Chereads / After Bad Destiny / Chapter 52 - Kedatangan Bapak dari Kekasih Nurlida

Chapter 52 - Kedatangan Bapak dari Kekasih Nurlida

"Tidak ada," ketus Alexander.

"Kalau tidak ada, wajahnya masih tidak enak dilihat begitu," sindir Naulida.

"Wajahku memang begini, Sayang. Aku mengerti penjelasanmu yang tadi. Aku saja yang belum menerima keadaan begitu karena aku terlalu sayang," sanggah Alexander sambil mencubit pipi Naulida sekilas.

"Yakin?" tanya Naulida yang memastikan perasaan Alexander agar tidak membahas masalah yang dilihatnya tadi pagi.

"Iya. Aku yakin. Yuk, kita kembali bekerja lagi dan fokus untuk mengejar masa depan," ajak Alexander.

"Baiklah."

Alexander sudah mengakhiri permasalahan dengan Satrio. Ia juga mengerti dan memahami ucapan yang disampaikan oleh Naulida mengenai sikap Satrio kepadanya.

Naulida hanya menganggap Satrio sebagai sahabat dan kakaknya saja tidak lebih dari itu. Ia harap bisa menerima dan bersikap baik dengan Satrio meskipun Satrio pernah melakukan perbuatan yang tidak pantas dilakukan kepada siapa pun.

Naulida dan Alexander kembali ke ruangan masing-masing untuk menyelesaikan pekerjaannya. Naulida pun mulai fokus dengan pekerjaan yang semakin numpuk.

Jemari dan netra bergerak dengan kompak dan bekerja sama agar pekerjaannya cepat selesai. Namun, saat Sandria mengerjakan pekerjaan dengan teliti dan fokus, suara pintu diketuk.

"Masuk!"

Naulida mempersilakan seseorang yang mengetuk pintunya tanpa melihat arah pintu dan jemarinya masih sibuk di keyboard laptop.

"Letakkan saja di tangan kanan atas saya," pinta Naulida.

Namun, seseorang yang datang dan memasuki ruangannya tidak meletakkan berkas apa pun di mejanya. Bola mata merayap ke arah sepatu fantovel hitam mengkilap, celana kain panjang berwarna hitam dan jas berwarna biru navy.

"Maaf, Anda siapa?" tanya Naulida.

"Saya adalah Bapak dari calon adik kamu. Adik kamu bilang kalau kamu tidak ingin membiayai pertunangannya di hotel dengan anak saya," ucap Pria yang berpakaian jas kantoran rapi.

"Iya, betul. Ada apa, Pak?" tanya Naulida.

"Kamu itu seharusnya mau membiayai pertunangannya adikmu di hotel karena anak saya belum uang," jawab Pria yang mengaku Bapak dari kekasih Nurlida.

"Kenapa Bapak datang-datang bilang seperti itu kepada saya? memangnya saya adalah mesin ATM yang selalu bisa diambil uangnya?" cecar Naulida yang tersenyum miring dan intonasi penekanan.

"Setidaknya kamu itu harus tahu untuk membantu adikmu karena mereka berniat untuk menikah," jawab Bapak itu dengan nada tinggi.

Naulida berdiri lalu bertepuk tangan."Wah wah hebat sekali, ya, Anda. Anda datang ke kantor saya untuk menceramahi saya dan harus mau membantu adik saya, ya. Pak, asal Bapak tahu, Bapak tanpa bilang pun akan saya bantu adik saya tapi, masa iya, anak Bapak adalah seorang lelaki harus meminta banyak ke adik saya. Kalau berniat ingin meminta dan menikahi adik saya itu harus mempersiapkan segalanya termasuk materi dan pekerjaan," decit Naulida.

"Jaga mulut kamu!" teriak Bapak dari kekasih Nurlida.

"Kenapa saya harus menjaga mulut saya? bukankah seharusnya Bapak yang menjaga mulut Bapak?" sindir Naulida yang tak mau kalah argumentasi dengan Bapak itu.

"Kurang ajar kamu!" geram Bapak kekasih Nurlida yang melayangkan tangan tetapi, ditahan oleh Naulida.

Naulida tidak takut dengan siapa pun sehingga ia berani melawan Bapak itu dengan berani. Ia bahkan tidak berpikir dampak ke depannya ketika melawan Bapak dari kekasih Nurlida.

"Bapak bisa menghina saya tapi, Bapak tidak bisa memukul saya!" geram Naulida seraya menyingkirkan tangan Bapak dari kekasih adiknya.

