'Aku tak pernah senyaman ini dengan seseorang, sampai saat pertama bertemu pun merasa sudah ada ikatan diantara kita,' gumam Fira dalam hatinya.
Fira berpikir bagaimana caranya ia tahu soal apa yang terjadi antara keluarganya dan keluarga Revan di masa lalu.
"Apa aku tanya langsung sama, Mama?" gumam Fira seakan bertanya pada diri sendiri.
"Ah, tapi enggak mungkin juga dijawab," gumam Fira lagi.
Hari sudah mulai sore, waktu yang tepat untuk menikmati suasana senja. Fira teringat beberapa tugas kantor yang belum dikerjakannya. Ia beranjak dari balkon untuk mengambil laptopnya.
'Sambil ngemil kentang goreng kayaknya enak, nih,' batin Fira.
Ia kemudian keluar kamar hendak menuju ke dapur. Baru menuruni tangga, ia disuguhkan dengan drama Oma Nani, Sita dan kedua anaknya yang sudah membawa koper masing-masing.
"Loh, Oma, Tante, kalian mau kemana?!" tanya Fira setengah berteriak karena kaget.
"Oma, sama tantemu ini mau pulang!" jawab Oma Nani dengan keras.
Mendengar keributan di luar kamar, Pak Ferdi dan Bu Alin pun keluar kamar.
Oma Nani dan Sita mendelik ketika melihat Bu Alin yang berjalan menghampiri mereka.
"Oma, benar-benar mau pulang?" tanya Pak Ferdi lembut.
Ia ingin mencoba mendamaikan suasana sebelum ibu dan adiknya pergi. Tapi, Oma Nani tak ingin menanggapi anaknya sendiri.
"Apa urusanmu, Mas?! Kan, tadi kamu yang ngusir kami!" hardik Sita dengan keras.
Pak Ferdi menarik napas dalam, sulit memang bicara dengan ibu dan adiknya yang keras kepala. Kedua keponakan Ferdi menatap mereka bergantian dengan bingung.
Mereka tak tahu apa yang terjadi, hanya saja tadi mereka disuruh membereskan pakaian untuk pulang.
"Jadi, sebenarnya ada apa ini?" tanya Fira yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi.
"Sudahlah, Fira, kami pulang dulu!" ucap Oma Nani masih dengan ketus.
"Kalau begitu biar diantar oleh Pak Parmin saja, ya, Ma, Sit?" Tawar Pak Ferdi pada dua wanita yang sedang dilanda amarah tersebut.
"Hmm," jawab Oma Nani tanpa berkata.
Pak Ferdi mengangguk dan mengambil ponselnya untuk menghubungi Pak Parmin. Setelah Pak Parmin siap di depan rumah, mereka keluar bersama.
Bu Alin, Pak Ferdi dan Fira mengantarkan mereka sampai akan menaiki mobil. Tanpa pamit Oma Nani, Sita dan kedua anaknya memasuki mobil.
Mobil pun melaju dengan dikendarai oleh Pak Parmin. Mereka melaju menuju ke rumah Oma Nani. Suasana dalam mobil begitu hening, tak ada percakapan antara mereka. Kedua anak Sita juga hanya terdiam karena melihat ibu dan nenek mereka begitu terlihat kesal dan marah.
"Yuk, masuk dulu," ucap Pak Ferdi sambil memegang tangan anak dan istrinya.
Fira dan Bu Alin menurut. Hati mereka merasa lebih tenang dengan kepergian tamu mereka. Padahal di rumah Oma Nani, juga ada beberapa asisten rumah tangga. Jadi, selama ditinggalkan rumah itu masih ada penghuninya. Para asisten rumah tangga, satpam juga tukang kebun.
Fira terdiam, sambil berjalan ia sempat ingin bicara untuk minta waktu mengobrol pada orang tuanya. Tapi, melihat wajah kedua orang tuanya yang muram dan seperti banyak masalah, ia mengurungkan niatnya.
"Pa, Ma. Aku masih ada kerjaan kantor yang belum dikerjakan, ke kamar dulu, ya," pamit Fira sembari melangkah pergi meninggalkan kedua orang tuanya.
