Setelah duduk mereka langsung menyalami Samsiah.Para Warga yang datang melayat pun segera mendekat, Penasaran. Ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi.
"Selamat malam ibu"
"Malam juga,Pak.Apa yang terjadi dengan suami saya pak" Dengan raut muka pasrah.
Samsiah menyambut uluran tangan ketiga orang tersebut
"Ibu yang tabah yah" Pak Kades menyahut. Sambil menepuk nepuk punggung Samsiah. Sebagai Kepala Desa dia tidak menyangka ada warganya yang berbuat pidana, Mencuri di Desanya sendiri. Apalagi dia termasuk warga pendatang.
"Coba jelaskan ,apa yang terjadi" Kata Samsiah penasaran bingung dengan semua kejadian ini. Samsiah memandang ketiganya secara bergantian.
Seorang polisi angkat bicara.
"Suami ibu meninggal karena di keroyok masa"
"Apa salah suami saya pak?, Kenapa mereka membunuh Suami saya?" Tanya Samsiah dengan suara bergetar.
"Kronologinya Bapak Mustofa ketahuan sedang mencuri kotak amal mushola" Polisi satunya menjelaskan.
"Saat dia mencoba mencongkel dan membuka gembok kotak tersebut ternyata perbuatannya terlihat oleh seorang warga ,hingga dia memanggil warganya lainnya ,Akhirnya Mustofa di gebuki rame rame oleh warga. Lantas dia di bawa ke Rumah sakit namun Tuhan berkehendak lain" Urainya panjang lebar.
"Benarkah itu Pak?" Samsiah mencoba memastikan apa yang dia dengar itu salah.
Di belakangnya terdengar tetangganya saling berbisik mendengar penuturan Polisi barusan.
"Ternyata Mustofa maling, Saya tidak menyangka" Kata yang lain.
"Di Perusahaannya dia Korupsi, Di desanya malah mencuri kotak amal " Ucap yang lain menimpali.
"Kasihan Raminah,Melahirkan anak seperti itu"
Suara suara sumbang dari warga desa itu terus terngiang di telinga Samsiah. Bagaikan dengungan ribuan lebah...
"Itu semua bohong...!!!" Teriak Samsiah.
"Suamiku bukan pencuri"
Samsiah ingat Mustofa Suaminya pagi tadi mengatakan akan mencari uang tambahan buat modal jualan, Mustofa mencium keningnya lalu pergi. Rupanya itulah kecupan terakhir dari Mustofa, Samsiah tidak pernah menyangka Suaminya hidupnya akan berakhir tragis karena berbuat nista.
"Mencuri kotak amal mushola"
Sebuah hukuman sosial pasti akan mereka terima, membuat Samsiah tak bisa berpikir lagi. Pandangannya berkunang kunang, lantas dia pun pingsan.
Seorang perempuan setengah baya mendekat dan segera mendekap tubuhnya.
"Samsiah bangun Nduk" Ujarnya lirih. Dengan cekatan Ia mengoleskan minyak kayu putih di bawah hidung Samsiah,membuat Samsiah segera tersadar dari pingsannya.
Samsiah mengerjapkan matanya sebentar,sinar lampu yang begitu terang membuat matanya harus segera beradaptasi.
Lantas Samsiah duduk.
Sinar lampu yang terang,orang orang yang berkerumun di hadapannya sudah cukup menyadarkan ingatannya. Karena dia tahu lampu ruang tamu di rumahnya sehari hari hanyalah sebuah lampu pijar 5watt ,bukan lampu TL puluhan watt.
"Kamu sudah sadar Nduk"
Samsiah mengangguk.
"Terima kasih Binari" Ucapnya kemudian.
"Aku harus kuat,Aku harus bangkit" Samsiah menengadahkan pandangannya.
Terlihat Kepala Desa dan kedua Polisi itu masih duduk di hadapannya.
"Maaf ya Pak" Ujar Samsiah sambil menangkupkan kedua tangannya di dada.
