Chereads / Akibat Mertua Toxic (AMT) / Chapter 31 - Bab 31 Mantan kekasih Kevin

Chapter 31 - Bab 31 Mantan kekasih Kevin

Marisa kemudian berjalan melewati mobil tersebut, dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam florist miliknya.

Beberapa karyawan Marisa menyambutnya dengan ramah ketika, Marisa memasuki pintu utama. "Selamat pagi Bu Marisa."

Marisa tersenyum ramah membalas keramahan mereka. "Selamat pagi juga." Setelah itu ia berlanjut masuk ke dalam ruangan kerjanya.

Rina sudah duduk di ruangan itu. Ia lalu berdiri dan melebarkan senyumnya ketika Marisa masuk. "Hey, Sa," sapa Rina, tangannya melambai memberi kode agar Marisa mendekat, padahal memang Marisa sudah berjalan ke arahnya.

Marisa menatap dua orang wanita yang menjadi tamunya hari ini. Salah satu dari mereka berdua adalah orang yang sangat Marisa kenal, Rina juga mengenalnya, namun hanya sekilas. Mereka dulunya sama-sama kuliah di jogja. Dan Sania adalah mantan Kevin sewaktu kuliah dulu.

Wanita yang satunya lagi usianya sepertinya lebih muda. Dan karena wajah mereka sangat mirip mungkin itu adalah saudara perempuannya. Pikir Marisa.

Marisa adalah seseorang yang profesional, meskipun ia sedikit tidak nyaman dengan mantan Kevin yang satu ini.

Marisa mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. "Halo Sania. Kamu apa kabar?" Marisa menyapanya dengan senyum yang dibuat seramah mungkin.

Yang membuat Marisa semakin tidak nyaman karena wanita yang di sebelahnya. Dia adalah Jeni, yang dulu pernah ribut dengan Kevin di parkiran rumah sakit karena masalah yang tak penting. Marisa akhirnya berjabat tangan dengan wanita angkuh itu juga.

"Marisa. Kenalkan ini adikku, namanya Jeni." Sania memperkenalkan Jeni dengan ramah, meskipun wajah Jeni masih saja terlihat sinis, dan jauh dari kesan ramah.

Marisa masih mengingat dengan sangat jelas, bagaimana Jeni waktu itu menghinanya dengan memanggil dirinya dengan sebutan 'tante'

Mengapa ia dulu memanggilnya dengan sebutan itu jika ternyata kakaknya sendiri usianya sebaya dengan dirinya? Menyebalkan sekali.

Ada perasaan tidak enak pada diri Rina. Walaupun ia melihat Marisa tersenyum, tapi Rina bisa merasakan ketidaknyamanan itu pada diri sahabatnya.

Rina lalu berdiri dan hendak mengambilkan minum untuk semuanya. Ia berjalan mendekati lemari pendingin khusus minuman, yang letaknya di sudut ruangan kerja Marisa.

"Kalian mau minum apa?" tanya Rina yang sudah membuka pintu lemari pendingin. Di dalamnya terlihat beberapa botol minuman dan kaleng.

"Aku air mineral aja Rin," jawab Marisa. Dan dibalas anggukan oleh Rina.

"Kalau aku apa aja boleh Rin, sahut Sania. Ia kemudian melirik ke arah Jeni. "Kamu mau minum apa?" tanya Sania.

"Terserah," jawab Jeni acuh tak acuh.

Sania hanya bisa menghela napas menahan malu akan sikap ketus adiknya. Karena sejak kecil dimanja oleh orang tuanya Jeni suka bertindak keterlaluan pada siapapun. Kalau saja di rumah Sania sudah pasti menegurnya dan berakhir dengan pertengkaran.

Dari sikap yang ditujukan oleh Jeni terhadap kakaknya sendiri. Marisa dan Rina sedikit banyak menjadi tahu karakter dari Jeni. Apalagi Marisa, yang pernah secara langsung disakiti hatinya oleh Jeni. Dan karena sikap Jeni tadi suasana sempat hening sejenak.

Rina menaruh minuman yang ia bawa di atas meja, kemudian mempersilakan yang lainnya untuk minum.

"Ayo silakan ambil," ucap Rina memecah keheningan.

Dan setelah itu mereka terlibat dalam pembahasan bisnis.

***

Siang itu Debi pergi ke perusahaan Kevin. Ia langsung masuk ke ruangan Kevin sambil menenteng lunch box yang berisi makanan kesukaan Kevin, Debi sendiri bahkan yang memasakkan untuk anak sulungnya tersebut.

Kevin yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya kemudian berdiri dan menyapa ibunya. "Tumben ibu datang tidak memberi kabar dulu?"

