Chereads / Membenci Rasa Cinta / Chapter 5 - Perkenalan

Chapter 5 - Perkenalan

"Halo semuanya. Perkenalkan sekali lagi, nama saya Kevin Naim. Kali ini kita akan ke sesi memilih kelompok."

Seketika Ratu menoleh pada Athalla. Ternyata apa yang dikatakan cowok itu ada benarnya juga. Mereka pasti akan disuruh membuat kelompok.

"Sebelum saya beritahu gimana cara memilih kelompoknya, saya akan mempersilakan kakak-kakak panitia yang lain untuk berbaris dulu di depan sini," kata Kevin.

Panitia pun berbaris sambil membawa sebuah papan nama yang masih mereka sembunyikan apa tulisannya. Tidak semua panitia berbaris, hanya ada sepuluh orang yang ada di depan sana.

"Cara kalian memilih kelompok dengan cara mengambil undian yang akan dibagikan oleh panitia. Tolong untuk panitia yang bertugas, sudah bisa menyebar sekarang," perintah Kevin.

Panitia yang tidak berada di depan pun keliling membawa kotak berisi kertas yang akan diambil oleh masing-masing mahasiswa. Begitu ada panitia yang menghampirinya, Ratu pun mengambil salah satu kertasnya. Lalu dia melihat isinya.

"Nomor tiga," gumam Ratu.

"Lo nomor tiga?" tanya cowok yang duduk di sebelah Ratu.

Ratu mengangguk dan Yudis sambil tersenyum dia membalikkan kertas yang ada di tangannya. Ternyata, Yudis juga berada di kelompok yang sama dengan Ratu. Mata Ratu lalu melirik ke arah Athalla. Dia penasaran cowok itu mendapatkan nomor berapa.

Hal itu, terjawab saat panitia yang ada di depan memperlihatkan papan nama yang mereka bawa. Sudah bisa ditebak kalau papan nama itu berisi angka dan yang pasti panitia itulah yang menjadi titik kumpul para anggota.

"Bagi yang sudah mendapatkan nomornya, silakan berkumpul dengan panita yang memegang nomor yang sama," tutur Kevin.

Panitia yang memegang nomor tadi pun berpencar mencari ruang yang luas agar lebih nyaman saat berkumpul.

"Yuk, kita gabung," ajak Yudis.

Ratu mengangguk dan mengikuti cowok itu saja. Kemudian dia berjalan beriringan dengan Yudis. Sedangkan matanya terus mencari di mana keberadaan Athalla.

Sejak diumumkan bisa berkumpul sesuai dengan nomor yang didapat suasana di aula menjadi riuh. Orang-orang jadi berseliweran mencari teman kelompoknya. Tidak kecuali juga Athalla yang mungkin sedang mencari kelompoknya.

Sampailah Ratu dengan panitia yang memegang angka tiga. Anggota kelompok mereka sembilan orang, terdiri delapan orang cewek dan satu cowok. Ya, hanya Yudis yang cowok di kelompok tiga ini.

Sosok cowok lain yang ada di kelompok tiga adalah panitanya. Dia adalah orang yang tadi sibuk mencari Kevin si penanggung jawab acara. Kalau tidak salah dengar, namanya Prima.

"Baik, karena semuanya sudah berkumpul dan lengkap. Kita langsung mulai aja. Sebelumnya perkenalkan nama saya Prima Pangestu, kalian bisa panggil Prima. Untuk tugas pertama, saya mau kalian perkenalkan nama kalian masing-masing ya," pinta Prima.

Setiap anggota kelompok saling memperkenalkan nama masing-masing. Ratu tidak terlalu memperhatikan, pandangannya melihat dari satu ke satu kelompok yang lain. Dia ingin tahu di mana keberadaan Athalla.

"Selanjutnya," kata Prima.

"Rat," bisik Yudis. Cowok itu menyenggol lengan Ratu.

"Hah?" Perhatian Ratu pun beralih pada kelompoknya. Saat menyadari semua mata tertuju pada dirinya dia langsung menyadari kesalahannya. "Perkenalkan nama saya Ratu Althaletta Razani, kalian bisa panggil Ratu."

