Marisa melepaskan tangan Kevin dari pergelangan tangannya. "Kerjaanku besok banyak Vin, aku mau tidur, capek!" Setelah itu ia pergi meninggalkan Kevin yang masih terpaku di sana.
Marisa berjalan lurus dan enggan lagi untuk menoleh ke belakang, meskipun ia sebenarnya ingin tahu reaksi Kevin setelah ia tinggalkan tadi. Ini pertama kalinya Marisa bersikap seperti itu kepada Kevin.
"Maafin aku Vin," gumam Marisa merasa bersalah, setelah itu membuka pintu kamar Debi.
Melihat sofa yang kosong kemudian Marisa memutuskan untuk tidur di sana, karena ia pikir Kevin pasti akan memilih untuk tidur di samping ranjang ibunya seperti tadi.
Marisa memaksakan matanya untuk terpejam, walau tak mengantuk, ia malas jika nanti Kevin mengetahuinya belum tidur dan mengajaknya untuk bicara lagi. Sudah cukup untuk kekacauan hari ini.
Beberapa menit kemudian Marisa masih belum bisa tidur, ia mendengar pintu dibuka meskipun matanya terpejam, mungkin itu Kevin. Marisa melirik sedikit dan benar itu Kevin.
Yang membuat Marisa terkejut lampu di atasnya mati, dan tak lama Marisa merasakan ada seseorang yang duduk di sofa yang sama tempatnya berbaring.
Marisa yang kaget seketika membuka mata dan bangun dari tidurnya. Wajahnya berubah menjadi mendung ketika ternyata Kevin yang duduk di sana.
Marisa mendengus kesal. "Sedang apa kamu di sini?"
Kevin mendekati Marisa, kemudian memeluknya. "Apa yang salah dari seorang suami yang mau menemani istrinya tidur?" Tak menjawab pertanyaan dari Marisa. Kevin malah balik bertanya. Ia berharap dengan mendekati Marisa dan bersikap mesra, istrinya tersebut akan luluh. Tapi nyatanya tidak.
Perasaan Marisa kini campur aduk, ia merasakan kenyamanan dipeluk oleh Kevin seperti ini, tapi di sisi lain ia masih kesal dengan Kevin.
Marisa kemudian berusaha melepaskan diri dari pelukan Kevin. "Lepasin Vin. Kamu bisa tidur di samping ibu, di sini sempit," tolak Marisa.
Kevin tak menyerah begitu saja. "Ada dua sofa, kita bisa gabung sofanya dan tidur berdua di sini," bujuk Kevin.
Marisa menghela napas dengan kasar. "Kevin kamu jangan gila. Ini rumah sakit bukan hotel. kamu bisa lihat pintu masuk tepat di depan kita. Akan memalukan bila tiba-tiba petugas medis masuk," ucap Marisa memperingatkan. Jika tidak diingatkan Kevin kadang bisa saja berbuat bodoh seperti sekarang ini, bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.
"Kita bisa mengunci pintunya." Kevin masih tak mau kalah.
"Itu akan membahayakan keselamatan-"
Kalimat Marisa terpotong. Karena Kevin mendekapnya dan menyambar bibir Marisa dengan rakus. Padahal pintu belum dikunci, benar-benar nekat sekali Kevin.
Mata Marisa membelalak, ia benar-benar tidak siap untuk saat ini. Sekilas ia bisa melihat tirai pembatas antara tempat Debi tidur dan sofa sudah tertutup, sudah pasti Kevin merencanakan ini dengan baik.
Marisa tak merasakan kenikmatan sama sekali. Ia lalu mendorong tubuh Kevin, hingga tubuh suaminya itu terpental di ujung sofa.
Napas Kevin masih terengah-engah. Padahal ia masih ingin bercumbu dengan Marisa. Namun justru penolakan seperti ini yang harus ia dapati.
"Kamu nolak aku?" tanya Kevin, hatinya dipenuhi rasa sesak kini.
Marisa segera bangkit dan menjauh dari Kevin. "Kamu bisa tidur di sini, aku akan tidur di samping ibu." Ia setengah berlari menuju ke samping Debi, dan tidur di sebuah kursi dekat ranjang mertuanya tersebut.
"Setidaknya aku akan aman di sini," batin Marisa. Ia langsung menaruh kepalanya di tepi ranjang Debi, memejamkan mata dan pura-pura tidur.
