Chereads / Terjebak Pernikahan yang Salah / Chapter 14 - Menyelidiki

Chapter 14 - Menyelidiki

'Aku harus menyelidikinya,' gumam Pak Ferdi dalam hati ketika mobil memasuki halaman rumah yang luas itu.

Setelah mobil sampai di dekat teras dan berhenti, Pak Ferdi dan Bu Alin keluar. Melangkahkan kaki menuju rumah mewah di hadapannya.

Tak ada percakapan di antara mereka, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Ferdi, darimana kalian?! Oma sudah siapkan dekor yang mewah untuk acara lamaran Fira. Kamu sama Fira pasti suka!" ceocos Oma Nani yang sedang duduk di ruang tengah.

Pak Ferdi dan Bu Alin saling tatap. Mereka bingung bagaimana cara menjelaskan keadaan yang sebenarnya pada Oma Nani yang keras kepala itu. Apalagi jika mengetahui anak lelaki satu-satunya yang ia banggakan itu tak mampu memberi keturunan.

"Nanti saja kita bicarakan, Ma, kami lelah mau istirahat dulu," ucap Pak Ferdi kemudian langsung menggandeng istrinya menuju ke kamar.

"Masalahnya jadi semakin rumit, bagaimana cara menjelaskan pada mamaku kalau aku mandul," gumam Pak Ferdi, seakan berdialog dengan dirinya sendiri dan tak berharap jawaban.

Bu Alin ke kamar mandi tanpa menghiraukan lagi suaminya. Tak ada yang perlu disalahkan atas masalah ini. Hanya saja kini masalahnya bagaimana cara menjelaskan pada orang-orang soal Fira dan Revan. Terlebih pada Oma Nani.

Menyalakan shower dan merasakan air dingin yang menghujani tubuhnya. Berandai semoga air itu mengalir pergi membawa semua masalahnya. Tapi nyatanya semua masalah itu betah bersarang di pikiran dan hatinya.

Dibalik kucuran air, air mata Bu Alin ikut mengalir. Bagaimana hancurnya anak semata wayangnya jika tahu ia bukan anak Pak Ferdi. Sampai bagaimana ketika ia tahu bahwa cintanya tak dapat saling memiliki. Karena ada hubungan darah di antara mereka.

Memikirkan itu semua Bu Alin semakin terisak.

"Kenapa ini semua harus terjadi padamu, Nak ...? Padahal kau tak memiliki salah apapun, Kamilah yang memaksamu hadir di dunia ini ...." Bu Alin menangis pilu.

Bukan karena memikirkan dirinya yang akan dibenci mertua dan saudara. Melainkan perasaan anaknya yang akan hancur berkeping-keping.

Setelah aktivitas mandinya selesai, Bu Alin keluar dan berganti baju. Pikiran dan tubuhnya sangat teramat lelah. Ia mengistirahatkan dirinya di kasur empuk yang biasa ia tempati.

Setelah Bu Alin keluar kamar mandi, Pak Ferdi memasukinya.

Bu Regina pulang dengan mata sembab, ia baru mengusap air matanya kala memasuki halaman rumah.

Sepi, tak ada siapapun saat siang hari seperti ini. Bu Regina langsung menuju kamarnya dan membersihkan diri. Setelah itu menjatuhkan bobotnya di kasur king size yang ada di sana.

Rasanya tak senyaman biasanya. Kejadian di kafe tadi kembali menghantui pikirannya. Mengapa ada rahasia sebesar ini dalam hidup suaminya. Hingga anaknya hampir menjadi korban pernikahan sedarah.

Ia tahu ini tak boleh dibiarkan, tapi bingung bagaimana cara menjelaskannya pada anaknya itu. Sebenarnya selama ini Revan tak tahu ayah kandungnya siapa. Semua data soal ayah kandungnya disembunyikan.

Umurnya pun dimudakan setahun di semua surat-surat penting seperti akta dan ijazah. Tapi, Revan tahu tahun lahir aslinya dengan alasan orang tuanya menikah siri sebelumnya.

Revan anak yang penurut meski pada usia remaja sangat penasaran. Ia tak pernah banyak bertanya. Itu yang membuat Bu Regina bingung untuk menjelaskan semua yang terjadi pada masa lalu.

