Chereads / LUCIFER'S TRAP / Chapter 5 - Aliran Kenangan

Chapter 5 - Aliran Kenangan

Theodore's

Dia kalah. Dia kalah dari perempuan licik itu dan dari Pak Tua itu! Hari ini tidak ada yang berjalan sesuai rencananya. Buruk! Benar - benar buruk!

Hidupnya berantakan dan nyaris hancur saat perempuan itu dengan liciknya bilang kalau dia sedang hamil. Hamil anaknya. Lelucon macam apa coba! Dia selalu ingat untuk menggunakan pengaman saat akan bersenang - senang dengan wanita manapun. Tak ada pengecualian. Itu adalah prosedur wajib baginya. Dia tidak meninggalkan rumah tanpa bungkusan foil itu di dompetnya. Dan sebelum mereka melangkah lebih jauh, tepatnya sebelum dia dan perempuan itu mabuk di pesta tempat mereka pertama kali bertemu, hingga akhirnya melakukan hal - hal yang lain, dia ingat dengan jelas dia sudah bertanya tentang safety first. Dan jelas - jelas perempuan itu bilang dia menggunakan birth control.

Tapi ini apa?! Seminggu yang lalu dia datang padanya dengan test pack dan surat pemeriksaan kehamilan dari rumah sakit. Mengklaim bahwa saat ini dia sedang hamil anaknya. Hasil dari hubungan mereka. Betapa lucunya dia! Dia tidak akan mengakuinya! Dia tidak akan mengakuinya meskipun dia mengancam akan membeberkan hal ini ke khalayak ramai, yang tentu saja akan menghancurkan citranya yang misterius dan reserved. Tentu saja dia juga tidak akan menyerah begitu saja mendengar ancaman perempuan itu!

Dia tidak menginginkan anak. Sekarang ataupun nanti. Dia hanya menyukai proses pembuatannya dan mesin pembuatnya. Ya, wanita dan se*. Dia tidak munafik. Dia menikmati bergelut badan dan berlomba mereguk manisnya surga dunia dengan lawan jenisnya, tapi dia tidak menginginkan keturunan. Anak - anak membuat hal menjadi rumit. Tidak! Tidak sekarang maupun nanti!

Dan belum cukup itu saja, dia juga menyeret nama yang selama ini dihindarinya. Leonard Roland. Abang tiri yang keberadaannya tidak pernah dia ketahui hingga sepuluh tahun yang lalu saat Ayahnya menunjuk penerus untuk kerajaan propertinya. Kerajaan yang seharusnya miliknya! Pria tua tak tahu malu itu telah bermain serong lebih lama daripada perkiraannya. Bahkan sebelum dia lahir! Ba*ingan tengik!

Syukurlah anak pria itu cukup tahu diri dan menolak untuk masuk menjadi bagian dari Roland saat Pria Tua itu memintanya. Dia sudah amat puas menjadi bos mafia dan bandar narkotika di Paris. Menghadapi satu Roland yang ini saja sudah membuatnya pusing! Apalagi ditambah satu lagi!

Hubungan perempuan itu dengan Leonardo….. Perempuan itu ternyata adalah wanita Leonardo Roland! Bagaimana bisa hal ini terjadi!

Tidak, dia tidak ingin berurusan dengan pria licik itu. Karena nama pria itu terseretlah, Ayahnya rela turun tangan sampai seperti ini. Ini bukan tentangnya, tapi tentang anak Ayahnya yang lain. Sekarang tau kenapa dia br*ngsek? Karena dia dibesarkan dengan mencontoh langsung si br*ngsek.

"Monsieur. Ayah anda sudah datang." Suara monoton Rose terdengar dari interkomnya.

Merdre merdre merdre!! (kata makian dalam bahasa Prancis)

Kenapa disaat seperti ini Pria tua itu malah menepati janjinya? Biasanya dia salalu ingkar. Dia tidak pernah ingat ulang tahunnya meskipun dialah yang menjanjikan akan membawanya jalan - jalan dan menjanjikannya barang. Dia selalu berdalih sibuk dengan pekerjaannya sehingga melupakan hal penting itu. Tapi kenapa sekarang dia datang?!

"Monsieur?" Kali ini bukan dari interkom, tapi suara langsung di balik pintunya diikuti ketukan tiga kali. Putin! (Makian dalam bahasa Prancis) Dia tidak bisa mengelak.

"Masuklah!" Geramnya putus asa.