Debi meletakkan lunch box yang ia bawa tadi di atas meja kerja Kevin. "Kamu yang tumben. Pulang dari liburan biasanya mampir ke rumah ibu ini kok tidak ada kabar," omel Debi.

Jelas saja Kevin tidak sempat mampir ke rumah ibunya. Ia sendiri saja dalam keadaan yang kacau setelah pulang liburan, jauh dari kata bahagia. Namun Kevin tidak tega mengatakan alasan yang sebenarnya.

"Maaf bu, kemarin tiba-tiba ada urusan pekerjaan yang mendadak, dan harus Kevin sendiri yang menangani. Jadi ya tidak sempat mampir." Kevin terpaksa berbohong dan memaksakan senyumnya.

Hari itu Debi kehilangan kepekaannya sebagai seorang ibu, sehingga ia tidak mampu menyadari jika anaknya sedang berbohong. Padahal wajah Kevin terlihat berbeda dari biasanya.

Hal itu karena Clara adik Kevin membutuhkan biaya untuk kuliah. Sedangkan saat ini uang Debi tidak cukup untuk membayarnya. Maka ia terpaksa meminta uang kepada Kevin.

Sebenarnya bukan kali ini saja Debi meminta uang kepada Kevin, malahan sudah sering untuk beberapa minggu belakangan ini. Dan Kevin selalu memberikannya kepada Debi. Walaupun Marisa tidak pernah mengetahuinya.

"Ibu ke sini karena kepepet. Ibu membutuhkan uang untuk adikmu. Clara," jelas Debi tanpa basa-basi.

Suasana sempat hening sesaat. Kevin tak bisa berkata-kata apa-apa.

Biasanya Kevin akan langsung memberikan uang dan tak berpikir macam-macam. Namun berbeda dengan kali ini, kondisi keuangan perusahaan yang sedang tidak baik membuatnya seperti berat melepaskan sejumlah uang untuk ibunya.

Terakhir saja ada laporan keuangan jika barang produksi terpaksa belum bisa terbeli. Belum lagi karyawan yang terancam belum bisa gajian bulan depan, jika kondisi perusahaan terus seperti ini.

"Kenapa kamu diam? Apa kamu tidak punya uang saat ini?" goda ibunya diikuti tawa yang mengekor di belakangnya, karena niatnya hanya bercanda saja.

Namun lagi-lagi Kevin berbohong kepada ibunya. "Bu-bukan begitu Bu," jawabnya tergagap.

"Jangan berpikir seperti itu," tambah Kevin dengan memaksakan senyum untuk menguatkan kebohongannya.

Debi kemudian tertawa lagi. "Ah, iya, pebisnis andal sepertimu mana mungkin tidak punya uang bukan?"

Kevin kemudian membuka laci mejanya dan mengambil buku cek. Ia lalu mengulurkannya kepada Debi.

"Tulis saja berapa yang ibu mau," suruh Kevin.

Senyum Debi mengembang. Dengan mata yang berbinar ia kemudian menuliskan nominal uang yang ia inginkan. Entah kenapa akhir-akhir ini Debi menjadi sering memanfaatkan kebaikan Kevin kepadanya, terutama soal masalah uang.

Setelah menuliskan angka yang ia inginkan, Debi kemudian mengembalikannya lagi kepada Kevin untuk ditandatangani.

Ada rasa sesak di dada Kevin, saat melihat nominal uang yang ibunya tuliskan di atas sembaran cek itu. Hatinya seakan menangis ketika menandatanganinya.

"Ini Bu," ucap Kevin sambil menyerahkan selembar cek kepada Debi.

Debi tersenyum ceria, sudah seperti seorang anak kecil yang sedang diberi hadiah boneka saja.

"Oke. Terima kasih Kevin. Kamu memang anak mama yang paling bisa diandalkan," puji Debi.

"Sama-sama Bu," sahut kevin. Dan Kevin hanya bisa memberikan senyum palsunya, karena sedang menahan perih.

"Kalau begitu ibu pergi dulu ya Vin," pamit Debi.

Kevin tersenyum tipis sambil mengangguk kecil. "Iya Bu, hati-hati," sahut Kevin.

Debi kemudian membalikkan badan, membuka pintu lalu keluar dari ruangan Kevin.

Uang yang Debi minta dari Kevin tadi sebenarnya tidak untuk keperluan kuliah Clara. Semua itu hanya bohong. Debi punya tujuan lain dengan uang itu.

Beberapa menit kemudian Debi sudah ada di dalam mobilnya. Ia lalu menyuruh sopirnya untuk mengantarkannya ke suatu tempat.

"Antar aku ke bank ya lim," perintah Debi pada sopirnya.

Debi lalu memandangi cek dari Kevin dengan senyum yang tidak bisa dijelaskan. "Dengan uang ini aku tidak akan kehilangan harga diriku di depan mereka," ucap Debi bermonolog.