"Hah?"
Setelah mencari di bagian dalam mejanya, mengintip ke dalam tasnya juga, dan
akhirnya memeriksa bagian dalam lokernya di bagian belakang kelas, Masachika merasa
sedikit gelisah.
Buku referensi untuk pelajaran berikutnya tidak dapat ia temukan. Memeriksa jam di
kelas, pelajaran berikutnya akan dimulai dalam waktu kurang dari dua menit lagi. Bahkan jika
dia pergi untuk meminjam buku referensi dari adik perempuannya di kelas berikutnya,
waktunya mungkin tidak akan cukup.
Karena benar-benar butuh, Masachika dengan susah payah mencondongkan tubuh ke
tetangganya di sebelah kiri, Alisa, dan berbisik pelan sambil menyatukan kedua telapak
tangannya.
"Astaga, Aarya. Bolehkan aku melihat buku referensi kimia punyamu? "
Setelah dengar apa yang ia ucap, Alisa berbalik badan dan merasakan dengan ekspresi
terkejut dan juga gelisah,
"Apa ? Kau lupa lagi ?"
"Ya, mungkin aku lupa membawanya dari rumah"
"Haah….Yah, kurasa tidak apa-apa"
"Terima kasih!"
Saat Alisa menghela nafas dan memberikan persetujuannya, Masachika buru-buru
menggeser mejanya ke samping meja Alisa.
"Kuze-kun….Kau, bukankah kau terlalu sering melupakan suatu hal? Bahkan sebagai
siswa sekolah menengah, hal itu tampaknya tidak akan menurun sama sekali."
"Aku tidak bisa menahannya, bukan? Pertama-tama, ada terlalu banyak buku
pelajaran."
Sekolah Seirei ini, adalah sekolah privat yang fokus pada persiapan murid-muridnya
menuju ke universitas dan akibatnya banyak sekali buku-buku pelajaran.
Wajar jika memiliki banyak buku teks dan buku referensi untuk setiap mata pelajaran.
Beberapa pelajaran bahkan menggunakan buku asli yang digunakan oleh guru.
Tidak diketahui apakah itu karena menghargai tradisi atau bukan, tetapi standar tas
siswa tetap tidak berubah selama beberapa dekade. Jika buku pelajaran dan catatan belajar yang bernilai dimasukan ke dalam tas, pasti akan penuh.
Karena alasan itu, semua murid meninggalkan semua buku catatan atau pelajaran
mereka di lokernya, tetapi, menurut sudut pandangan Masachika, ini rumit.
"Kemarin aku tidak melihatnya di atas mejaku, jadi kupikir itu ada di loker…..sungguh
tak terduga."
"Kau tidak periksa dengan benar, belum? Itulah yang terjadi jika kau tak punya
pemahaman yang baik tentang apa yang kau harus bawa pulang dan apa yang kau harus
tinggalkan di sekolah"
"Aku bingung harus bilang apa."
"Ya sudah."
"Ueehhh, kejam banget."
Alisa pun mengangkat dagunya dan kagum karena Masachika tidak menununjukkan
penyesalan dan mengatakannya dengan nada yang datar.
Alisa mengeluarkan satu set lengkap buku teks kimia dari dalam mejanya. Meliriknya
dengan curiga, dia mengalihkan pandangannya ke arah Masachika.
"Jadi, buku teksnya yang mana?"
"Ah, itu itu. yang biru"
Atas perkataan Masachika, Alisa membuka buku teks itu dan meletakkannya di celah
di antara dua meja. Dia mengucapkan terima kasih untuk itu, dan meminjamkan telinganya
untuk mendengarkan ceramah dari guru…..tetapi, dari sana terjadi pertempuran antara
Masachika dan rasa kantuknya.
(sial, aku ngantuk banget)
Selain kurang tidur, fakta bahwa jam kedua adalah pendidikan jasmani malah menambah masalah.
Meskipun demikian, ia mampu melawan rasa kantuknya sementara guru menulis di
papan tulis, tetapi begitu guru mulai menyapa siswa untuk memberikan sejumlah pertanyaan,
rasa kantuknya Masachika tiba-tiba langsung naik.
Interaksi antara guru dan teman sekelasnya entah bagaimana benar-benar terdengar seperti sebuah lagu pengantar tidur baginya, dan saat dia mulai akan tertidur…..
