Chika memandang Sany dari kejauhan, senyumnya yang lebar dan tangannya melambai menyapa Chika dengan bahagia. Chika balas tersenyum dan membalas lambaian Sany. Chika merapatkan syal merah di lehernya lebih rapat lagi, walaupun dia memakai baju hangat bahan rajutan warna merah senada dengan syalnya tetap saja Chika merasakan dinginnya malam. Ditambah angin yang berhembus membuat udara semakin dingin.
Chika segera merapatkan baju hangatnya dan tubuhnya bergetar menahan dingin, Chika memakai segera memakai sarung tangan wol yang dia rajut sendiri, setidaknya sarung tangan itu menambah kehangatannya, topi baret yang senada dia kenakan menambah gayanya dalam berpakaian. Sany memintanya mengubah penampilannya supaya Jose menyesal telah memutuskannya.
"Kamu mulai sekarang harus merubah penampilanmu, buat pria hidung belang itu menyesal telah melepaskanmu. Kamu ini memiliki keahlian yang tidak dimiliki orang lain, yaitu seorang Desainer. Kamu paling tahu gaya apa yang paling cocok untukmu. Jadi setidaknya kamu harus segera bertransformasi."
"Nah sejak itulah saya mulai memperhatikan diri sendiri. Tetapi untuk apa? Untuk membuat diri sendiri nelangsa? Saya memang bersyukur kami berpisah sebelum terjadi pernikahan, bagaimana kalau ternyata dia berselingkuh setelah kami menikah? Saya lebih kuat menjadi jomblo daripada menjadi janda. Karena menjadi janda tidaklah enak, dimana kamu akan pergi selalu ditatap dengan tatapan curiga."
Chika menatap penampilannya yang sudah lebih lumayan, rambut hitamnya yang panjang kini bermain dengan angin malam membuat siluet yang sangat indah. Sepasang mata memandang dari kejauhan memperhatikannya. Sementara Chika masih bermain dengan angan – angannya.
Chika kini memandang gembok cinta , dahinya berkerut memandang gembok cinta yang ada ditangannya. Chika memutar otaknya karena dia belum menemukan kata – kata yang tepat untuk menuliskan pengharapannya. Chika berharap apa yang dia tulis dapat terwujud. Chika mulai terpengaruh dengan perkataan Sany.
Di hadapannya dia melihat sebuah gembok dengan tulisan yang familiar, tulisan Indonesia. Sambil tersenyum dibacanya tulisan yang ada di tangannya tersebut.
"Semoga saya dapat menerima cinta Arfan, Lila."
Chika tersenyum membacanya.
"Arfan? Berarti nama pemuda yang yang ditulis Lila adalah Arfan. Sepertinya mereka dijodohkan, semoga saja Lila, kamu hidup berbahagia dengan Arfan," bisik Chika lagi.
Chika masih memikirkan pengharapan apa yang ingin dia tuliskan, diambilnya pulen yang ada didalam kemasan gembok itu dan mulai menuliskan apa yang hendak harapkan. Gembok ini mengandung karet yang halus, sehingga mudah dituliskan. Jadi bukan seperti gembok biasa yang terbuat dari logam.
Chika mulai menuliskan apa yang ingin dia tuliskan.
"Biarlah cinta dan kebahagiaanku datang menghampiriku."
Chika menatap tulisan yang ada di tangannya, dia mengalihkan pandangannya ke arah Sany. Sepertinya Sany juga berpikir keras apa yang hendak dia tuliskan. Tidak beberapa lama kemudian dia melihat Sany menuliskan setiap kata dengan serius di gembok tersebut.
Chika menyimpan pulpen yang ada dikemasan gembok itu dan dia simpan di dalam tasnya. Chika tersenyum melihat gembok tersebut, bentuknya memang lucu ditambah lagi dengan warna – warna yang mencolok. Semuanya sangat menarik.
Chika memperhatikan gembok – gembok itu lagi kemudian dia memikirkan mau dimana dia letakkan gembok tersebut. Menurut kebiasaan mereka kunci gembok akan dibuang, entah apa maksudnya Chika juga tidak dapat memahaminya.
Chika memperhatikan tulisan itu satu kali lagi, akhirnya dia tersenyum karena otaknya kini mulai terpengaruh dengan apa yang Sany ucapkan. Apapun yang terjadi Chika akan memasrahkan semuanya kepada yang Di Atas, Sang Pencipta Yang Maha Tahu.
Chika segera mencari dimana sebaiknya dia meletakkan gembok cinta ini dan dia memandang pagar besi di hadapannya sepertinya pagar itu sudah dipenuhi oleh banyaknya gembok yang telah terkunci disana.