Bapak itu memegang pergelangan tangannya yang merasa sakit setelah disingkirkan oleh Naulida. Napas Bapak itu naik turun dengan cepat sembari menatap tajam Naulida yang tak terima diperlakukan oleh Kakak dari calon menantunya.

"Awas saja kamu!" ancam Bapak itu.

"Saya tidak akan pernah setuju sampai kapanpun tentang hubungan anak Anda dengan adik saya," ungkap Naulida dengan intonasi penekanan.

"Saya juga tidak bisa menerima Nurlida sebagai menantu saya karena kelakuan kamu kepada saya!" bentak Bapak itu.

"Ada apa ini, ramai-ramai di ruangan karyawan saya?" sahut Alexander yang tiba-tiba hadir dan masuk ke ruangan Naulida.

Naulida terkejut dengan kedatangan Alexander yang masuk ke dalam pertengkarannya dengan Bapak yang tak tahu diri. Ia menelan saliva dengan kasar dan berharap cemas agar tidak ketahuan oleh Alexander karena masalah internal keluarganya.

"Tidak ada apa-apa, Pak," jawab Naulida yang terpaksa berbohong.

Sikap yang diambil oleh Naulida adalah keputusan yang tepat karena Alexander belum menjadi siapa-siapa untuknya. Bapak itu pun terkejut ketika Naulida menutupi permasalahannya dari Alexander.

"Kalau tidak ada apa-apa, saya tidak sampai mendengar kalian bertengkar dan saling mengeluarkan nada tinggi dan salah satu karyawan saya ada yang melihat kalian dari balik kaca yang desainnya tertutup tulisan dan gambar yang kalian bisa lihat sekarang," jawab Alexander sembari menunjuk desain yang ada di kaca ruangannya.

Naulida menelan salivanya kembali dengan pandangan ke arah lantai dan berpegangan ke meja kantor. Alexander memerhatikan Bapak yang ada di ruangan karyawannya.

"Kenapa Anda bisa masuk ke sini?" tanya Alexander.

Bapak dari kekasih Nurlida terdiam setelah Alexander melontarkan pertanyaan atas keberadaannya di ruangan Naulida. Alexander merasa aneh dan heran bisa masuk ke ruangan Naulida.

Bapak itu tidak bisa menjawab pertanyaan Alexander karena prosedur tamu diharuskan melapor ke satpam yang ada di depan kantor dan menunggu di ruang tunggu hingga seseorang yang ditemuinya itu menghampiri atau diminta untuk datang ke ruangannya.

Bapak itu ke luar dari ruangan Naulida dengan wajah memerah dan menundukkan kepala sembari terus melangkah. Alexander ke luar ruangan kekasihnya dan meminta semua karyawan lain kembali bekerja.

"Kalian kembali bekerja dan semua permasalahan sudah selesai!" perintah Alexander dengan mengernyitkan dahi.

Alexander masuk ke ruangan kekasihnya. Sontak, ia mengelus pipi Naulida dan memerhatikan wajah dan tangannya dengan mata bekerja sama agar tidak terlewatkan satu pun dan mengetahui keberadaan lukanya.

"Apakah kamu baik-baik saja, Sayang?" tanya Alexander yang menatap dan memegang pipinya.

Naulida memegang dan mengelus tangan Alexander yang ada di pipinya."Aku baik-baik saja," jawab Naulida.

"Untung saja, aku ada di kantor. Jadi, aku bisa datang dan mengatasi masalah yang kita hadapi," ucap Alexander.

"Iya, Alex. Aku juga terkejut ketika Bapak itu datang ke ruangan dengan cara mengetuk pintu terlebih dahulu terus tiba-tiba marah," ucap Naulida dengan nada manja.

"Sabar, ya, Sayang. Kamu bisa bicara sama aku tentang masalah yang terjadi sama kamu dan Bapak itu," pinta Alexander.

Naulida tersenyum tipis."Iya, Alex. Tapi, aku tidak bisa cerita untuk saat ini karena aku malas membahas masalah yang membuat moodku menghilang apalagi masalah itu dari seseorang yang aku tidak kenal dan tidak kusuka," tolak Naulida dengan lembut.

Naulida sengaja tidak memberi tahu permasalahannya dengan Bapak dari kekasih Nurlida. Namun, Alexander merasa ada yang disembunyikan oleh Naulida.

"Baiklah. Apakah masalah itu ada kaitannya denganmu? Siapa Bapak itu?"