"Ngutsu"
....Saat dia melakukannya, kepala pensil mekanik tertancap di sisi lain Masachika.
(tulang, tulang rusuk....rusukku, celah mejanya... kuh !!)
Berdiam diri dalam kesakitan karena serangan mendadak yang agak menyakitkan, dia
mengirimkan tatapan protes ke sisinya... Diserang balik oleh tatapan dengan 100% cemoohan
murni, dia menundukkan kepalanya.
Mata biru yang fasih lebih dari apa pun itu menyipit, seolah-olah mengatakan, "Kau
berani memintaku untuk menunjukkan buku teks milikku dan kemudian tertidur pulak".
"(Maafkan aku)"
"Hmph"
Masachika, yang telah kehilangan semua rasa kantuknya, meminta maaf dengan berbisik sambil tetap mengarahkan pandangannya ke depan.
Apa yang terdengar kembali hanyalah dengusan penuh cemoohan.
"Baiklah, jadi ini harus diisi apa yang bagian kosong ini ? Ayo, Kuze. Jawab."
"Eh, ah, iya."
Karena dipanggil oleh guru mendadak, Masachika berdiri dengan cepat.
Tapi, karena dia hampir tidur sebelumnya, dia tidak tahu apa jawabannya.
Dia tidak tahu apa pertanyaanya. Walau dia sudah kirim sinyal ke sebelahnya untuk minta bantuan, Alisa malah tidak lihat ke arahnya.
"Apa ? Cepatlah."
"Ah,umm…"
Bilang saja aku takt ahu apa jawabannya. Pada saat itu pikiran itu muncul di kepalanya,
alias menunjukkan jawaban di buku teksnya dengan jarinya.
"!! Option 2, Tembaga!."
Sembari mengucapkan terima kasih di dalam hatinya, Masachika menjawab dengan
pilihan yang dilontarkannya, tapi …
"Salah."
"Eh ?"
Masachika malah kaget dengan suara idiotnya.
(Lah salah ?)
Meskipun dia berteriak dengan keras di dalam hatinya dan melihat ke samping, wajah
acuh tak acuh Alisa tetap tidak berubah sama sekali. Tidak, jika dilihat lebih dekat, malahan
wajahnya sedikit tersenyum.
"Baiklah, di sebelahmu…Kujou."
"Ya, Itu Option 8, Nikel."
"Benar. Kuze, dengarkan pelajarannya dengan serius, ya? "
"Ah iya…."
Masachika duduk di kursinya dengan semangat yang rendah menanggapi teguran guru
itu. Namun, ia langsung melakukan protes dengan berbisik ke arah Alisa.
"(Jangan beri tahu aku jawaban yang salah seperti itu,donk!)"
"(Tapi aku baru saja memberitahumu di mana pertanyaannya, iyakan?)"
"(Bohong, kau baru aja tunjuk ke Option 2!)"
"(Benar-benar tuduhan yang mengerikan.)"
"(Jangan ketawa dengan matamu.)"
Alisa mencibir dan melontarkan senyuman sambil tertawa mencemooh Masachika
yang seolah akan berteriak,: "Ugaaaah!", kapan saja.
[Imut]
Memperlihatkan sisi manis Alisa yang tiba-tiba, Masachika berjuang agar pipinya tidak
berkedut. Dia berhasil berpura-pura tidak tahu sambil menahan tangannya yang gemetar akibat
serangan balik itu.
"(Kau barusan bilang apa?)"
"(Bodoh, emang aku bilang apa)"
Dalam hatinya dia berterika, "Pembohong!!!!!", tapi dia tidak mau ungkapkan teriakannya itu.
Masachika sebenarnya mengerti Bahasa Rusia dikarenakan kakeknya yang dari pihak
ayah, yang sangat mencintai Rusia.
Ketika dia masih di sekolah dasar, dia dirawat di rumah kakeknya untuk beberapa waktu dan kakeknya memaksanya untuk menonton banyak film dari Russia.
Masachika sendiri tidak pernah pergi ke Rusia, dan tak punya saudara yang orang Rusia.
Dan dia juga menyembunyikan ini dari adik perempuannya, jadi tidak ada orang lain
yang mengetahuinya.
Dia tak pernah beritahu ini di sekola, jadi di sekolah ini yang tahu bahwa Masachika
paham Bahasa Rusia adalah adiknya.
