Candice's
Dia sudah mulai bekerja di kastil. Orang - orang sekitar sini menyebutnya kastil di atas bukit. Tapi kastil ini sendiri memiliki nama Chateu du Point-Haut (Kastil di puncak yang tinggi).
Sesuai namanya dan sesuai sebutannya, kastil ini berdiri megah di titik tertinggi pinggiran Marseille di mana pelabuhan ke dua terbesar dan tersibuk di Prancis berada.
Sayangnga, tidak seperti pelabuhan utamanya, yang terletak di wilayah metropolitan, pelabuhan Le Havre hampir dikelilingi oleh pemukiman menengah ke bawah.
Jarang ada bangsawan yang mau menetap di sini di masa lalu. Karena itulah keberadaan Kastil ini menjadi salah satu daya tarik di pesisir bagian ini.
Dia sudah di sini sejak kemarin malam. Monsieur Lupin berkata, akan lebih baik kalau dia punya waktu untuk menjelajah kastil sebelum tuannya datang. Dan Kastil ini ternyata sangat bagus dan mewah di bagian dalam! Walaupun dari luar terlihat muram karena hampir seluruh bagian bangunannya terbuat dari batu hitam, tapi interiornya sama sekali tidak seperti yang terlihat dari luar.
Dia menyukai kastil ini. Bukan. Dia jatuh cinta pada pandangan pertama! Kamar pelayan yang dia tempati di samping dapur juga hangat! Jauh lebih baik daripada kamar di apartemennya. Semoga Oma tidak keberatan harus tinggal sendirian selama beberapa waktu.
Tuannya sekitar jam sepuluh pagi. Monsieur Lupin bilang dia adalah orang yang terkenal. Tapi dia sangat jarang menonton TV. Tidak seperti gadis seusianya, dia juga tidak memiliki gadget. Jadi dia tidak yakin. Apakah terkenal maksud Monsieur Lupin disini, tuannya adalah seorang artist?
Tapi, apapun pekerjaan tuannya, dia siap melayani Monsieur Theodore Roland di Kastil indahnya ini.
Saat akhirnya tuannya datang, dia menyambutnya di ruang depan dengan senyumnya yang paling lebar.
"Oh, Putain (Makian dalam bahasa Prancis)." Bisiknya saat tuannya turun dari mobil. Jika itu tuannya, maka dia mungkin adalah wanita paling beruntung di pesisir ini. Betapa tidak? Tuannya sungguh tampan!! Mungkin jika dewa Yunani masih ada dan nyata, dia tidak akan ragu untuk percaya bahwa tuannya adalah titisan dewa.
Meskipun wajahnya tidak ramah, tapi itu adalah wajah tertampan yang pernah dia lihat seumur hidupnya.
"Bagaimana ini, lututku kenapa terasa lemas? Aku bahkan belum berdiri selama itu." Bisiknya pada diri sendiri saat merasakan tubuhnya gemetar seiring langkah kaki pria itu mendekat, diapit oleh seorang pria yang tadi menyetir mobilnya, dan satu lagi, seorang pria dengan stelan jas hitam dan memakai kacamata. Pengawal?
"Bienvenue (selamat datang), Monsieur Roland. Saya Candice, maid yang akan membantu anda di kastil ini. Enchanté (salam kenal)." Katanya dengan nada riang dan senyum lebar yang sudah menjadi andalannya. Dia memuji dirinya sendiri karena mampu menguasai diri dengan baik dan tidak terbata - bata meskipun saat ini dia merasakan keinginan kuat untuk meloncat berguling karena bahagia.
"Hmm." Hanya balasan singkat. Tapi tetap tidak menyurutkan senyum lebar Candice.
"Anda ingin berjalan - jalan di sekitar kastil dulu? Atau langsung beristirahat di kamar anda, Monsieur? Saya akan membawakan…."
"Tidak usah. Kembalilah ke dapur." Langkahnya terhenti di tengah - tengah saat akan melangkah menghampiri koper yang tadi diletakkan oleh pengawalnya di sampingnya. Dia berhenti bukan karena kalimatnya. Tapi karena nada dingin yang diucapkan seperti peluru.
Pada situasi biasa dia akan mencari cara dan memaksa untuk melayani. Tapi nada tuannya seperti mutlak tidak ingin dibantah. Jadi dia menurut. Dia tersenyum lebar sebelum berbalik. "Baik, Tuan. Makan siang anda akan segera siap dalam beberapa menit. Permisi."
Meskipun Candice tidak yakin tuannya akan makan siang, dia tetap pergi menyiapkan sesuatu. Dari raut wajah dan sorot di matanya, Tuannya seperti tidak senang berada di sini. Kenapa? Kastil ini tempat yang bagus! Punya pemandangan yang bagus juga! Berada disini sangat menyenangkan.