Pintu terbuka. Dan disanalah Pak Tua itu berdiri dengan pongah memandangnya. Tidak, tidak. Dia tidak boleh terlihat kalah. Tidak di depan orang ini!

"Sudah tiga hari, Nak. kau gagal. Pack your stuff. Besok pagi, pergilah ke villa di Marseille. Menetap di sana sampai aku mengirim berita bahwa sudah aman untukmu kembali."

Dia diam, memandang lurus tepat di kedua mata pria tua yang menyumbangkan sperma demi eksistensinya. Tidak ada kehangatan dan empati di mata yang sedang dipandanginya. Dia sedang bertransaksi dengan iblis. Bahkan iblis terdengar tidak terlalu menakutkan jika disandingkan dengan pria ini.

"Kenapa harus aku yang pergi? Kenapa bukan anakmu yang lain?"

"Mari tidak usah mencemaskan Leo. Kita asumsikan, dia bisa menjaga citranya sendiri. Reputasimu yang harus kau khawatirkan."

Dia mendengus keras. "Bukankah sudah terlambat belasan tahun untuk mengkhawatirkan reputasiku?"

"Jangan membantah, selagi aku mau membantu. Pack your stuff and leave tomorrow." Titahnya dengan nada tak ingin dibantah, lalu berbalik meninggalkannya.

***

Seandainya dia punya pilihan, dia tidak akan berada disini. Dari semua maison Roland, kastil ini yang paling dibencinya. Dia tidak ingin kembali kesini seunur hidupnya. Dan lihat, dimana dia sekarang.

Mungkin memang benar kata pepatah, semakin kita membenci sesuatu, semakin kita dekat dengan sesuatu tersebut.

"Bienvenue (selamat datang), Monsieur Roland. Saya Candice, maid yang akan membantu anda di kastil ini. Enchanté (salam kenal)."

Seorang gadis awal dua puluhan menyapanya dengan senyum yang sangat lebar. Dia menatapnya sepintas. Apa pipinya tidak sakit terus menerus tersenyum lebar seperti itu?

Ah, apa pedulinya!

"Hmm."

"Anda ingin berjalan - jalan di sekitar kastil dulu? Atau langsung beristirahat di kamar anda, Monsieur? Saya akan membawakan…."

"Tidak usah. Kembalilah ke dapur."

"Baik, Tuan. Makan siang anda akan segera siap dalam beberapa menit. Permisi."

Maidnya kali ini terlalu cerewet! Dia sungguh sudah terbiasa dengan Rose yang pendiam dan cekatan sehingga kalimat - kalimat tidak perlu yang diucapkan gadis itu rasanya seperti menambah bebannya saja.

Kemana si tua Lupin yang dulu dipekerjakan oleh si Pria Tua itu untuk mengurus kastil ini? Mungkin sudah meninggal? Dia sudah terlalu lama tidak menapakkan kaki di kastil ini. Sejak…. Tidak, tidak! Dia tidak ingin mengingat apapun kejadian hari itu. Jangan mengingat apapun!

Dengan gusar dia mengangkat kopernya dan naik ke lantai dua. Ada lima kamar di kastil ini. Semuanya ri lantai dua. Satu kamar utama, yang paling besar dengan pemandangan langsung ke laut dan tebing di bawahnya. Dan empat kamar tamu. Dia tidak ingin menempati kamar utama. Itu sebabnya dia tidak membiarkan siapa tadi namanya? Candice? Dia tidak membiarkan gadis itu membawa kopernya.

Jika dia biarkan, sudah pasti kamar itu yang akan ditujunya. Kamar itu dan balkon lebarnya, adalah tempat yang paling ingin dia hindari di kastil ini.

Dia masuk ke kamar yang paling ujung. Paling jauh dari kamar utama. Walaupun kamar ini ukurannya yang paling kecil dan tidak memiliki balkon, hanya jendela geser biasa dengan pemandangan padang rumput di atas tebing, tak apa. Kamar ini yang paling familiar baginya.

Dia memejamkan matanya saat memasuki kamar. Siapapun yang mengurus Villa ini saat kosong melakukan tugasnya dengan baik. Jelas dgn villa ini terawat. Tidak ada debu menempel di permukaan furniture nya dan tidak ada bau apek mengendap di sela - sela gorden dan kasur.

Tangannya menyentuh permukaan meja di depan jendela. Meja kayu yang penuh goresan. Matanya memanas dan hatinya mendadak terasa seperti diremas. Sesak!