Pada saat ini, Masachika pikir dia seharusnya memberitahukan ini kepadanya lebih
awal, tapi sudah terlambat untuk menyesalinya.
Drama misterius yang memalukan ini di mana seorang perempuan cantik yang duduk
disebelahnya yang hanya imut ketika dalam Bahasa Rusia, juga; semua ini adalah benih yang
telah Masachika taburkan, jadi dia harus menerimanya.
Dia bisa merasakan rasa malu yang tak terlukiskan yang mengalir di dadanya, wajahnya
memerah. Dia mencoba yang terbaik untuk menahan nafas sambil mengerucutkan bibirnya
dengan erat. Kemudian, Alisa yang secara keliru percaya bahwa dia sedang menahan
amarahnya, bergumam geli dari lubuk hatinya.
[Kamu terlihat seperti bayi]
Pikiran Masachika membayangkan bayangan dirinya yang berubah menjadi seorang anak kecil, dengan pipinya yang disodok oleh Alisa dengan seringai di wajahnya.
(Aku mengerti, kamu ini ingin perang, ya)
Masachika mengerti kalau dia sedang diperhatikan dan dipermainkan, dan wajahnya
menjadi sosok yang serius.
(Siapa sih bayinya, dasar brengsek… Mari kita lihat aku ini terbuat dari apa, gitu ?)
Dengan pandangan sekilas Masachika melihat ke arah jam dan memeriksa waktu yang
tersisa sampai kelas berakhir.
(11.40. 10 menit lagi, ya....Selama waktu ini, aku akan mencoba menyerang kembali)
Dan saat itulah mata Masachika membelalak saat dia menyadari suatu kebenaran yang
luar biasa.
(Sial, aku lupa pull gacha gratis tadi pagi!!)
Sebuah kesalahan yang benar-benar menyakitkan. Biasanya, dia akan menarik gacha
sebelum meninggalkan rumah atau sebelum kelas dimulai, tapi dia sangat mengantuk pagi ini
sehingga dia tidak berpikir sampai kesana.
(nyaris, bagaimana mungkin kau tidak menyadarinya, diriku. Mau bagaimana lagi, mari
kita gacha di waktu yang istirahat berikutnya)
Karena pemikirannya telah sepenuhnya beralih ke sisi otaku, dia tidak lagi peduli dengan fakta
bahwa si Alisa memperlakukannya seperti bayi.
Tidak dapat dipungkiri untuk memiliki
perasaan bahwa pikirannya selevel dengan pikiran seorang bayi.Padahal, orang yang dimaksud
tidak sadar akan hal itu.
Guru melakukan tugasnya dengan baik selama sisa pelajaran, dan meninggalkan kelas.
Begitu Masachika melihat guru itu pergi, dia kembalikan mejanya ke posisi semula, dan segera mengeluarkan ponselnya dan membuka game secepat mungkin yang dia bisa.
Si Alisa yang tahu kalau itu salah mengerutkan alisnya dan memberikan peringatan
kepada Masachika.
"Menggunakan ponsel di sekolah melanggar peraturan sekolah kecuali dalam keadaan
darurat dan saat digunakan pada saat belajar. Kau memiliki keberanian untuk menggunakan
ponselmu didepanku, anggota OSIS "
"Kalau begitu, itu bukan pelanggaran peraturan sekolah,kan. Bagaimanapun, ini
darurat".
"Memangnya keadaan daruratnya seperti apa ?"
Di bawah tatapan mencemooh Alisa, seperti bilang, mungkin untuk alasan yang salah,
bagaimanapun juga, kata Masachika dengan wajah tajam yang tidak perlu.
"Gacha gratis, tinggal 10 menit lagi habis,nih."
"Kau mau aku sita ponselmu?"
"Aku,sih percaya kau tak akan lakuin itu seperti Ze-"
"Mungkin aku harus sita ponselmu untuk sementara."
Masachika mengacungkan jempol dengan kedipan mata yang lemah, dan mata Alisa
yang menatapnya semakin gelap. Masachika tampaknya tidak menanggapi secara khusus, dan
dengan matanya menatap telepon ke bawah, katanya.
"Sekarang ~, jika yang langka muncul aku akan senang….Sekarang aku memperhatikannya, aku sudah lama tidak mengedipkan mata atau semacamnya. Ini ternyata memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, huh. Berkedip"
"kau ngomong apa sih tiba-tiba…."
