Berbeda Kasta
Bianca terdiam membatu, perempuan itu duduk di sisi ranjang setelah pengakuan Elfata pada sore hari membuat jantungnya memompa dengan cepat.
Bagaimana tidak, Bianca tidak menyangka jika pria itu menyukai dirinya. Akan tetapi perbedaan kasta membuat Bianca tidak bisa menerima Elfata sebagai kekasihnya.
"Kamu bodoh, Bianca!" seru Nona, sang mam begitu murka ketika mendengar penolakan dari anak perempuan nya.
"Ma, kita itu berbeda kasta dengan Elfata. Aku tidak mau menjadi bahan bullyan." Bianca masih tetap dalam pendiriannya.
"Halah, orang lain kamu dengarkan! Mama capek hidup susah terus Bi ... Kamu harapan satu-satunya mama, jika kamu tidak menerima Elfata. Mama mau menghubungi ayahnya Arga!" ancam sang mama membuat Bianca menatap wanita setengah paruh baya itu.
Bianca tidak suka jika sang mama menyebutkan ayah dari anaknya yang lepas tanggung jawab, juga membiarkan sang anak dalam kesusahan.
Bianca seorang diri membesarkan juga merawat Arga hingga pria kecil itu saat ini tengah berusia 5 tahun, hanya bersama sang mama lah Bianca hidup seadanya.
Janda anak satu itu berjanji pada sang ibunya jika dia bisa memberikan apa yang di minta oleh Nona, tanpa harus dia menikah ataupun dekat dengan Elfata.
Namun, Nona bersikukuh dia ingin memiliki menantu orang kaya seperti menantunya terdahulu. Sayangnya pernikahan anaknya harus kandas di tengah jalan.
***
Elfata kini berada di rumah mewah milik kedua orang tuanya. Laki-laki bukan tak mau memiliki rumah sendiri hanya saja sang ibu yang memang tinggal seorang diri membuat Elfata ingin berada di dekatnya.
Riki yang sudah di anggap saudara laki-laki oleh Elfata, pria jangkung itu pun tinggal bersama mereka.
Hingga Dona tidak merasa kesepian.
"Ki! Lo ngomong apa sih sama Bianca," tanya Elfata di meja makan, membuat sang mami mengerutkan kedua alisnya.
"Eng-ga. Gue gak ngomong apa-apa kok." jawab Riki terbata.
"Gak mungkin ada asap! Kalau tidak ada api." cetus Elfata, pria tampan itu berlalu dari meja makan. Melengos malas.
Dona menoleh pada Riki, pria jangkung itu tahu apa yang di pikirkan wanita paruh baya yang sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri.
Riki menceritakan pada Dona perihal perempuan yang bernama Bianca.
Sementara El, berada di luar balkon kamarnya di lantai dua. Menatap langit malam begitu gelap namun terlihat terang dari cahaya lampu rumah-rumah seperti miniatur.
Bertelanjang dada hanya menggunakan celana panjang tidur, serta kopi kesukaannya ia bawa.
Memikirkan seorang perempuan berstatus Janda, mampu membuat Elfata begitu menggilainya.
Dari luar pintu terdengar Riki mengetuk kamar Elfata, tapi pria itu terlanjur sakit hati dengan sahabat yang sudah dia anggap sebagai saudaranya.
Tidak suka ikut campur untuk hal pribadinya.
Riki yang memang tahu betul sifat sahabat tapi bosnya itu, dengan senang hati dia akan menjelaskan walau hanya dari luar kamar.
"El! Gue terlalu sayang sama lo ... Gue gak mau kejadian 7 tahun yang lalu terulang kembali. Terserah lo mau maafin gue atau enggak yang pasti gue hanya ingin yang terbaik buat lo, El!" jelas Riki.
Tak mendengar jawaban apapun dari Elfata. Riki kembali ke kamarnya dan sejujurnya pria jangkung itu tidak bermaksud untuk ikut campur dalam urusan pribadi.
Keesokan paginya, Elfata sudah lebih dulu bersiap akan ke kantor. Akan tetapi sang mami kini menatap El dengan tatapan yang serius membuat El, bertanya.