Pasangan paruh baya itu pun memasuki kamar mereka. Pak Ferdi hanya duduk termenung di sofa kamar. Pun dengan istrinya yang lebih memilih rebahan sambil bermain ponsel. Mereka belum ingin saling bicara. Soal tadi biarlah nanti dibahas atau lebih baik menjadi angin lalu.
"Semuanya sudah aku siapkan, Pa," ucap Bu Regina yang baru tiba di rumah sakit.
Di belakangnya ada supir yang membawa beberapa tas besar. Pak Andi mengangguk. Ia mengambil ponsel di saku celana dan memastikan keberangkatan hari ini.
Revan masih belum sadarkan diri, benturan di kepalanya begitu keras. Wajahnya pun banyak luka bekas terkena pecahan kaca jendela mobil yang pecah.
"Bagaimana, Pa? Kapan kita berangkat?" tanya Bu Regina tak sabar, setelah suaminya mematikan sambungan telepon.
"Besok, semuanya sudah siap," jawab Pak Andi pasti.
Bu Regina tersenyum lega, suaminya bisa diandalkan untuk urusan kepindahan. Selain lega karena anaknya akan mendapat penanganan yang lebih baik lagi. Ia pun senang karena ia bisa berpisah dengan keluarga Adiyaksa.
Berharap tak perlu ada hubungan lagi dengan keluarga itu. Keluarga yang telah menyakitinya sejak dulu. Andaikan Revan mengalami amnesia, ia ingin hal yang dilupakannya adalah Fira.
"Pak, Bu, dipanggil ke ruangan Dokter Farhan sekarang," ucap Suster yang menghampiri mereka.
"Baik, Sus," ujar Pak Andi menimpali ucapan suster tersebut.
Suster muda itu tersenyum dan mengangguk sopan. Kemudian, pergi meninggalkan mereka.
Pak Andi dan Bu Regina bangkit dari duduk. Mereka berjalan menuju ruangan dokter yang menangani Revan. Ruangan itu berada di lantai dua rumah sakit, sementara mereka berada di lantai tiga rumah sakit.
Di depan lift rumah sakit, sudah ada beberapa orang yang menunggu untuk memasuki lift. Pak Andi dan Bu Regina ikut menunggu pintu lift terbuka.
Diantara yang menunggu lift itu ada seorang suster muda yang cantik nan menawan. Ia menatap Pak Andi dan Bu Regina dengan tatapan heran.
'Sepertinya aku mengenal kedua orang tua ini,' gumam Suster cantik itu dalam hati.
Pintu lift terbuka, mereka yang telah menunggu segera memasuki lift. Pak Andi dan Bu Regina menekan tombol angka dua untuk ke ruangan Dokter Farhan.
Saat pintu lift terbuka di lantai dua, Pak Andi dan Bu Regina langsung keluar tanpa memperhatikan suster itu.
Mereka berjalan cepat menuju ruangan dokter. Sesampainya di depan ruangan Pak Andi mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
"Silakan, masuk." Titah sebuah suara dari dalam yang pastinya suara dokter paruh baya itu.
Pak Andi dan Bu Regina masuk dan duduk di kursi yang berada di depan meja kerja Dokter Farhan.
"Selamat siang, Pak, Bu," ucap Dokter Farhan mengawali pembicaraan.
"Siang, Dok," ujar Pak Andi dan Bu Regina yang ada di hadapannya.
"Begini, Pak, saya ingin menjelaskan sedikit soal kondisi Revan sebelum kepindahannya ke luar negeri," tutur Dokter Farhan dengan mimik wajah serius.
Orang tua Revan tersebut menyimak ucapan dokter paruh baya itu dengan seksama. Mereka memang telah berkonsultasi dengan dokter itu soal kepindahan perawatan Revan ke luar negeri.
Dokter Farhan menyetujuinya dengan beberapa hal yang mesti diperhatikan. Apalagi saat keberangkatan kondisi Revan masih belum stabil. Mereka juga akan didampingi suster dan dokter saat perjalanan besok.
Dokter itu berdehem sebelum meneruskan ucapannya.
"Revan saat ini sudah melalui masa kritisnya, meskipun belum sadarkan diri. Perjalanan masih dapat dilakukan dengan beberapa hal yang harus diperhatikan. Seperti kenyamanan selama perjalanan untuk pasien dan orang yang memastikan asupan, seperti infus agar tak terlepas." Dokter Farhan menjeda ucapannya, dan menarik napas dalam.