"Tidak ada, Alex. Itu orang aneh yang tidak jelas masuk ke ruanganku sambil marah-marah ditambah nuduh aku yang macam-macam, kan, nyebelin," jawab Naulida yang sedikit manja ke Alexander.
Naulida menjawab dengan tidak jujur karena tidak ingin permasalahan keluarganya diketahui oleh siapa pun meskipun Alexander adalah kekasih sekaligus calon suaminya. Jawaban Naulida berhasil membuat Alexander percaya dan tersenyum lebar kepadanya sembari mengelus kepalanya dengan lembut.
"Hmm, kasihan kekasihku yang dituduh orang tidak kenal dengan tuduhan yang macam-macam," timpal Alexander lalu mengecup keningnya sekilas.
"Iya, Alex. Aku minta maaf sudah membuatmu lari-lari dan sedikit emosi karena Bapak itu," ucap Naulida yang memeluk Alexander dengan erat.
Alexander senang melihat Naulida yang manja dan rengek kepadanya. Ia tidak pernah bersikap seperti itu kepadanya. Alexander menghargai sikapnya itu sehingga membiarkannya bermanja dengannya. Namun, Naulida cepat menyadari sikapnya itu dan melepaskan pelukannya.
"Kembali bekerja, Alex. Kita nanti digosipin sama banyak orang dan aku tidak mau itu," ucap Naulida yang memerhatikan keadaan di luar ruangannya.
"Iya, Sayang. Kamu sabar, ya dan jangan diingat-ingat lagi masalah yang tadi karena itu tidak penting," tutur Alexander.
"Iya, Alex. Makasih sudah sigap dan selalu ada untukku," ucap Naulida.
"Sama-sama, Sayang. Semangat kerjanya dan pulangnya aku ikutin kamu dari belakang agar tidak digangguin lagi sama orang aneh itu," ucap Alexander.
"Iya. Selamat bekerja."
Alexander kembali bekerja di ruangannya dan Naulida juga kembali mengerjakan pekerjaannya yang masih numpuk dan belum kelar sembari mengembuskan napas secara perlahan. Bujukan maut Naulida bisa membuat rasa curiga Alexander luntur.
Sesaat, jemari bergerak di keyboard laptop, pikirannya teringat masalahnya dengan adik dan Bapak dari kekasih Nurlida yang memarahinya karena tidak memberikan uang untuk lamaran di hotel. Ia takut adiknya terkena masalah yang tak pernah dibayangkan olehnya.
Namun, satu sisi mengatakan bahwa Nurlida sudah besar dan bisa mengatasi masalahnya sendiri karena acara itu adalah acara mereka berdua dan Naulida tidak ada urusan untuk itu. Naulida melanjutkan pekerjaannya dengan pikiran tidak fokus dan terbayang-bayang kejadian beberapa jam dan menit lalu.
Naulida memejamkan mata sembari menarik dan mengembuskan napas secara perlahan dan diulangi beberapa kali untuk merileksasikan pikiran agar bisa fokus untuk mengerjakan pekerjaannya karena masih banyak yang harus dikerjakan.
"Kamu pasti bisa melakukan pekerjaan, menghadapi dan melewati semua cobaan hidup yang kamu hadapi saat ini, Naulida. Kamu pasti bisa melakukannya, Nau. Anggap semua masalah yang menghampirimu itu adalah angin lalu," ucap Naulida sambil memejamkan mata.
Naulida membuka mata dengan lebar sembari menghentakan napas dengan kasar untuk meluapkan rasa sesak di dada dan penat dalam pikiran.
"Semangat Naulida."
Naulida menyemangati diri sendiri untuk membangunkan adrenalin dalam tubuhnya agar tidak kepikiran hal yang tidak penting untuknya. Bola mata dan jemari bergerak seirama dan bekerja sama untuk mengerjakan pekerjaannya.
Tok tok tok
Suara pintu ruangan diketuk sebanyak tiga kali dan suara bariton yang dikenalnya hadir dalam pendengaran. Naulida sudah bisa menebak pemilik suara bariton itu.
"Hai, Satrio. Apakah laporanmu ada revisi dari Pak Alexander?" tanya Naulida tanpa melihat Satrio.
"Iya, nih. Laporanku ada revisian dari kekasihmu. Permintaannya detail banget dan matanya juga jeli banget kalau mengoreksi laporan," gerutu Satrio.