"Tidak apa apa Ibu, Kami paham dan mahfum kok" Ucap Kepala Desa tersenyum.
"Kalau begitu kami bertiga pamit dulu,nanti Pak Sodik sebagai Ketua RT di sini yang akan mengurus keperluan jenazah "
Mereka bertiga pun bangkit dan menyalami para pelayat sebelum pergi berlalu meninggalkan rumah duka.
Samsiah hanya mengantar kepergian mereka di depan pintu,karena seseorang memanggil namanya.
"Samsiah kesini sebentar" Ternyata Raminah sudah reda tangisnya.
Terlihat olehnya ibu mertuanya tersebut berbicara dengan seorang lelaki,tampak juga Binari mendampingi di sebelahnya.
"mungkin dia itu Pak Sodik" Gumamnya lirih,sebagai warga Desa yang baru 2 bulan menetap di sini Samsiah belum begitu kenal dengan tetangganya. Bukan karena Samsiah anti sosial tapi kesibukannya mengurus Aisyah, Anaknya membuat Samsiah merasa tidak ada waktu.
"Duduk sini Nduk" Raminah menunjuk ke sampingnya,Samsiah pun menggeserkan tubuhnya di sampingnya.
"Ini Samsiah menantu saya Pak" Raminah memperkenalkannya pada lelaki tersebut.
"Saya Sodik Ketua RT di sini" Sambil mengulurkan tangannya. Samsiah segera menyambut uluran tangan Sodik, bersalaman.
"Saya sebagai Ketua RT,hanya menyampaikan amanat dari Pak Kades. permintaan maaf dari warga desa atas kejadian ini "
Samsiah hanya mengangguk lemah.
"Tidak apa apa Pak ,saya sebagai istrinya sudah ikhlas menerima semua kejadian ini" ucapnya dengan lirih,toh semuanya sudah terjadi mau bagaimana lagi.
"Terima kasih Bu" Jawab Sodik dengan getir.
"Ibu Raminah sendiri bagaimana?" Tanya Sodik ke Raminah.
Raminah menghela nafas sebentar lantas berkata"Saya sudah mengikhlaskannya Pak RT"
"Alkhamdulillah" Jawab Sodik penuh kegembiraan. Jawaban mereka berdua sungguh di luar dugaannya, awalnya dia berpikir keluarga Mustofa tidak menerima tindakan main hakim sendiri dari warga desa,makanya saat di serahi tugas oleh Pak Kades Sodik sempat was was takut mereka berdua akan menuntut atas kematian Mustofa.
"Terima kasih,besok pagi jenazahnya akan kami kebumikan,untuk acara tahlilannya Ibu berdua tidak usah khawatir semua biaya di tanggung pihak desa sampai acara 1000hari " Sambung Sodik dengan wajah cerah.
"Pak RT bisa di mulai sekarang baca surah yassinnya?" Ucap seorang pria yang berdir di sampingnya. Di lihat dari pakaiannya yang memakai sarung ,berpeci hitam dengan sorban di lilitkan di lehernya mungkin dia Ustadz yang biasa mengajar dan jadi imam masjid.
Sodik menoleh ,dengan segera ia berdiri menyalami orang tersebut.
"Silahkan Pak Ustadz "Ucapnya dengan ramah.
"Bu Raminah ini Ustadz Rhomadlon yang akan membaca yassin sampai jenazah Mustofa di kebumikan"
Raminah hanya mengangguk,tangannya menyenggol tubuh Samsiah.
Samsiah yang mengerti isyarat dari mertuanya,langsung berkata.
"Silahkan Pak,Dengan senang hati"
Dengan di iringi beberapa warga desa,Ustadz Romadlon segera duduk di depan jenazah, lantas mereka membuka Al qur'an yang di bawa dari rumah. Tidak berapa lama kemudian terdengar suara surah yassin bergema di ruangan tersebut.