"Maksudku, seorang idol, kadang-kadang suka melakukannya, tapi tidak banyak artis
yang bisa mengedipkan mata dengan indah, bukan"
"Kau pikir begitu?"
"Eh? Bukankah itu sulit? Bukankah itu membuat pipi dan tepi mulutmu berkedut dengan cara yang aneh tidak peduli apa itu, membuatnya terasa lebih sepertin 'mmm' daripada
'jentikkan'?"
"Kan bukan seperti itu."
"Ooh? Lalu bagaimana kalau kamu menunjukkannya, kedipan yang sangat cantik itu "
Masachika mengangkat kepalanya, dan tersenyum menantang. Dengan tampilan masam, alis Alisa berkedut dan teman sekelas di sekitarnya yang mendengarkan percakapan dengan ringan berbisik.
Dalam sekejap semua perhatian dari sekitarnya tertuju padanya; dia menghadapi Masachika dengan ekspresi kecewa di wajahnya dan menghela nafas panjang sekali.
"Haah ....Lihat, seperti ini, kan?"
Dan kemudian, sambil memiringkan kepalanya dia mengedipkan mata dengan sangat
cemerlang.
Tanpa memberikan kekuatan ekstra pada bagian wajah lainnya, matanya tertutup secara
alami dalam sekejap.
Pada pemandangan berharga dari si putri penyendiri yang mengedipkan matanya,
"Ooohh !!", orang-orang di sekitarnya menimbulkan keributan dan sorak-sorai,dan bahkan ada
tepuk tangan yang cukup jarang.
Tapi, untuk Masachika, orang yang membuat permintaan….
"Yaaah! SSR Tsukuyomi datang !!….Huh, aah maaf. Aku tidak melihatnya sedetik
yang lalu"
"Disita"
"TIIIIDAAAKKK!"
Masachika berteriak saat ponselnya diambil tanpa ampun. Mendengar itu, Alisa
memandang rendah Masachika dengan pose yang menakutkan.
Entah karena dia marah atau mungkin malu, wajah si Alisa sedikit memerah,
Itu bukan seperti dia merasa melakukan serangan balik tak terduga dari olok-olok di
pelajaran yang sebelumnya, Masachika tidak berniat melakukannya. Justru karena dia tidak
punya niat buruk, itu adalah kebiasaan yang buruk.
Dan disana, Alisa tak sengaja menguping suara tiga murid laki-laki yang saling berbisik-bisik.
(He-hey, kau dapat tidak ?)
(Enggak, sudutnya sikit)
(Fuhhh, serahkan padaku. Aku dapat kedipan itu secara sempurna)
(Berikan gambar itu, aku akan berikan beberapa ratus yen.)
"DISITA."
"Geh!? Kujou-san ?"
Ketiga anak laki-laki itu berteriak serempak Ketika telepon yang mereka gunakan diam-diam untuk mengambil gambar tersebut diambil oleh si Alisa.
"Apa-apaan ini Kujou-san! Kami tidak melakukan apa pun-"
"Tidak melakukan apapun?"
"Ah, tidak, bukan apa-apa…."
Mereka mencoba untuk berpura-pura bodoh tetapi mereka langsung mengecil kembali ketika tatapan diarahkan kepada mereka.
Namun, itu bisa dimengerti. Faktanya, Sosok Alisa yang mengangkat dagunya dan menatap mereka dalam perdebatan itu begitu kuat sehingga bahkanseorang pria besar pun akan tersentak.
Tatapannya yang dingin dan keras benar-benar menjadi kelas tundra.
Seolah badai salju bertiup kencang di belakang mereka, teman sekelas lainnya yang bersemangat dengan kedipan mata Alisa semuanya membuang muka dengan cepat dan menahan napas sehingga tidak akan berakibat kepada mereka.
Seolah melewati padang salju tak berpenghuni, Alisa kembali ke kursinya dengan empat telepon di tangannya.
Teman-teman sekelas menunggu badai salju tersebut berlalu, dengan wajah menghadap
ke bawah. Namun, ada sekitar satu anak laki-laki yang sama sekali tidak takut dengan
penampilannya yang mengesankan.
"Maafkan aku, ampuni aku."