Dia menyayangkan kerutan di dahi dan di sudut mulut pria itu. Seandainya saja tuannya lebih sering tersenyum. Mungkin dunia ini akan damai tanpa ada perang lagi.
***
Dia berlari membawa selimut tebal untuk tuannya yang sedang duduk di tepi tebing. Apa yang sebenarnya dipikirkan pria itu? Duduk di luar di cuaca seperti ini hanya memakai mantel seadanya! Tanpa pikir panjang dan tanpa permisi, dia memakaikan selimut di pundak dan pangkuan tuannya, membuat pria itu menggeram marah.
"Monsieur, hari ini memang sedikit lebih hangat dari sebelumnya, tapi cuaca tetap saja dingin. Jangan sampai anda sakit." Kalimat terakhir diucapkannya dalam cicitan takut.
Candice adalah gadis yang pemberani. Dia jarang merasa takut dan tidak pernah menunjukkan rasa takutnya pada siapapun. Dia selalu berlindung pada senyum lebar miliknya. Banyak orang yang berbalik dan membiarkannya karena merasa dia kurang waras. Tapi geraman marah yang diikuti dengan tatap sedingin kutub utara itu membuatnya gemetar ketakutan. Apa dia melakukan sesuatu yang salah?
"Laisse-moi (Tinggalkan aku.)" Ucapnya dingin.
"Saya akan membawakan…."
"Jangan bawakan apapun! Ne me derange pas! (Jangan ganggu aku!) Pergi!"
"Tapi tuan…."
"Lucas!" Tiba - tiba pria pengawal tuannya datang entah dari mana dan buru - buru menariknya menjauh.
"Jangan ganggu dia kalau kau masih ingin hidup." Pria bernama lucas ini berbisik sebal padanya.
"Tapi dia bisa mati kedinginan disana! Aku harus membawakannya…"
"Jangan bawakan dia apapun. Turuti apa katanya, atau dia akan membuat hidupnya lebih buruk daripada di neraka."
Memangnya apa yang dia lakukan?! Dia hanya menjalankan tugasnya sebagai maid di kastil ini.
"Masuklah!" Tambah lucas, mendorongnya pelan ke arah kastil.
***
Semakin lama dia semakin penasaran dengan tuannya ini. Seperti dugaannya, tuannya itu melewatkan makan siangnya. Saat dia berinisiatif untuk mengantarkan nampan makan siang pada tuannya yang masih asyik melakukan entah apa sambil duduk di bangku di samping tebing itu, dia dihadang oleh pengawalnya yang bernama Lucas.
"Je t'ai dit (Aku sudah bilang padamu). Jangan ganggu dia."
Dia masih tersenyum saat menjawabnya. "Aku tidak mengganggunya. Aku mengantarkan makan siangnya."
"Sama saja."
"Non…"
Kalimat balasannya terpotong oleh seruan marah dari tuan mereka.
"Suara kalian menggangguku! Pergi!" Sentaknya bahkan tanpa menoleh.
"Dengar sendiri, kan. Ayo kita pergi. Kita berdua masih ingin hidup sampai besok." Dia mendorong Candice kembali ke arah kastil.
Dia tidak bisa melawan. Lucas adalah pria yang besar. Walaupun setelan jas yang dipakainya seperti mengecilkan kekuatan aslinya, Tapi Candice bisa merasakannya saat dia mendorongnya kembali ke Kastil.
"Tu t'appelle comment? (Siapa namamu?)" Tanyanya setelah mereka sampai di dapur kastil lewat pintu belakang.
"Candice… Disa."
"Baiklah. Disa. Aku perlu memperingatkanmu sesuatu. Dan kau, harus mengingat ini jika masih ingin bertahan di kastil ini." Disa mengerutkan keningnya, menatap Lucas heran, meskipun senyumnya tak pernah luntur dari wajahnya. Lucas memandang wajah gadis muda itu dengan terheran, Perempuan ini selalu tersenyum. Dan itu malah terlihat menakutkan. "Pertama. Bisa kau hilangkan senyuman bodohmu itu? Kau tidak akan mengesankan siapapun dengan senyumanmu disini." Meskipun Lucas sedikit merasa bersalah saat Candice menanggapinya dengan tatapan bingung, setidaknya senyum bodohnya itu tidak muncul lagi. Lebih baik begitu. "Kedua, ini yang paling harus kau ingat. Jangan membuatnya mengulang perkataannya lebih dari dua kali."
"Pourquoi? (kenapa?)"
"Kau tidak perlu tahu kenapa, kau hanya perlu menurutinya dan hidupmu disini akan damai."
"Aku tidak mengerti."
Lucas mendesah panjang. "Kau tidak perlu mengerti. Jalankan saja seperti yang ku katakan tadi. Oke? Aku lapar. Beri aku sesuatu untuk dimakan. Mumpung bos kita itu sedang sibuk sendiri."