"Lho Kak Damian? Kok bisa sampai sini. Perasaan Kakak ngak ada rencana bukan datang ke Seoul?" tanya Sany dengan bingung.
"Ngak mau izinin Kakak masuk nich?"
Pandangan matanya berusaha melihat ke dalam untuk melihat apakah Chika ada di sana. Sany sudah tahu sebenarnya kakaknya ada hati kepada Chika. Cuma Chika waktu itu telah memiliki Jose, supaya tidak melukai perasaan Chika dan merusak persahabatannya Sany tidak ingin menjodohkan mereka. Damian belum mengakui perasaannya dan belum menyadarinya sama sekali, tetapi Sany tahu benar kakaknya telah jatuh cinta kepada Chika. Chika juga tidak menyadarinya.
"Kamu saja yang tidak perhatian, padahal Kakak ada bilang Kakak ada urusan penting disini."
"Bukannya Kakak ada rapat penting tadi malam di Jakarta? Kok bisa samaan kita nyampenya."
"Ini anak udah gede kok otaknya ngak encer – encer, ya iyalah Kakak kemari naik jet pribadi bukan? Kamu naik pesawat komersil ya sudah tentu kamu lama di transit. Makanya jadi orang itu harus sabaran."
Sany menyesal tidak mendengarkan ucapan Damian padahal mereka lebih dulu berangkat malah sampainya sama dengan Damian.
"Kamu ngak tawarin Kakak untuk masuk? Kok ya kita berdiri terus di luar. Pegal kan kakinya."
"Oh iyalah Kak, maaf silahkan masuk," tawar Sany sambil memperlebar pintu kamarnya agar Damian bisa masuk.
Chika yang melihat ke arah pintu menatap kedatangan Damian dengan bingung.
"Lho Kak Damian? Kapan nyampenya? Kok tiba – tiba sudah ada disini. Naik apa kak?"
Damian tertawa mendengar pernyaan Chika yang kebingungan.
"Ya, naik pesawat dong Cha. Masak Kakak naik mobil kemari."
Mendengar perkataan Damian, Chika hanya tersenyum malu.
"Aku kok bodoh ya masak nanya naik apa, Icha Icah," pikirnya malu.
Sany tertawa geli mendengar percakapan mereka berdua.
"Udah dong Kak, jangan godain Icha terus. Icha kan jadi malu."
"Iya dech Kakak minta maaf. Kalian lagi makan apa? Bagi Kakak dong, Kakak juga lapar."
Tanpa basa basi, Damian segera mengambil makanan Sany dan langsung memakannya. Kalau Sany makan rameyonnya dari tutup panci, malah Damien makan langsung dari pancinya.
"Ih, kok makananku yang dimakan Kak? Lha aku gimana?" tanyanya tidak ikhlas. Belum sesuap pun dia makan, eh malah Damian datang langsung memakannya.
"Ya udah, kita berdua kongsi saja San. Biar Kak Damian makan ramyeon kamu."
"Icha saja ngak pelit, kok kamu yang pelit sama Kakaknya sendiri."
Sany meleletkan lidahnya mengejek Damian, Chika merasakan perasaan hangat di dadanya melihat interaksi antara mereka berdua. Mereka sangat dekat satu sama lain. Chika sejak SMA memang dekat dengan keluarga Sany bahkan dengan Damian dan kedua orang tuanya. Chika bahkan sering menginap di rumah mereka. Makanya Damian memanggil Chika dengan nama kecilnya, Icha.
"Siap makan mau kemana? Soalnya biar Kakak antar sekalian. Pilih perjalanan yang jauh dulu karena kalau yang dekat kalian bisa pergi sendiri."
"Kita ke Namsan Tower saja, soalnya Icha mau membeli gembok di sana sekalian mau pasang di Namsan Tower."
"Gembok? Apa ngak salah tukh?" tanya Damian kebingungan.
"Oalah Kak, kakak boleh jadi pengusaha tetapi jiwa mudanya harus dipupuk. Orang yang sudah tua saja pengen jiwa muda. Masak Kakak yang muda saja seperti orang tua?"
Damian hanya menggaruk kepalanya dengan gatal, coba pikir ngapai ke Namsan Tower hanya pasang gembok? Kalau lihat pemandangan itu baru benar. Karena malam hari Namsan Tower sangat indah dilihat.