Setelah Ratu memperkenalkan diri, pembicaraan pun kembali pada Prima. "Jadi, di acara besar nanti kalian harus menampilkan kesenian. Boleh penampilan untuk panggung, bisa juga karya seni lain.  Kalian bebas milih dan semuanya tergantung dari kesepakatan kelompok."

"Kak Prima nanti ikut buat ambil keputusan?" tanya salah satu orang yang ada di kelompok tiga.

Prima menggeleng. "Ini kelompok kalian, semua keputusan dari kalian. Saya di sini cuma sebagai pengawas dan bagian absen selama kalian pertemuan atau proses nanti."

"Jadi, kita mau bikin apa nih?" tanya Yudis pada kelompoknya. Cowok itu berusaha mengakrabkan diri karena hanya dia satu-satunya cowok di kelompoknya ini.

"Ada yang bisa nyanyi?" tanya cewek yang tadi bertanya pada Prima.

Anggota kelompok yang lain menggeleng. Termasuk Ratu.

"Gimana kalau kita main drama?" usul Yudis.

"Ah, enggak. Susah hapalin dialognya," protes anggota yang lain dan protes itu disetujui dengan yang lain.

"Terus apa?" tanya Yudis lagi pada anggota kelompoknya.

Namun tidak ada lagi yang memberi saran. Sepertinya otak mereka sedang tidak berfungsi untuk berpikir cepat. Sama halnya dengan Ratu, dia tidak mempunyai ide apa pun untuk penampilan nanti.

Yudis jadi menyerah memberikan saran, dia lalu menoleh pada Prima. "Kak Prima ada saran?"

"Kalau kalian mau tampilkan musik saya bisa ajarin. Tapi kalo kalian enggak mau, kita bisa coba pilih buat karya seni."

"Kalau karya seni, kita mau buat apa?" tanya Yudis lagi pada kelompoknya.

"Em, Kak," kali ini Ratu angkat bicara.

"Ya, kenapa?"

"Kalau buat karya seni itu, karya seninya untuk apa? Dijadikan pajangan atau gimana?"

"Rencananya, acara ini untuk amal. Nanti hasil penjualan tiket bakalan disumbangkan ke panti asuhan. Kalau untuk karya seni, mungkin cuma dipajang," jelas Prima.

"Cuma dipajang?" tanya Ratu bingung. "Apa boleh kita buat kerajinan tangan dan dijual? Untuk keuntungannya bisa disumbangkan."

Sandi menimang-nimang apa yang dikatakan oleh Ratu barusan. "Ide kamu bagus, mungkin bakalan saya sampaikan di rapat yang bakalan diadain setelah ini. Kalo yang lain gimana? Kalian mau bikin kerajinan tangan?"

"Boleh aja Kak," jawab salah satu diantaranya dan diikuti dengan yang lain.

"Oke, kalau kalian setuju itu nanti saya bakalan sampaikan ke panitia yang lain buat ganti jadi kerajinan tangan," ucap Sandi, "tapi kita harus punya rencana B untuk karya seni yang akan dipajangkan nanti. Takut usulan kerajinan tangan ini ditolak."

"Gimana, kalau buat suasana pedesaan. Kita buat replika rumah seperti di pedesaan. Bahannya pasti mudah buat dicari." Usulan ini datang dari Yudis lagi.

"Boleh kalau itu. Lagian, tutorialnya banyak di YouTube."

Sepertinya di kelompok tiga ini hanya beberapa orang yang aktif berbicara. Sisanya cuma bisa diam dan menyimak. Mereka berbicara hanya untuk menolak atau menyetujui.

"Apa ada lagi yang mau kalian bahas?" tanya Prima.

"Ini yang perlu dibahas cuma untuk acara amal itu Kak?" Yudis balik bertanya.

Prima mengangguk. "Perizinan soal kegiatan ini disetujui karena panitia mengusulkan untuk membantu panti asuhan. Kita enggak mau buat acara penindasan seperti cara lama."

Ratu menautkan alisnya saat mendengar Prima berkata seperti itu. Tidak ingin membuat acara penindasan seperti cara lama? Lalu yang dilakukan cewek yang menegurnya tadi apa?

Tiba-tiba, cewek yang dipikirkan Ratu datang menghampiri kelompoknya. Ratu agak terkejut melihat cewek itu ada di sampingnya. Apa cewek ini bisa membaca pikiran?