Chika berjalan menuju pagar besi yang berada di dek sebelah kanan, sepertinya pagar besi di sana lebih sedikit menampung gembok cinta.
Chika segera berjalan dan tangannya terus saja merapatkan baju hangat yang dia kenakan, malam ini sungguh berangin. Rambutnya yang diterbangkan oleh angin kini mulai mengganggu penglihatannya sehingga tanpa dia sadari dia telah menabrak sesosok tubuh yang sangat kekar, tubuh Chika yang lebih ramping harus terpental jatuh.
"Aghhhhh," jerit Chika dengan kesakitan.
Tubuhnya jatuh menimpa lantai dek yang sangat keras. Chika mengusap bagian belakang tubuhnya yang sakit. Chika hampir saja melotot memandang orang yang menyebabkan dia terjatuh. Seketika wajahnya pucat menahan malu, ternyata si manusia suitcase. Sampai sekarang jika mengingat kejadian di bandara, Chika akan malu. Chika ingin segera meninggalkan tempat itu. Dia berdiri menahan sakit.
"Sebaiknya aku kabur saja, malas rasanya berhadapan dengan orang ini," pikir Chika kembali.
Chika masih saja menahan rasa sakitnya, dan sekarang dia akan segera megambil langkah seribu untuk segera berlari meninggalkan tempat itu. Padahal gembok cinta belum juga dia pasangkan. Chika tidak memperdulikannya sama sekali.
Ketika Chika akan berbalik, sebuah tangan menahan dirinya. Tangan itu memegang lengan Chika dan tidak melepaskannya. Langkah Chika tertahan dan tubuhnya oleng karena tidak dapat menahan tarikan itu. Kini dia terhempas ke arah lelaki itu. Otot dadanya yang keras mengenai punggung Chika. Chika tersentak kaget. Dia bahkan tidak berani menolehnya sama sekali.
Lelaki itu belum menyadari siapa Chika, tetapi Chika lebih dulu menyadarinya.
"Are You Oke?" tanyanya dengan perasaan bersalah.
Chika hanya bisa membelakanginya karena bagian punggungnya lah sekarang yang berada tepat di dada pria yang ada di hadapannya sekarang. Chika tidak ingin membalikkan wajahnya, dia sekarang malu bertatapan dengan pemuda itu. Perasaan malunya terus saja menyerangnya.
Bagaimana jika dia menyadari kalau dirikulah yang telah memarahinya dibandara kemarin? Rambut Chika kini semakin acak – acakkan dan menutupi wajahnya, angin telah menerbangkan rambutnya ke hidung lelaki itu.
Tanpa dia sadari dia menghirup wangi segar rambut Chika, wangi apel yang segar. Pria itu sekejap merasakan wangi yang ditebarkan oleh Chika, dan melupakan bahwa tangannya masih saja mencengkeram lengan Chika.
Chika diam tidak berani bergerak dan tidak ingin menjawab pertanyaan dari lelaki itu. Wajahnya merona merah, mungkin kalau ada orang yang melihatnya mereka menduga Chika malu karena lelaki itu menyatakan cintanya. Tetapi mereka salah besar, justru Chika malu karena kejadian yang tidak terduga di bandara Incheon.
"Miss, are You Oke?" ulangnya sekali lagi.
Chika hanya tertunduk dan tidak memperdulikan perkataan lelaki itu, dia berusaha untuk melepaskan cengkeramannya dan segera berlalu dari tempat itu. Chika melupakan tujuannya untuk memasangkan gembok cinta itu. Tiba – tiba gembok itu terjatuh, Chika merasa ini kesempatannya untuk berlari, tetapi lelaki itu tidak memperdulikannya. Dibiarkannya gembok itu tetap tergeletak dilantai dek. Chika berharap pria itu membantunya dengan mengambilkannya dan memberikannya kepada Chika.
Lelaki itu keheranan karena Chika sama sekali tidak memperdulikan pertanyaannya, dengan tangannya kini dia bermaksud memutar tubuh Chika menghadapnya. Chika yang masih malu malah memerangkapkan wajahnya di dada bidang lelaki itu, wangi rasa mint menyeruak memasuki hidungnya. Lelaki ini rupanya memakai pewangi dengan aroma mint yang menyegarkan. Inderanya terlena dengan aroma maskulin yang menyegarkan, sementara lelaki itu terkejut dengan gerakan yang Chika lakukan. Kini dia menarik Chika melepaskan pelukannya dari dadanya yang bidang. Di arahkannya tubuh Chika untuk menghadapnya, secara spontan kini matanya membeliak terkejut.
"Kamu?"