasad tersebut. Gadis manis 18 tahun itu merasa lemas di sekujur tubuh seperti ada yang membeban di bahunya. Bukan hanya dirinya saja, tetapi Orion serta Guru Sains mereka merasakan hal serupa.
"Astaga, Bapak. Bagaimana bisa ruangan ini ada mayatnya? Apa dia murid dari sekolah kita? Jika dilihat dari seragam yang dipakainya, dia adalah murid sekolah ini," salah seorang murid bertanya pada pria berstatus Guru tersebut.
Mayat yang ditemukan ini memang jelas memakai seragam yang sama seperti para murid-murid di sini. Namun, mereka belum mengetahui siapa murid itu sebab wajahnya belum terlihat.
Semua yang hadir membicarakan tentang penemuan jasad tersebut. Banyak dari mereka yang mengambil gambar jasad itu untuk meramaikan postingan media sosial mereka masing-masing.
Di antaranya tidak ada yang merasa risih atau semacamnya. Tampak tidak ada yang takut, hanya sedikit merasa jijik saat melihat darah yang tercecer di lantai.
Jika mereka menganggap itu biasa-biasa saja, lain halnya denganNerisha yang menemukan itu pertama kali, tampak masih syok dan tidak menyangka, bahwa sesaat memasuki ruangan dirinya harus disambut dengan jasad manusia.
"Kamu baik-baik saja, Nerisha? Aku bantu kamu berdiri, ya."
Orion dengan setia berada di sisi Nerisha, membantunya untuk bangkit. Bahkan dia tidak malu untuk menunjukkan perhatiannya pada Nerisha di hadapan semua orang.
"Iya, aku baik-baik saja. Terima kasih karena sudah membantuku."
Nerisha bangun dengan dibantu Orion. Kakinya memang sudah kuat, tetapi tidak bisa seutuhnya menopang tubuh mungilnya.
Orion terlihat seolah sedang mendekap Nerisha dengan begitu dekat. Bahkan dia memapah Nerisha untuk meninggalkan ruangan.
Perlahan dan pasti, meski hanya bisa melangkah satu dua langkah, tetapi mereka hampir meninggalkan kelas. Namun, sebelum berhasil keluar Nerisha merasa tubuhnya semakin berat, sampai gadis itu pingsan di pelukan Orion.
"Ne-Nerisha!"
Orion berusaha menahan Nerisha agar tidak jatuh ke lantai, sampai beberapa orang mendatangi keduanya.
"Kenapa? Apa dia pingsan?" Guru Sains mereka bertanya cemas ketika mendapati salah satu muridnya yang tiba-tiba saja tidak sadarkan diri.
Semua yang ada di sana ikut panik juga. Sebagian berpikir bahwa batin Nerisha mengalami guncangan hebat, yang mengakibatkan dia pingsan.
Dapat dikatakan banyak orang yang merasa kasihan. Namun, tidak ada dari mereka yang mau membantu sampai akhirnya Orion mengambil tindakan sendiri. Secara jantan dia menggendong Nerishadengan kedua tangannya. Bahkan tanpa ada yang membantu, Orion sendirilah yang segera membawa Nerisha menuju klinik guna menjalani perawatan. Sedangkan yang lain hanya bisa memperhatikan, dan mengambil gambar seenak mereka saja. Tanpa memikirkan tentang kondisi Nerisha yang syok berat itu.
Sebaliknya, terdengar mereka bersorak-sorai melihat kepedulian luar biasa Orion terhadap Nerisha, yang menandakan terjalin hubungan spesial di antara keduanya.
Para muda-mudi yang ada di sana menganggap Orion seperti Superhero yang sedang menyelamatkan nyawa wanitanya.
Tanpa banyak kata Orion pergi dengan menggendong Nerisha. Hal tersebut memantik kecemburuan Nana yang juga melihat itu semua.
Dia tampak tidak suka, bahkan hatinya merasa kesal karena sikap Orion lebih memerhatikan Nerisha daripada dirinya.
"Ah, kenapa harus dia lagi? Kau, memang hanya melihat dia saja!"
Nana mengumpat kesal, hatinya terbakar dan memutuskan untuk pergi dari sana. Dia tak mau berlama-lama karena itu membuatnya merasa sesak. Ada banyak orang yang menyaksikan Nana pergi dan menduga bahwa gadis itu cemburu akan kedekatan Orion dengan Nerisha.
*****
Dari tempat yang berbeda, di dalam UKS. Kondisi Nerisha masih belum sadarkan diri. Gadis itu masih terbaring lemas di sana, terlihat juga salah satu tangannya terpasang selang oksigen.
Orion terlihat begitu setia di sisi Nerisha untuk mendampinginya. Bahkan, Orion tanpa rasa ragu menggenggam tangan Nerisha begitu erat. Wajahnya juga tampak sendu dan mulai berkaca-kaca.
Tak berselang waktu lama, akhirnya Nerisha tersadar juga. Perlahan gadis berponi itu mulai membuka mata dan yang dilihatnya pertama kali adalah Orion.
"Nerisha!" sontak itu memantik rasa antusias Orion untuk kembali bersemangat, tanpa mengurangi senyuman yang menghiasi di bibir.