"Artinya mau ngapai coba?" tanya Damian penasaran.
"Kak, kalau kita memasang gembok disana tepatnya di bukit Namsan maka kalau yang berpasangan cinta mereka akan abadi, langeng tidak dapat dipisahkan. Gembok cinta melambangkan komitmen dan cinta dua orang."
"Lho untuk kamu yang jomblo ngapai coba kesana?"
Damian yang tidak paham dengan pola anak muda sekarang malah jadi kebingungan.
"Kalau untuk yang jomblo seperti kami berdua bisa juga kami masukkan harapan dan komitmen kami jadi mudah mudahan terkabul, ngak harus pacaran." jelas Sany lagi.
"Kamu sudah gede San, sudah punya usaha sendiri lagi. Ngapai coba percaya yang begituan?"
"Terserah Kakak mau percaya atau tidak, yang jelas kami berdua akan kesana. Benarkan, Cha. Kita ke sana ya malam ini?"
Sany sekarang menghadap Chika. Chika yang merasa tidak enak karena harus memaksa Damian akhirnya bicara.
"Terserah Kamu saja San. Kalau Aku sich nurut saja. Kalau Kak Damian ngak mau ikut jangan dipaksa. Mendingan kita berangkat sendiri saja. Apa kamu bisa jalan sendiri bareng aku?"
"Bisa dong, kalau Kak Damian ngak mau ikut. Kami berdua bisa jalan sendiri kok."
Kali ini Sany menatap Damian meminta kejelasan. Apakah Damian mau mengantarkan mereka atau tidak. Kalau Damian mau Sany bersyukur sekali, karena pasti Damian memakai mobilnya yang tersimpan di kantor cabang. Damian memang selalu menyediakan mobil pribadinya di setiap kantor cabang yang ada di berbagai negara. Damian dan Sany adalah anak dari keluarga Yudha Wijaya dan Ratih Wijaya mereka adalah pemilik Green Star Corporation yang sebenarnya. Sewaktu Damian masih sekolah ayahnya Yudha yang menjalankan, tetapi sekarang 60 persen perusahaan dijalankan oleh Damian. Mereka bergerak diberbagai bidang. Damian memegang industry otomotif dan tekstil. Sementara Yudha Wijaya memegang industri baja dan logam sejenis. Mereka salah satu keluarga Taipan yang disegani. Sany diminta untuk bergabung disalah satu anak cabang, tetapi dia menolaknya karena dia menyukai desain dan ingin memulai dari nol. Karena Damian memegang industry tekstil dia ingin membawa usaha Sany ke dalam perkancahan industri tekstil dan mengembangkan sayapnya membuka industri garmen secara besar – besaran, yang masih di tolak oleh Sany karena brand yang mereka ciptakan bersama Chika, S'HI. Mereka menginginkan brand itu menjadi brand ekslusif. Akhirnya Damian mengalah dengan membuka dan mengembangkan brand itu dengan penanaman modal, tetapi mereka harus menunjukkan hasil karya mereka dalam setahun ini. Baru Damian akan berinvestasi.
"Ya sudah kalau kalian masih tetap mau ke Namsan Tower kalian bersiap – siap saja ya, kakak mau balik kamar dulu mau mandi juga."
"Lho memangnya kakak nginap dimana? Apa tidak di kamar hotel yang biasa Kakak tempati?"
"Kakak nginap disini juga, tepat di sebelah kamar kalian."
"Lho Kakak, ngapai coba ikutan kita nginap disini. Biasanya ngak mau pindah hotel?" goda Sany lagi.
"Hush, kerjaannya godain Kak Damian terus. Kan Kak Damian jadi malu."
"Ih Kamu ini Cha, kok malah belain Kak Damian sich."
Kali ini Sany yang cemberut karena Chika membela Damian, Damian yang mendengar pembelaan Chika hanya tersenyum senang.
"Hu, ada yang sewot tukh," goda Damian kembali.
"Udah jadi mandi atau tidak nich? Apa mau ditinggal? Biar Sany dan Icha pergi duluan," ujar Sany dengan jengkel.
"Awas ya kalau tinggalin Kakak, Kakak jamin hidup kamu jadi susah."