Chereads / Guntur Sabdo di MayaPada / Chapter 8 - Suryaloka

Chapter 8 - Suryaloka

"Lapor, Baginda Raja!" Seorang prajurit melapor di aula sitinggil istana dewa Surya dengan lantang dari jarak 50 langkah.

"Silakan. Prajurit," jawab dewa Surya yang direspon prajurit itu mendekat dengan berjalan jongkok sejauh 30 langkah.

"Lapor, ada seorang manusia berani bersemedi di dekat air terjun. Tempat yang biasa untuk bersemedi Denayu Putri."

"Sebentar, saya periksa dulu." Lalu dewa Surya menutup mata dan sedekap. Mengkonsentrasikan pandangan batinnya ke arah air terjun itu.

Terlihat seorang pemuda gagah, berbadan kekar dengan otot terlihat tanpa mengenakan baju selain celana dan ubet. Pemuda itu tampak mampu menyerap energi dari sinar surya yang tidak terlalu menyengat.

"Hem, berani juga dia bersemedi di sana. Aku akan utus prajurit untuk menangkapnya," batin dewa Surya, lalu mengutus beberapa orang prajurit, "prajurit! Bawa beberapa orang, dan bawa pemuda itu baik-baik kemari!"

"Sendika dawuh, siap laksanakan Baginda Raja!

Lalu beberapa prajurit berangkat menuju air terjun menemui pemuda itu.

Di kamar Putri.

"Denayu, ada kabar baru dari sitinggil."

"Ada apa, Yung?"

"Baginda Raja mengutus beberapa prajurit untuk membawa seorang pemuda yang katanya sedang bersemedi di dekat air terjun favorit Denayu."

"Wah jangan-jangan itu Mas Gun. Aku harus menemui Baginda segera ini."

"Mas Gun itu siapa toh, Denayu?" tanya penasaran Emban.

"Mas Gun itu, dia yang jagain aku pas semedi di sana. Pas kebetulan dia lewat dan menanyakan arah gitu."

"Jangan-jangan 'Mas Gun' sama 'Mas Guntur: itu orang yang sama ya, Denayu?"

Sri Intan hanya tersenyum merespon pertanyaan embannya.

"Ya moga saja, itu benar-benar 'Mas Gun' atau 'Manusia Terpilih' itu. Dan Baginda tidak terlalu keras padanya."

"Moga saja, Yung. Aku mau menghadap Raja dulu, buat memastikan."

"Silakan, Denayu."

Segera Intan menuju sitinggil menemui dewa Surya dan menanyakan kepastian berita itu. Dewa Surya pun menunjukan pandangan suryanya melalui tampilan di awang-awang sitinggil seperti sebuah layar besar. Semua pembesar dan tamu di sitinggil bisa melihatnya.

Lalu Intan mengatakan pada dewa Surya, bahwa pemuda itu benar-benar Guntur. Yang kemungkinan benar-benar sebagai manusia terpilih yang telah mengalahkan dewa Indra. Lalu meminta, untuk tidak membawa Guntur dengan paksa atau dengan kekerasan. Cukup bilang saja, bahwa Intan mau menemui.

Segera, dewa Surya mengirimkan pesan telepati pada prajurit, tentang permintaan Intan itu. Dan prajurit mengiyakan perintah tersebut.

Di dekat air terjun.

"Salam, Kisanak!"

"Salam, Kisanak! Mohon maaf telah lancang mengganggu persemedian Kisanak ini," ucap salah satu prajurit ketika baru sampai di dekat pemuda yang bersemedi itu.

"Ada apa, Prajurit? Apakah saya melakukan kesalahan dengan bersemedi di tempat ini?" reaksi Guntur menjawab ucapan para prajurit itu.

"Mohon maaf, Kisanak. Kami hanya diutus Baginda Raja untuk menemui dan mengajak Kisanak untuk menghadap ke sitinggil."

"Apakah kalian dari istana dewa Surya?"

"Betul, Kisanak. Baru saja ada titah lanjutan dari Baginda, bahwa Kisanak harus diajak menemui di istana dengan aman, karena Kisanak termasuk tamu spesial istana kami."

"Baiklah. Tapi sebelumnya, saya juga minta maaf. Karena telah lancang bersemedi di tempat ini tanpa seizin Baginda."

Segera, Guntur mengikuti para prajurit untuk menghadap ke istana dewa Surya. Dengan suatu kekuatan semacam terbang dengan kecepatan kilat, mereka segera sampai di gerbang istana. Gerbang pun langsung terbuka tatkala mereka sampai. Kemudian dilanjutkan berjalan kaki menuju sitinggil.

Beberapa penjaga yang dilewati rombongan Guntur ada yang membungkuk memberi hormat, namun ada pula yang bertanya-tanya.