"Aku akan panggilkan Dokter. Kau jangan banyak bergerak dulu," pesan Orion demikian, setelah sadarnya Nerisha.
Namun, sebelum Orion bertindak lebih jauh Nerisha menarik tangan guna menghentikan pemuda itu untuk pergi. Tatapan Nerisha begitu sendu seakan-akan tidak ada jiwa yang bersemayam.
"Tidak usah," setidaknya itu yang Nerisha katakan dan membuat Orion terdiam. Karena Nerisha yang meminta, akhirnya mau tidak mau Orion menurut juga. Dia duduk kembali di kursi yang sudah tersedia di sana.
"Bagaimana dengan keadaanmu? Apa yang kamu rasakan tadi, sampai tak sadarkan diri seperti ini? Pasti kau lupa sarapan, iya 'kan?"
Orion begitu mencemaskannya. Terlihat jelas dari raut wajahnya, dan Nerisha sangat menyadari hal tersebut.
"Keadaanku sudah lebih baik. Aku hanya merasa sedikit pusing saja tadi. Mungkin aku terlalu syok saat melihat mayat di ruang itu," papar Nerisha dengan begitu meyakinkan, dan seperti katanya tadi. Karena kepala terasa pusing, membuat dia terus memegangi bagian yang terasa sakit dan seakan-akan dunia sedang berputar.
"Sebaiknya kamu pulang saja Nerisha. Aku akan meminta izin kepada guru agar mengizinkan kamu untuk beristirahat di rumah andai dilanjut, aku yakin kamu tidak akan kuat."
Orion selalu benar dalam hal berkata. Memang sepatutnya Nerisha beristirahat di rumah, guna mengembalikan kondisi serta kesehatannya.
"Iya, baiklah. Aku akan beristirahat di rumah. Namun, sebelum itu terima kasih karena sudah mau menolongku, Orion."
"Sama-sama. Kau tidak perlu berterima kasih seperti itu. Sudah menjadi kewajibanku untuk menolong dan membantu. Aku tidak akan membiarkan dirimu terluka lagi."
Janjinya pada seorang gadis. Ungkapannya begitu serius dan menusuk sampai ke lubuk hati terdalam Nerisha.
Keduanya saling menatap satu sama lain. Mungkinkah ada perasaan yang dipendam oleh Orio terhadap sosok gadis bernama Nerisha itu?
Entahlah, sampai sekarang Orion tidak pernah jujur dengan perasaannya sendiri. Bahkan sejauh ini Nerisha hanya menganggap Orion sebatas sahabatnya saja. Tidak lebih dari itu.
"Mari, aku akan membantumu!"
Kembali Orion menunjukkan perhatiannya yang besar. Namun, Nerisha hanya tersenyum kecil sebagai balasan atas uluran tangannya.
Nerisha menggapai tangan Orion dan hatinya takbada getaran apa pun seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu, Nerisha menganggap ini sebagai hal yang biasa-biasa saja.
Nerisha menurunkan kedua kakinya dari ranjang dan juga melepaskan selang oksigen yang terpasang di antara jari-jemarinya tersebut.
"Terima kasih karena sudah mau membantuku, Orion andai tidak ada dirimu, mungkin aku akan sangat kesulitan untuk bergerak."
"Tidak masalah," sementara Orion sendiri membalasnya dengan senyuman kecil sebagai ciri khas dirinya yang selalu mengumbar senyum. Nerisha berjalan perlahan dibantu Orion di sisinya.
"Maafkan diriku karena tidak bisa mengatakan yang sesungguhnya padamu untuk sekarang. Sebenarnya aku ingin menceritakannya. Namun, ini masih menjadi rahasia, apa bila waktunya sudah tepat, aku akan mengatakan semuanya padamu, Orion," batin Nerisha.
Nerisha tersenyum pahit. Akan tetapi, Orion tidak mempedulikannya. Hatinya terus berkata, meski cintanya tidak terbalaskan setidaknya Nerisha bahagia.
Keduanya pergi secara bersama-sama dari klinik tersebut. Dengan kejadian ini membuat hubungan di antara keduanya kian dekat.
Ketika Nerisha dan Orion semakin mesra, maka lain dengan Nana. Dia yang sejak awal sudah membenci Nerisha, tanpa sengaja melihat Orion sedang berdua dengan gadis lain, yaitu Nerisha.
Gadis manis anak kepala Yayasan itu merasa marah, kesal dan juga geram akan kedekatan yang terjalin antara Orion serta Nerisha, yang sekarang mengumbar kemesraan secara terang-terangan.
Nana menatap Dingin Nerisha penuh kemarahan, seakan-akan dia ingin menerkam gadis berponi itu.
Setelah berdiri di sana untuk waktu yang tidak singkat. Nana memutuskan pergi dari tempat tersebut, walaupun menelan pil pahit.
Tanpa berkata atau pun menegur Nana sudah tidak terlihat. Dia membawa perasaan kesal, kecewa, dan geram di dalam lubuj hatinya
Nana tidak bisa menyembunyikan rasa sesak di dalam jiwa, yang terus-menerus menggerogoti hatinya. Penyebabnya hanya satu orang, yaitu Nerisha.