Kevin menggeretakkan giginya karena kesal. Dadanya seperti terbakar, ia tidak pernah ditolak seperti ini oleh Marisa. Kevin tak menyangka, masalah hari ini berimbas pada hubungannya dengan Marisa.
Kevin yang frustrasi mengacak rambutnya dengan kasar. Kemudian terpaksa tidur dengan keadaan yang marah dan kecewa.
**
Alarm di ponsel Marisa berdering, dan menunjukkan pukul lima pagi. Marisa pergi untuk mengurus bisnis florist miliknya.
Pagi ini florist milik Marisa mendapatkan orderan untuk bekerja sama dengan sebuah wedding organizer, dan acara pernikahannya akan dilaksanakan siang nanti. Tentu Marisa harus mempersiapkan lebih awal.
Sebelum pergi Marisa memesan makanan online terlebih dahulu. Walau hubungannya dengan Kevin sedang tidak baik. Sebagai seorang istri ia tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya sebagai istri begitu saja.
Kevin tipikal suami yang tidak bisa mengurusi dirinya sendiri. Dari urusan makan. Bahkan pakaian yang ia kenakan pun. Harus istrinya yang menyiapkan.
Kalau Debi, Marisa bisa tenang. Karena pihak rumah sakit sudah pasti khusus mengurus mengenai konsumsi untuk pasien.
Marisa menunggu ojek online untuk makanan yang ia pesan tadi di luar kamar, dalam aplikasi tertulis akan datang sepuluh menit lagi.
Marisa berjalan mengendap-endap dan membuka pintu kamar dengan hati-hati, agar ibu mertua dan suaminya tidak terbangun.
Setelah sampai di luar kamar perawatan Debi, Marisa duduk di kursi tunggu. Beruntung ojek online yang mengantarkan pesanan makanan untuk Marisa datang sebelum estimasi waktu yang ditentukan. Tentu Marisa senang.
Marisa berdiri setelah driver ojek online tersebut sudah berdiri tepat di depannya.
"Permisi Bu, pesanan makanan untuk Ibu Marisa?" tanya driver ojek online sambil mencocokkan kembali nomor kamar yang memesan dengan ponsel miliknya.
Marisa yang sedari tadi sudah siaga dengan ponselnya, lalu menunjukkan bukti pesanannya kepada driver ojek online. "Benar pak, saya sendiri," jawab Marisa. "Sudah saya bayar lewat aplikasi ya," imbuh Marisa.
Driver ojek online menyerahkan pesanan makanan untuk Marisa. Kemudian ia berpamitan dengan sopan. Tak lupa meminta diberikan bintang lima oleh Marisa sebelum pergi.
Setelah itu Marisa membawa makanan yang ia pesan tadi masuk. Dan menaruhnya di atas meja yang ada di depan sofa tempatnya tidur tadi.
Marisa merogoh sesuatu dari dalam tasnya, ia sedang mencari sebuah memo kecil dan bolpoin yang selalu setia di tas miliknya.
Di atasnya Marisa menuliskan pesan untuk Kevin.
'Aku sudah menyiapkan nasi uduk untuk sarapanmu. Aku harus pergi untuk event wedding klien siang ini'
Marisa menaruh secarik kertas tadi di bawah plastik yang membungkus nasi uduk Kevin tadi.
Setelah itu Marisa bangkit dari tempat duduknya, dan beranjak dari kamar perawatan Debi.
Hari ini Kevin tidak mempunyai pekerjaan di pagi hari. Ia memang sudah mengagendakan untuk tidak mengambil jadwal pekerjaan apapun sampai jam delapan pagi. Setelah kepulangan dirinya dan Marisa dari honeymoon.
Dan karena hal itu bisa dipastikan, Kevin yang akan susah dibangunkan di pagi hari. Kecuali oleh Marisa. Kevin akan tidur dan baru bisa bangun setelah jam enam pagi.
Namun dugaan Marisa meleset. Kevin belum bangun dari tidurnya walau cahaya matahari sudah masuk dari jendela kamar dan menyilaukan mata. Jam juga sudah menunjukkan lebih dari pukul enam pagi.
Kevin bangun setelah ponsel yang ia kantongi bergetar, dan itupun sudah berulang kali.
Dengan mata yang masih berat, Kevin merogoh saku celananya kemudian mengeceknya. Panggilan tersebut berasal dari sekertarisnya di kantor.