Naulida tersenyum miring sambil menatap layar laptop yang berkilau. Satrio meletakkan laporan di atas meja lalu ia mengecek laporan Satrio satu per satu dan terdapat coretan dari Alexander. Sontak, Naulida terkekeh karena kesalahan laporannya hanya salah huruf.
"Astaga. Kamu sudah tahu kesalahanmu?" tanya Naulida yang masih terkekeh.
"Sudah. Toleransi sedikit dong untuk kesalahan itu. Eh, beliau tidak mau dan benar-benar ingin sempurna untuk laporannya," gerundel Satrio yang melipatkan kedua tangan di depan dada.
"Sabar, ya," ucap Naulida yang masih mengecek laporan Satrio.
Satrio melihat coretan pena berwarna merah di bagian total penjumlahan barang masuk dan pengeluarannya. Ia mengecek setiap angka satu per satu agar mengetahui kesalahan Satrio.
"Kamu nulis nama produk dan jumlah uang ke luar itu sama dengan nota yang diberikan oleh Manajer gudang dan produksi?" tanya Naulida.
"Sudah," jawab Satrio.
"Masa? Kalau sudah sesuai dengan nota, Alexander tidak mungkin mencoret bagian ini karena beliau juga punya salinan nota dari mereka," jelas Naulida sembari menatap Satrio.
"Aku sudah mencatatnya dengan benar," jawab Satrio sambil menatap Naulida.
"Kamu membawa nota tentang pembelanjaan dan pengeluaran dari gudang?" tanya Naulida yang ingin memeriksa nota dengan data laporan Satrio.
"Aku membawa notanya," jawab Satrio sambil merogoh kantong celana kain panjang.
Satrio mengeluarkan dompet dari kantong celana kain panjang-nya. Ia mengambil dan memberikan nota itu ke Naulida. Bola mata Naulida membesar untuk memperbesar angka yang ada di laporan dan nota itu.
"Aku cek dulu, ya."
Naulida mengecek angka-angka yang ada di nota dan laporan Satrio. Ia mengecek angka secepat kilat dan tidak membutuhkan waktu lama, kesalahan Satrio telah terdeteksi oleh Naulida.
"Hmm," dehem Naulida.
"Kenapa? Apa yang salah dari laporanku?" tanya Satrio.
"Laporanmu angkanya tidak sesuai beberapa produk sehingga jumlah pun berpengaruh, Satrio," jawab Naulida sambil menunjukkan letak kesalahan Satrio.
Satrio sedikit membungkukkan badan sambil memerhatikan angka pada laporan dan mengalihkan pandangan ke nota yang ada di samping laporannya. Ia mengangguk berkali-kali dan baru menyadari hal itu.
"Oalah, ini kesalahanku padahal tulisannya kecil dan Alexander kelihatan juga," sahut Satrio.
"Itulah calon suami yang baik biar istrinya tidak boros dan tidak menipu pengeluaran tiap bulannya," jawab Naulida lalu tersenyum lebar dan memberikan laporan ke Satrio.
"Dasar. Aku perbaiki dulu dan waktunya tersisa sedikit dari jam pulang kantor," pamit Satrio.
"Oke, Sat. Aku mau lanjut dulu."
Naulida melanjutkan dan menyelesaikan pekerjaannya sebelum pulang ham kantor tiba. Jemari bergerak dengan cepat dan berusaha mengerjakan dengan cepat tetapi, ia ingat bahwa semua itu tidaklah baik sehingga harus bekerja dengan cerdas bukan bekerja dengan cepat.
Tanpa terasa waktu jam pulang kantor telah tiba sampai pintu ruangannya dibuka dan diingatkan oleh salah satu temannya bahwa telah waktunya pulang dan menutup semua dokumen yang ada di meja dan laptopnya.
"Bu Naulida, jam kantor telah tiba. Waktunya pulang dan tutup saja laptop dan dokumennya karena istirahat itu lebih penting," ucap salah satu temannya yang berbicara di depan ruangannya.
"Siap, Bu. Terima kasih sudah diingatkan. Saya sebentar lagi pulang," jawab Naulida sambil menutup semua berkas dan laptopnya.
Naulida ke luar dari ruangannya setelah merapikan meja dan meletakkan semua berkas dan laptop di laci nakas yang ada di kantornya. Ia mengunci ruangannya.
Ia hendak masuk mobil, netra disuguhkan pemandangan Nurlida dan kekasihnya menghampirinya sembari menatap Naulida dari kejauhan.