Malam hari itu setelah waktu Isya, Ki Lurah Bawor dan Guntur duduk di halaman rumah sambil memandang langit yang cerah. Berteman secangkir kopi pahit untuk Ki Bawor dan kopi manis untuk Guntur juga ada pisang raja serta ada jajanan pasar tradisional untuk masing-masing dari mereka. Istri Ki Bawor itu manusia biasa yang tinggal di alam manusia, namun sudah meninggal. Jadi di Maya-Pada, Ki Bawor hanya sendirian mengurus rumah dan ternak serta sebagai lurah yang mengayomi warganya juga.
Ki Bawor memelihara beberapa ekor kambing dan juga ayam kampung. Mereka dibuatkan kandang tersendiri. Setiap hari Ki Bawor mencari rumput untuk kambingnya sekalian mencari kayu bakar untuk memasak.
"Heelah … Silakan sambil dinikmati ala kadarnya, Den." Ki Bawor mempersilakan Guntur untuk menikmati sajian itu.
"Terima kasih, Ki Lurah. Maaf merepotkan."
"Santai saja, Den. Jarang-jarang aku kedatangan tamu menginap loh. Makanya aku bersyukur juga, jadi ada teman untuk aku menikmati sajian seperti ini. Di alam Den Guntur ada makanan seperti ini juga apa tidak?"
"Kalau kopi sih biasa, Ki. Kalau jajanan ini kadang-kadang aku temui di tempat-tempat yang biasa digunakan untuk sesaji. Tapi sebenarnya kadang aku yang mengambilnya. Lumayan makanan gratis."
"Ya benar. Makan saja. Lagian kan mereka sudah mengikhlaskan. Biar mereka anggap sesajinya diterima oleh yang mereka puja, padahal kita yang makan. Heelah …"
"Kok tahu mereka ikhlas, Ki?"
"Heeelah … Ya nyatanya begitu. Kalau tidak ikhlas, pasti mereka akan mengambilnya kembali, yak an?"
Guntur hanya mengangguk-angguk sambil menikmati sajiannya.
"Heeelah, Den. Aku mau memberi tahu kamu tentang pembagian wilayah di Maya-Pada ini. Agar kamu tidak tersesat ke wilayah terlarang."
"Terima kasih, Ki Lurah."
Lalu Ki Bawor menceritakan tentang pembagian wilayah kepemimpinan di Maya-Pada setelah pengukuhan Manik Maya sebagai penerus tahta ayahnya.
Manik Maya sendiri sebagai pemimpin tertinggi menguasai kahyangan Giriloka atau disebut juga sebagai Suralaya, dengan istana di puncak Mahameru. Manik Maya biasa ditemani lembu Andini dan juga Narada. Kemudian ada Indra, berada di langit dunia sebagai Dewa Hujan dan Petir, istananya ada di atas awan. Lalu ada Surya, sebagai perwujudan dwa matahari, istana sebenarnya juga ada di atas puncak gunung batu. Di sebelah timur kampung ini ada gerbang untuk menuju ke istananya. Ada Bayu, sebagai perwujudan dewa angin, istanaanya di atas awan, tapi biasa turun ke bumi dalam wujud Ki Maruto atau angina. Ismaya, kakak kedua Manik Maya, tempatnya di Sunyaruri, tempatnya para lelembut. Anoman berada di gunung Kendalisada. Wisanggeni besama Hyang Wenang, biasa bersemedi di atas puncak gunung utara. Dan msih banyak tempat lainnya.
Namun perlu ingat, ada Betari Durga dan Batara Kala, berada di Setra Ganda Mayit. Tubuh Durga dulunya merupakan tubuh istri Manik Maya yang dikutuk menjadi monster, namun jiwanya sudah ditukar dengan orang lain, sedang Kala, merupakan anak Manik Maya yang tidak sengaja terlahir di lautan. Tempat mereka di Setra Ganda Mayit atau kadang disebut Pasetran Gondo Mayit, adalah tempat paling terlarang untuk dimasuki manusia seperti Guntur.
"Wah terima kasih banyak informasinya, Ki Lurah."
"Heeelah … sama-sama, Den. Itu semua supaya kamu berhati-hati dalam menjelajah Maya-Pada. Oh ya, ada lagi yang perlu kamu hindari. …"
"Apa itu, Ki?"