"Ada apa, mam?" tanyanya.
"Jauhi, perempuan itu!" bak di sambar petir, Elfata merasa jika Riki telah menghasut wanita yang telah melahirkannya.
Tak menjawab perintah dari wanita yang sangat dia sayangi, memilih untuk segera berlalu dari hadapannya menghindari pertengkaran di pagi hari.
"El! Dengarkan mami." wanita itu berteriak, namun Elfata seakan tidak peduli. Bahkan sekedar pamitan pun putranya tidak lakukan.
Bukan dia tidak menghormati sang ibundanya lagi, hanya saja dia tidak suka jika ada orang yang menghasut atau pun ikut campur dalam urusan pribadinya.
Selama dalam perjalanan menuju kantor, Elfata tidak bisa berhenti memikirkan Bianca. Perempuan itu terlalu spesial di mata El, hingga dia sangat tergila-gila terlebih laki-laki itu sangat menyayangi Arga anak semata wayang Bianca.
Setibanya di loby El melihat jika Bianca di olok-olok oleh sesama karyawan. Para karyawan itu merasa tak terima jika Bianca bisa dekat dengan Elfata, presiden direktur.
"Hentikan!" teriak Elfata membuat semuanya menoleh.
"Saya tidak suka jika di kantor saya ada perundungan!" dengan segera mereka membubarkan diri.
Bianca, menjauhi Elfata namun pria itu mengejarnya. Dengan cepat Elfta meraih lengan Bianca hingga perempuan itu memberontak. Sekuat tenaga Elfata menggenggamnya dan akan membawa keruangan.
Menekan tombol lift menuju lantai dua puluh, dimana ruangan dirinya berada.
"Pak! Saya mau berhenti kerja dari sini, tolong jangan memperberat saya untuk keluar dengan uang 5 juta." ujar Bianca setelah sampai di ruangan sang presiden direktur.
"Saya tidak akan meminta uang itu, asalkan kamu mau menikah dengan saya, Bianca." jelas Elfata. Pria itu sedikit licik rupanya.
"Apa!" kaget bukan main, Bianca tidak menyangka jika Elfta tega melakukan hal itu pada dirinya.
Bianca menggelengkan kepala berusaha untuk keluar dari ruangan tersebut, tidak peduli dengan jumlah uang yang harus dia bayar.
Bianca berhasil keluar dari ruangan Elfata, dia tidak akan kembali bekerja di kantor itu lagi. Bianca menangis hingga Riki melihat semua dengan jelas.
Ada rasa penyesalan dari dalam hatinya.
Pria jangkung itu mengikuti kemana langkah Bianca pergi.
"Bianca?" panggil Riki, perempuan cantik itu menoleh. Mengerutkan kedua alisnya menatap dengan heran.
"Iya, pak." jawabnya.
"Jangan panggil gue bapak, gue belum setua itu." ucap pria jangkung tersebut seraya terkekeh, "Gue Riki." mengulurkan lengannya untuk berkenalan.
Bianca terdiam, satu detik kemudian menjabat lengan pria jangkung itu.
"Ini kan belum jam pulang kantor, lo kenapa keluar?" tanyanya kemudian.
"Aku mengundurkan diri." jawab Bianca dengan cepat. Melihat ponselnya merasa kesal dengan ojek online yang dia pesan sedari tadi belum kunjung juga.
Mendengar perkataan itu Riki semakin di buat menyesal dan ia mengajak Bianca untuk sekedar bercerita di kopi shop dekat dengan kantornya.
Bianca tahu, orang yang bersama dengan dirinya memiliki jabatan tinggi di kantornya hingga dia bisa seenaknya itu untuk bekerja.
Perempuan itu tidak peduli jika banyak pasang mata karyawan lainnya yang menggosipkan dia tengah bersama pria yang berbeda.
Bianca juga baru berkenalan dan Riki memanglah sangat berbeda dengan Elfata, pria jangkung itu membuat Bianca nyaman walaupun mereka baru bertemu.
Terlihat dari cara bicara mereka, seolah sudah berteman lama.
"Jadi lo di bully, sama semua karyawan perempuan di kantor?"