"Eh teman, siapa orang itu? Kenapa terlihat istimewa dengan pengawalan prajurit lhusus itu?" tanya seorang penjaga pada penjaga lain di sekitar lorong istana.

"Kalau tidak salah dengar, dia itu manusia terpilih yang telah mengalahkan dewa Indra," jawab penjaga lainnya.

"Wah hebat juga dia. Terlihat sederhana, tapi ternyata menyimpan kekuatan sehebat itu," kagum penjaga yang sebelumnya.

"Ya begitulah, orang-orang terpilih. Pastinya punya kehebatan tersendiri."

Beberapa ratus langkah dari pintu masuk utama istana, terlihat sebuah pintu gerbang raksasa. Tingginya sekitar lima kali tinggi orang normal. Dengan ukiran ornamen berbentuk seperti sinar matahari bersinar terang. Pintu itu dijaga oleh dia orang penjaga dengan memegang tombak dan dua orang penjaga yang berpatroli bergantian.

Saat Guntur dan prajurit pengawal sampai di dekat pintu raksasa itu, prajurit penjaga memberi hormat dan otomatis gerbang terbuka dengan sendirinya. Prajurit pengawal mempersilakan Guntur untuk berjalan di depan beberapa langkah jaraknya.

"Silakan, Kisanak duluan! Kami mengikuti di belakang saja."

"Terima kasih, Prajurit."

Tepat setelah Guntur berjarak sekitar seratus langkah dari singgasana Raja, tiba-tiba ada seseorang dengan tubuh besar dan bersinar menyerang Guntur dengan tinju terbang. Guntur pun menerima serangan dengan kuda-kuda bertahan hingga terpental beberapa puluh langkah ke belakang. Hingga sampai di dekat pintu gerbang lagi.

Orang itu kemudian mengejar Guntur dengan tetap mempertahankan pancaran sinar di tubuhnya dan terus melayangkan beberapa tinju jarak jauh. Guntur hanya menahan dengan kekuatan fisik saja. Saat mencapai serangan yang ke sembilan, guntur terpaksa menggunakan tenaga dalamnya.

Tetap dengan kuda-kuda bertahan dan pengumpulan tenaga dalam, Guntur berkonsentrasi penuh menahan serangan ke sembilan itu. Saat hampir terlempar lagi, Guntur pun mengucap sebuah kata dengan lantang, "MANDEG!!!"

Seketika serangan berhenti dan penyerang itu terlihat kaku terdiam di udara dengan posisi masih mengacungkan tinjunya.

"Salam Baginda Raja!" ucap Guntur dengan lantang ke arah singgasana setelah mendekati tubuh penyerang yang sedang kaku itu.

"Salam diterima. Dan selamat datang di istana saya. Bisakah anak muda melepaskan bawahan saya sekarang?" respon dewa Surya.

"Mohon maaf, Baginda. Apakah dia tidak akan menyerangku lagi nanti?"

"Tidak akan. Dia adalah panglimaku, kalau sampai dia mati, maka kekuatan tempur kami akan berkurang drastis. Maafkanlah dia, dia hanya ingin mengujimu."

"Sendika dawuh, Baginda."

Lalu Guntur memegang pergelangan lengan panglima dan menepuk pundaknya dengan tangan kiri dan mengucap, "Bismillahirrahmanirrahim, Mantun!"

Seketika panglima tersadar dan kembali bergerak mau menyerang Guntur lagi.

"Berhenti! Cukup Panglima!"

"Sendika dawuh, Baginda Raja!" jawab Panglima menghadap raja dan lalu menghadap ke arah Guntur, "Mohon maaf Kisanak!"

"Mohon maaf juga, Panglima," jawab Guntur.

"Jadi benar. Dewa Indra telah dikalahkan oleh manusia yang dengan pengucapan nyata seperti yang dikatakan telik sandi."

"Benar panglima. Baru saja kau dibuat kaku oleh anak muda ini. Siapa namamu, Anak muda?"

"Ampun, Baginda. Nama saya Guntur Sabdo. Saya dari Madyapada dan sampai di sini baru sekitar satu purnama lebih. Dan ampun, apakah kiranya Baginda mau menerangkan maksud, kenapa saya dibawa kemari?"

"Mohon maaf, Den Guntur atas kelancangan kami. Saya adalah Wira Saketi, panglima perang istana Surya. Dan yang di atas singgasana adalah sang Dewa Surya."

"Salam Dewa Surya. Salam Panglima."

Dewa Surya membalas dengan tersenyum dan mengangkat tangannya menghadap Guntur dan menampakkan sinar kehangatan. Dan panglima mengangguk saja.