"Yaitu apa bila kamu bertemu laki-laki berpawakan pendek, buncit dengan mulut lebar dengan suara berat kasar. Biasanya dia bersama laki-laki kurus bersuara mirip perempuan. Kemungkinan itu adalah Togog dan Sarawita. Togog adalah perwujudan Antaga, kakak pertama dari Manik Maya dan Ismaya. Sedang Sarawita adalah teman setianya. Mereka biasa mencari keuntungan sebesar-besarnya dari para penguasa di Madya-Pada. Tapi terkadang juga ke Maya-Pada untuk mencari keuntungan juga. Karakter mereka bodoh walau sebenarnya cukup sakti."
"Heeelah … kalau kamu bertemu mereka dan mereka mengajak bekerja sama, maka kamu tolak saja. Walau dengan iming-iming yang menggiurkan. Biasanya aka nada masalah yang serius dengan mereka itu."
"Baik, Ki. Akan aku ingat pesan Ki Lurah selalu."
Setelah malam, mereka lalu beristirahat di kamar masing-masing. Kamar yang ditempati Guntur merupakan kamar tamu yang lama kosong. Karena Ki Bawor sangat jarang kedatangan tamu yang sampai menginap. Dengan dipan kayu kecil beralas tikar pandan, kotak kecil tempat pakaian berada di samping dipan dan kotak perlengkapan lain di dekat pintu. Penerangan rumah dan kamar menggunakan semacam lampu minyak jenis teplok namun tanpa minyak, hanya menggunakan energi murni yang tersimpan di wadah bagian bawah saja. Kamar yang tidak terlalu luas namun nyaman dan terasa hangat.
Keesokan harinya. Usai Subuh Ki Lurah langsung memasak air untuk membuat minuman dan dilanjutkan memasak singkong rebus juga. Lalu memberi makan ternak dan menyiram beberapa tanaman.
"Heelah … Den Guntur, ayo mau mau ngopi apa teh pagi ini?"
"Maaf Ki. Aku merepotkan terus."
"Heeelah … Tidak apa-apa kok, Den. Aku senang kalau ada teman soalnya. Ayo mau kopi apa teh?"
"Teh tawar saja, Ki. Terima kasih."
"Heeelah … ini tehnya, Den."
"Terima kasih, Ki. Hari ini Ki Lurah mau kemana saja? Kalau aku bisa, aku ingin membantu."
"Hari ini aku mau mencari Kyu bakar dan rumput untuk ternak. Kamu ikut saja, nanti kalau aku butuh bantuan, baru aku katakana."
"Baik, Ki."
Menjelang cukup siang, mereka pergi ke sekitar hutan untuk mencari rumput. Dan dilanjutkan ke hutan untuk mencari kayu bakar. Setelah dirasa cukup, mereka pulang sekitar waktu setelah Dzuhur, yaitu saat matahari mulai condong ke barat. Satu ikat besar rumput dibawa Guntur di atas kepala, lalu satu pikul kayu bakar dibawa Ki Bawor seperti biasa.
Di perjalanan, Guntur sempat beberapa kali tentang Indra yang tidak merata membagikan hujan dari beberapa hewan terbang yang lewat. Membuat Guntur penasaran ingin menemui Indra. Setelah sampai di rumah Ki Lurah, Guntur menanyakan lebih detail tentang Indra pada Ki Lurah.
"Ki, bagaimana sih karakter batara Indra?"
"Kenapa Den Guntur jadi tertarik dengan cerita tentang Indra?"
"Hanya penasaran saja, Ki. Siapa tahu bisa ikut belajar tentang petir kan jadi cocok dengan namaku."
"Heeelah … benar juga yah, Den. Baiklah, aku ceritakan."
Kemudian Ki bawor menceritakan lebih dalam tentang Indra. Indra sang dewa hujan suka dipuji dan diagungkan, walau sebenarnya dia juga hanya menjalankan tugas untuk membagi hujan. Dia suka memberi cukup hujan pada kampung yang mempersembahkan banyak sesaji untuknya. Dia sudah ditegor beberapa kali oleh Anoman sebagai pemimpin para rwanda atau kera, namun belum ada perubahan. Indra selalu bersaing dengan Surya yang seharusnya bergantian bertugas untuk keseimbangan alam. Untuk bisa menemuinya, akan sulit karena istananya ada di atas awan. Jadi Guntur harus mencari dimana Indra akan menurunkan hujan.