Masachika menjatuhkan diri ke kaki Alisa saat dia kembali, menggenggam tangannya
dan memohon dengan menyedihkan. Masachika masih belum meninggalkan suasana hatinya
yang ceria di game sebelumnya dan mata di sekitarnya beralih ke si bodohnya ini.
"Aku benar-benar tidak bisa menahannya ~. Jika SSR berasal dari gacha gratis, tentu
saja aku akan melakukannya~ "
Lebih jauh, dia bahkan membela dirinya sendiri. Sementara kata-kata seperti, "Apakah
orang ini, serius", datang dari sekitarnya dan tatapan mereka tertuju pada Masachika, Alisa
mempertahankan ekspresi seperti tundra dan menatap ponsel yang diambilnya dari Masachika.
"…SSR, Tsukiyomi? Dia,kan dewi bulan dalam mitologi Jepang, bukan? Mengapa
rambutnya hitam bukannya warna perak? "
"Eh…siapa yang tahu? Bukankah karena gambar bulannya? Yah, dia itu,kan imut jadi
tidak perlu repot-repot dengan detail seperti itu"
"Lucu sekali."
Saat Masachika memberikan senyum yang sangat manis, Alisa dengan cepat menutup
Sebagian matanya.
Di saat itu pula, si Alisa mendadak mengalami penurunan suhu badan, sampai ke
tingkat kutub. Masachika di dalam pikirannya, "Eh ? Kenapa ?", dan senyumnya berkedut.
"Pertama-tama, aku akan mematikannya dan menahan ponsel ini sampai sepulang
sekolah"
"Tunggu sebentar!! Kalau kau mematikannya begitu saja, takutnya tak akan tersimpan
!?"
Masachika benar-benar panik ketika Alisa dengan tanpa ampun mencoba mematikan
ponsel miliki Masachika.
"Itu adalah aku yang tidak kau sukai, kan !? Dia tidak bersalah! Aku tidak peduli apa
yang terjadi padaku, hanya saja biarkan dia pergi !!"
"Mengapa aku terlihat seperti penjahat sekarang"
Masachika begitu putus asa sehingga orang akan bertanya-tanya apakah pacar tercintanya lagi disandera, dan dia mencoba untuk membujuknya agar tidak melakukannya.
Alisa menatapnya dengan tatapan merendahkan, dan bersama dengan desahan Alisa
mengembalikan ponselnya.
"Makasih, makasih."
"….hmph"
Saat Masachika mengambil telepon di kedua tangannya dan memujanya, Alisa mendengus, bahkan tidak berusaha menyembunyikan ketidaksenangannya. Tiga ponsel lainnya juga dikembalikan ke pemiliknya.
Setelah dia memastikan bahwa foto-foto yang diambil dengan diam-diam telah dihapus,
dia duduk di kursinya dengan kasar.
"Uwaah ~ Ini benar-benar Tsukiyomi-sama. Kupikir aku tidak akan pernah
mendapatkannya…. "
Melipat rambutnya sendiri di jari-jarinya dan memainkannya, Alisa melirik Masachika
yang sedang melihat layar ponselnya dengan mata berbinar dan berwajah cemberut.
[Meskipun aku juga memiliki rambut berwarna perak]
Masachika membeku karena serangan kecemburuan mengejutkan yang datang tiba tiba.
"….Kau bilang apa tadi ?"
Dia secara alami dapat mendengarnya dan Masachika mengangkat kepalanya dengan
wajah berkedut. Dia menatapnya dengan tatapan dingin, berhenti memainkan rambutnya dan
berkata seolah-olah akan meludah.
"Aku baru saja berkata, 'Pecandu game ini'"
"Hei, tidak sopan berbicara seperti itu"
"A-apa itu"
Alisa tersentak sedikit ketika Masachika mengangkat suaranya dengan suara kasar
dengan ekspresi yang sangat serius. Tapi segera dia berkata, "Saya tidak mengatakan sesuatu
yang salah", dan balas menatapnya dengan tajam. Masachika memperingatkannya dengan
ekspresi serius yang mematikan, dan ketegangan yang meluap di sekitar mereka, sekali lagi,
memancing mata orang-orang di sekitarnya untuk berkumpul pada mereka.
"Tidakkah menurutmu tidak sopan bagi pecandu game sejati yang mengeluarkan uang
untuk game, memanggilku, pemain gratisan sepertiku, sebagai pecandu game?"
