Chereads / Membenci Rasa Cinta / Chapter 7 - Menyelesaikan Masalah

Chapter 7 - Menyelesaikan Masalah

"Rat, cewek itu kenapa sih, dia masih aja bertahan dengan orang yang sama? Padahal dia tau kalau orang itu udah nyakitin dia," Athalla.

Ratu sempat terdiam beberapa saat mencerna pertanyaan Athalla. Bingung harus menjawab apa, jadi Ratu hanya mengangkat kedua bahunya kemudian menjawab, "Mana gue tau, kadang kan emang gitu. Kenyataan udah di depan mata, tapi lebih suka menolak percaya. Cewek rata-rata lebih mementingkan perasaan dari pada logika."

"Kalo lo sendiri bakalan gimana?" tanya Yudis.

Ratu menoleh pada Yudis lalu dia melihat ke arah Athalla lagi. Sepertinya sudah jelas Ratu memilih hal yang seperti apa. Walau pun begitu, dia tidak akan memberitahu siapa pun tentang perasaannya ini.

"Gue mana tau harus gimana," jawab Ratu.

"Ratu ini enggak punya pacar dan sekarang dia lagi nyari. Lo mau dekatin dia nggak?" tanya Athalla pada Yudis.

"Raja!" tegur Ratu dengan memanggil nama depan Athalla. Dia selalu begitu kalau saudara kembarnya itu sudah mulai bertingkah menyebalkan mengenai  dirinya. Ratu menoleh pada Yudis sambil menggeleng. "Jangan percaya sama omongan dia."

"Percaya sama gue, dia itu cuma malu," sahut Athalla.

Ratu menggeleng cepat, wajahnya seakan memohon pada Yudis agar tidak mendengarkan Athalla. Tingkah Ratu dan Athalla membuat Yudis terkekeh.

"Gue baru ini liat ada saudara kembar yang kayak kalian," kata Yudis.

"Kita kenapa?" tanya Ratu sambil melirik ke Athalla.

"Pertama muka kalian enggak mirip, tapi kelukaan kalian yang bener-bener mirip. Masing-masing enggak ada yang mau ngalah," jelas Yudis. Setelahnya, cowok itu berdiri. "Hari ini, makanan kalian biar gue yang bayar ya."

"Wih, baik banget lo," kata Athalla. "Cocok jadi saudara ipar gue."

Yudis kembali tertawa. Dia lalu menaikkan tangannya dan memperlihatkan sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. "Tapi, kayaknya itu enggak mungkin. Gue udah punya tunangan."

Kali ini giliran Ratu yang tertawa lepas. Dia menertawakan wajah Athalla yang menganga karena melihat cincin yang ditunjukkan Yudis padanya. Dari awal bertemu, Ratu juga sering kali melihat cincin itu tapi dia tidak mau bertanya. Untungnya penjelasan tentang cincin itu muncul sendiri tanpa dia memulai bertanya.

"Makanya, jangan sok tau," ledek Ratu pada Theo saat Yudis pergi ke kasir.

"Gitu tuh, Prima, dia enggak pernah bisa ngertiin gue."

Terdengar suara pembicaraan yang lumayan keras dari meja tempat panitia berkumpul. Tentu saja ini membuat perhatian Athalla dan Ratu teralih. Keduanya memasang pendengaran mereka agar bisa mendengar apa yang dibicarakan para panitia itu.

Orang yang bersuara keras tadi adalah Karina Putri Adisti, pacar Prima. Sedangkan orang yang duduk di hadapannya ialah Yolla si ketua BEM.

"Udah kali Rin, lo nggak perlu marah sama dia. Kalau pun dia jalan sama cewek, lo ngelakuin yang sama juga kan?" tanya Yolla dengan nada sinis.

"Tapi, Yol, dia enggak mau ngaku. Apa susahnya sih bilang. Enggak perlu bohong," bantah Karin.

Yolla memutar bola matanya. Sepertinya dia sudah jengah menghadapi salah satu anggotanya ini. Seakan hanya hubungan mereka saja yang menjadi hal penting.

