Pen Corp
"Entschuldigen Sie die Verzögerung, Herr Pen. Ich habe heute Morgen ein persönliches Geschäft, (Maaf atas keterlambatannya, Tuan Pen. Saya punya urusan pribadi pagi ini)" sesal Vian dengan Mr. Pen yang mengayunkan tangan dan juga tawa kecil hangat menggema di ruangan.
"Kein Problem, Herr Geonandes. Geht es um jemanden? (Tidak masalah, Tuan Geonandes. Apakah ini tentang seseorang)" balas Mr. Pen dengan nada jenaka, membuat Vian tanpa sadar tersenyum kecil, meski sedetik kemudian menggelengkan kepala seakan menampik.
"Nein, nicht was du denkst, (Tidak, tidak seperti yang anda pikirkan)" elak Vian dengan Mr. Pen yang tergelak kecil, senang mengusili pria muda yang menjadi partner bisnisnya.
"Ha-ha.... Es scheint, ich habe recht. (Sepertinya saya benar)" goda Mr. Pen dan Vian tanpa sadar bergerak gelisah, membuat Mr. Pen kembali tergelak.
Setelahnya, mereka pun menyudahi acara santai dan kembali membahas kerjasama yang kemarin belum menemui titik terang. Karena kali ini hanya ada Vian dan Mr. Pen, pertemuan pun terasa lebih fokus dengan satu per satu pembahasan.
Meskipun memakan cukup banyak waktu untuk pembahasan kerjasama, tapi untunglah hasilnya memuaskan dan akhirnya kerjasama pun mencapai kesepakatan.
Makan siang hari ini kembali dilalui bersama Mr. Pen, serta Yeselen yang setia menemani sang Bos. Ketiganya juga kembali ke perusahaan, dengan Mr. Pen yang meminta sang sekretaris menemani Vian berkeliling perusahaan.
Ah! Vian menunggu moment ini, karena ia bisa membandingkan pula bagaimana ruangan-ruangan sebelum nanti membangun gedung perusahaan cabang untuk Mr. Pen di kotanya.
Yeselen mempersilakan Vian untuk mengikuti, memulai keliling gedung dimulai dari lantai paling atas dan nanti kembali ke ruangan si empu, untuk kemudian pulang ke hotel.
***
Hyperion Hotel Berlin
Berbeda dengan Vian yang menyelesaikan urusan pekerjaan, di hotel tempat menginap tampak Aliysia yang baru saja selesai membongkar isi koper, menyusun di lemari yang ada di sebelah sebuah pintu tertutup.
Ya, tepatnya sejak kepergian Vian ia mulai menjelajah isi ruangan, terutama kamar yang ditunjukkan Vian sebagai tempatnya istirahat.
Ia juga sudah menjelajah kamar mandi, ketika ia iseng membuka dan menemukan sebuah bathtub sebagai objek yang pertama kali dilihat.
Selesai dengan membereskan pakaian dan menyusun peralatan kamar mandi juga make-up di meja rias. Aliysia kembali keluar dari kamar dan duduk santai di ruang tamu, mencoba mencari hiburan dengan menghidupkan televisi.
Tidak ada hal yang seru, membuatnya bosan dan kembali mematikan televisi.
"Apa yang harus aku lakukan. Aku ditinggal sendiri, sedangkan dia kembali sibuk," gumam Aliysia menggerutu kesal.
Namun, rasa penasaran membuatnya kembali berdiri kemudian melangkah menuju balkon, dimana pemandangan kota Berlin tampak jelas.
Sangat indah, apalagi halaman luas dengan rumput hijau dan air mancur di tengah halaman. Bukan hanya itu, tapi juga kendaraan lalu lalang serta membuatnya tersenyum.
Besok, ketika ia bisa keluar dan menjelajah, ia akan menghampiri air mancur di sana dan mengambil foto untuk dikirim ke mama.
Ya, itu sepertinya ide yang bagus.
Beberapa waktu dihabiskan Aliysia dengan melihat halaman dan langit cerah yang berbeda dari kotanya tinggal. Hingga rasa lelah membuatnya mengantuk, ia kembali duduk di sofa dengan perlahan merebahkan tubuh, kemudian melihat dengan netra sayup langit-langit ruang tamu dan seketika terlelap.
Sampai beberapa jam dihabiskannya dengan tidur, sangking lelah melakukan perjalanan hampir seharian dari tempatnya tinggal.