"Yang pasti, siapapun itu, mereka pasti tidak ingin disatukan dengan kau"
"Kuuh !?"
Seolah-olah dia sedang melihat sampah, tatapan Alisa menembus Masachika, yang
mengatakan sesuatu yang bodoh dengan wajah yang tidak berguna.seolah-olah itu menusuknya
secara fisik, Masachika mengeluarkan "Guhaa" dan menahan dadanya.
Alisa hanya tidak bisa menghadapi gaya teatrikal Masachika yang tidak memiliki batas
lagi, dan menghela nafas dengan anggun/megah.
"Bagus….Kauu terlihat sangat serius tadi, jadi aku bertanya-tanya apa yang sedang terjadi "
"Hei, itu tidak masuk akal. Aku selalu serius setiap saat, Kau tahu? Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa keseriusan adalah hal yang baik bagiku."
"Itu adalah pembesar-besaran terbesar abad ini"
"Meskipun masih ada 80% yang tersisa di abad ini !?"
"Haah….Sudah cukup dan simpan ponselmu"
"Menyedihkan", dia mengangkat bahu dan dia meletakkan dagunya di tangannya dengan penampilan yang terlihat cukup lelah.
Melihatnya seperti itu, Masachika berkata, "Sedikit terlalu menyenangkan, ya", dan mengangkat bahu.
Saat dia hendak meletakkan ponselnya dan memutuskan untuk berhenti di situ….Segera, dia berhenti bergerak karena kata-kata Bahasa Rusia yang sampai ke telinganya.
[Meskipun, kupikir jika kamu serius akan terlihat keren]
Dia secara spontan berbalik mendengar gumaman yang benar-benar membuat tulang
punggungnya kesemutan.
"Apa katamu?"
"Aku berkata, 'Aku kehilangan harapan' "
"….Aah begitu"
"Ya itu betul"
Tidak meninggalkan mulutnya, Masachika meneriakkan pikiran batinnya dengan keras,
"Pembohooonnng !!", dan Alisa, "Ba~ka. Huh ".
Benar-benar memahami apa yang sebenarnya
dipikirkan, wajah Masachika berkedut.
(Semua. Itu. Disampaikan tersampaikan padaku tahu!!)
Betapa menyegarkannya jika dia bisa meneriakkannya sekeras yang dia bisa. Tapi,
satusatunya yang akan kalah
Yang mengungkapkannya itu adalah dia.
(Nu, betapa bodohnya dia…)
Dia tahu dia tidak bisa mengungkapkannya tetapi, dia hanya merasa terpendam. Dengan
satu atau lain cara dia ingin mengungkap hidung gadis tsundere yang tersembunyi ini. Dia
menggertakkan giginya, tapi pada saat itu, tiba-tiba pintu di depan kelas terbuka.
"Ello ~, ini sedikit lebih awal tapi pelajaran akan dimulai~….Huh, Kuze. Mengapa kau
mengeluarkan ponselmu "
"Ah…"
Ditunjukkan oleh guru yang masuk, Masachika menyadari setelah sekian lama bahwa
dia masih memegang ponselnya itu.
"Yah, hanya sedikit riset untuk sebuah tugas saja…."
"Apakah itu benar, Kujou?"
"Tidak, Kuze-kun sedang bermain game di ponselnya"
"Hei!?"
"Aku tahu itu. Kemarilah, Kuze! Itu disita! "
"Tidak, apa maksudmu kau mengetahuinya!"
Masachika memprotes guru tersebut saat dia dengan enggan pergi ke platform guru.
Saat dia memperhatikan punggungnya, Alisa mengangkat bahunya.
"Haah….Dia benar-benar idiot"
Dia bergumam dengan nada yang benar-benar tercengang tetapi, bertentangan dengan
nadanya,bibirnya sedikit tersenyum. Namun, teman sekelasnya, termasuk Masachika, tidak
menyadarinya.
"(Uwoah! Putri Aarya tersenyum !?)"
"(Uooooo! Kesempatan untuk berfoto!)"
"(Ambil , Ambillah! Sial, kameraku malah error!)"
"Sensei, tiga orang di sana juga menggunakan ponsel mereka. "
"""TIDAAAKKKK !!"""
….Kecuali untuk tiga idiot sejati ini.