"Ya udah deh," kata Yolla sebelum dia berdiri. "Lima belas menit lagi rapat kita mulai. Untuk panitia yang enggak bertugas sebagai pembimbing, bisa ngarahkan mahasiswa barunya ke aula ya. Jangan lupa panggil Pak Setyo buat jadi pembicara."

"Oke Yol," jawab salah satu panitia.

Athalla melihat ke arah Ratu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia seakan bisa mendapatkan kesimpulan dari apa yang barusan dia dengar.

"Kenapa lo ngangguk gitu?"

Athalla mencondongkan tubuhnya ke hadapan Ratu. Kemudian dia berkata dengan berbisik, "Tadinya, gue pikir Kak Karin itu orang yang bego karena mau aja tetap pacaran sama cowok yang udah selingkuhin dia. Ternyata dia orang yang sama berengseknya."

Ratu menyipitkan matanya melihat Athalla. Dia tidak tahu bagaimana bisa saudaranya itu punya kesimpulan begitu padahal hanya menguping sebentar. Waktu Ratu ingin membalas ucapan Athalla, Yudis kembali ke mejanya.

"Balik ke aula yuk, katanya sebentar lagi bakalan ada penyampaian dari ketua jurusan," ajak Yudis.

Ratu menganghuk dan dia mengambil tasnya lalu berdiri. Ratu mendorong Yudis agar segera berjalan dan meninggalkan Athalla. Dia malas kalau harus berdebat terus dengan saudara kembarnya itu.

Mereka bertiga kali ini duduk berbarengan. Mereka duduk di kursi yang berada di ujung agar memudahkan mereka saat ke luar. Sedangkan itu, seorang dosen sedang memberikan pembinaan untuk menghadapi dunia perkuliahan.

Selesai dengan pembinaan dari dosen, para mahasiswa disuruh kembali berkumpul dengan kelompoknya. Athalla pun terpaksa berpisah dengan Yudis dan Ratu. Pembimbing kelompok Athalla menginginkan berkumpul di gazebo yang mengharuskannya ke luar dari gedung aula.

"Saya bawa kabar baik untuk kalian," kata Prima saat semua anggotanya sudah berkumpul membentuk lingkaran. "Saran tentang membuat kerajinan tangan itu diterima, karena katanya itu juga salah satu karya seni. Rencananya kalian mau buat apa?"

"Rat, lo ada ide apa?" tanya Yudis sambil menoleh ke arah Ratu.

"Gimana kalau buat needle felting, ada yang tau?" tanya Wilda.

"Boneka dari bahan wol itu kan?"  Ratu kembali bertanya. "Gue tau."

"Gimana buat itu aja? Cara buatnya bisa dipelajari, toko buat beli bahannya gue tau, dan kalau dijual juga enggak akan terlalu mahal. Untuk modal, kita bisa pakai uang pribadi kan?"

Semua orang di kelompoknya mengangguk setuju. Mereka tidak punya ide bagus lagi untuk membuat apa yang sesuai dengan acara amal ini.

"Prima, kayaknya lo harus ngomong sama Kiran deh," kata Yolla yang tiba-tiba menghampiri kelompok Ratu.

"Kenapa lagi sama dia?"

Yolla menyilangkan kedua tangannya di depan dada dengan wajah yang cemberut. "Dia enggak tanggung jawab sama kelompoknya. Main lepas tangan gitu aja."

"Dia marah karena gue?"

"Dia berantem sama Cery," jawab Yolla.

"Biarin ajalah, dia juga lebih percaya omongan Cery dari padan gue," kata Prima tak acuh.

"San...," ucap Yolla dengan nada memohon.

"Oke, gue bakalan ngomong sama dia. Habis gue selesai sama kelompok gue, bisa kan?"

Yolla akhirnya mengangguk dan pergi begitu saja. Sandi kembali melihat ke arah anggota kelompoknya lagi. Dia melanjutkan pembicaraannya lagi.

"Pembahasan kita sudah punya kesepakatan kan? Untuk pertemuan selanjutnya bisa kita diskusikan di grup yang sudah saya buat. Jadi hari ini sampai sini dulu, pertemuan ini saya tutup ya. Terima kasih," kata Prima.

Semua anggota tahu, pertemuan segera ditutup karena pembimbing mereka harus segera menyelesaikan masalah pribadinya.