Kelopak mata tersebut kini bergerak pelan dengan sesekali berkedip, sebelum akhirnya benar-benar terbuka dan kembali melihat langit-langit ruang tamu sebagai hal yang pertama dilihat.
"Sepertinya aku terlalu lelah sampai tidur siangku sangat nyenyak, bahkan ini di ruang tamu," gumam Aliysia sebelum menguap dengan lebar, sama sekali tidak ada anggun-anggunnya.
Untung saja saat ini ia sendirian, tidak ada orang lain apalagi Vian yang pastinya akan mengejek jika ia melakukan hal jelek seperti ini.
Jelas, Vian selalu mengganggunya dengan memanggil bocah atau mencibir kelakuan serampanganya.
Kalau dulu Aliysia tidak peduli, bagaimana dengan sekarang?
Hoam!
Terserah, inilah aku, pikirnya tetap santai.
Jalan dengan sempoyongan, Aliysia menuju kamar untuk membersihkan diri sebelum turun ke bawah.
Rencananya ia ingin ke restaurant, ingin melihat bagaimana desain interior restoran kelas atas di tempatnya menginap. Lumayan, bisa mendapat referensi untuk ujian kuliah desain yang dipaksa oleh sang papa, meskipun ia juga menyukai jurusan tersebut.
Dan setelahnya hanya ada debaman serta gemericik air dari dalam kamar mandi.
Sekitar empat puluh lima menit kemudian, Aliysia selesai dengan ritual mandi dan kini sedang berdiri sambil mengerucutkan bibir, memilih pakaian yang bagus untuk dipakai saat ke restoran nanti.
Bukannya apa, ia hanya takut salah kostum. Maunya sih pakai hotpants seperti biasa, tapi berhubung akan makan di restaurant mewah, jadi tidak mungkin tampil gembel seperti biasa.
Kini, ia memilah potongan baju yang tersusun di lemari dan setelah memilih dengan mempertimbangkan banyak pilihan, akhirnya dress berbahan chiffon tanpa lengan di atas lutut, dengan potongan rendah V-neck menjadi pilihan.
Rambutnya yang diurai kini diikat dan cepol bentuk bun, lalu yang terakhir menyemprotkan parfume di belakang telinga.
"Okay, siap," gumamnya senang, kemudian mengambil dompet dan juga gawai.
Tidak perlu dicek lagi, karena ia yakin tidak akan ada pesan dari siapa-siapa apalagi dari Vian.
Ceklek!
Blam!
Dengan mata berbinar senang dan decakan kagum, ia menikmati interior di sepanjang koridor hingga tidak terasa jika sudah berdiri di depan lift.
Aliysia baru ini memperhatikan desain koridor, karena saat pertama datang bersama Vian ia justru sibuk memikirkan apa yang akan dikatakan pada si suami kontrak.
Namun sayang sekali, sudah sibuk dengan pemikiran ingin berbicara apa, eh! Vian justru semakin menyebalkan.
Jangankan berbicara dengan santai, menjelaskan saja dengan terburu seperti itu dan dengan begitu ia pun menekan tombol lift angka satu, lantai di mana pusat kegiatan berada.
Ting!
Dengan langkah ringan ia keluar dari dalam lift yang kebetulan hanya ada dirinya di dalam. Keluar dari lift, kepalanya segera menoleh ke arah kanan dan kiri melihat dengan penasaran kegiatan di sekitar.
Koridor kanan adalah yang dipilih, sekalian ke resepsionis untuk menanyakan tempat hiburan di dekat sini. Karena ia tidak tahu, apakah Vian besok sibuk atau sudah tidak dengan kegiatan bisnisnya.
Namun, ketika ia sedang berjalan menuju konter resepsionis, terlihat punggung lebar seorang pria yang dikenali di depan sana. Seperti sedang berbicara dengan seseorang, yang membuatnya tanpa sadar semakin cepat melangkah menghampiri keduanya.
"Sedang sama siapa?" gumam Aliysia di antara penasaran dan tidak suka ketika seseorang itu jelas siapa.
Meskipun ia tidak mendengar pembicaraan keduanya, tapi karena tidak ingin penasaran ia pun segera memanggil ketika sudah berada di belakang tak jauh dari keduanya.
"Vian! Sedang apa?"
Bersambung