Tadinya Bu Regina menyembunyikan semuanya, agar Revan tak merasa minder dengan teman-teman lain yang memiliki orang tua lengkap. Namun, sepertinya takdir ingin anaknya tahu siapa ayah kandung sebenarnya.

"Kenapa semua jadi seperti ini ... Mas Radit," ucap Bu Regina lirih, netranya menatap langit-langit dengan tatapan kosong.

Menceritakan masa lalu adalah hal paling anti bagi Bu Regina. Baginya sekarang dan masa depan adalah prioritas tanpa perlu menengok lagi ke belakang.

Saking sakit hatinya ia jika mengingat masa lalu. Begitupun dengan alasannya menyembunyikan identitas dan ayah kandung Revan. Ia sudah faham betul bagaimana pandangan orang ketika tahu seorang anak tak memiliki orang tua.

Tatapan sinis dan memandang sebelah mata, itu yang sering Bu Alin rasakan sedari kecil. Saat itu ia hanyalah anak yatim piatu di sebuah panti asuhan.

Pandangan sebelah mata dan merendahkan selalu diterimanya. Apalagi dari orang-orang diluar panti. Ia selalu membalas mereka dengan senyuman dan bertekad dalam hati akan menjadi manusia yang lebih baik dan sukses.

Harapannya terkabul. Dalam hati ia bertekad tak ingin anak-anaknya mengalami hal yang pernah dialaminya. Begitulah hingga akhirnya Revan tak tahu sama sekali soal ayah kandungnya, yaitu Pak Radit.

Saking lelahnya Bu Regina tertidur sampai sore dengan mata sembab. Belaian halus di rambutnya menyadarkannya dari tidur.

"Ada apa, Sayang?" tanya Pak Andi ketika istrinya membuka mata.

"Eh, Pa, sudah pulang?" tanya Bu Regina pada suaminya yang sudah memakai pakaian rumahan dan duduk di sebelahnya.

"Seperti yang kamu lihat. Kenapa matamu sembab? Ada apa?" tanya Pak Andi lembut.

Bukanya menjawab Bu Regina malah kembali terisak sambil memeluk suaminya. Aroma maskulin menguar dari tubuhnya yang kekar dan nampak masih bugar di usia yang memasuki kepala enam.

"Jika menangis bisa melegakan hatimu, maka menangislah, Sayang," bisik Pak Andi di telinga istrinya sambil memeluk sang istri.

Bu Regina semakin terisak, namun sesak di dadanya sedikit berkurang. Setelah puas menangis, Bu Regina mengurai pelukan. Bibirnya masih nampak bergetar sisa tangisannya tadi.

Pak Andi bangkit dari tempat tidur. "Papa ambil minum dulu, ya."

Bu Regina mengangguk melepas kepergian suaminya ke dapur. Pak Andi mengambil gelas dari rak piring.

"Minum buat siapa, Tuan? Biar sama saya aja'" tanya dan ujar Bi Inah, salah satu asisten rumah tangga di rumah itu.

"Buat Nyonya, tapi tak usah. Biar saya yang memberikannya sendiri," jawab Pak Andi ramah.

Sifat ramah dan rendah hati keluarga ini membuat orang yang bekerja betah. Meski begitu mereka tetap sungkan dan hormat pada majikan.

Pak Andi membawa segelas air putih itu ke kamar. Kemudian, menyerahkannya pada sang istri untuk diminum.

Setelah menenggak air putih, Bu Regina nampak lebih tenang.

Pak Andi telah siap di sampingnya untuk mendengarkan keluh kesah istrinya. Siaga siapa tahu istrinya itu butuh teman curhat.

Bu Regina menarik napas panjang. Ia memang butuh tempat berbagi. Meski sebenarnya suaminya telah tahu hampir semua masa lalunya. Tak terkecuali dengan soal mantan suaminya.

"Pa, tadi Mama ketemu sama Bang Ferdi dan Mbak Alin tanpa sepengetahuan Papa. Maaf, ya, Pa." Bu Regina membuka percakapan.

Berat sekali rasanya untuk bercerita, bibirnya seakan kelu dan tak dapat mengeluarkan kata. Tapi, ia paksakan untuk bicara, siapa tahu suaminya punya solusi yang lebih baik.

Pak Andi memang orang yang bijak dan romantis. Sifat bijak dan mengayomi itulah yang membuat Bu Regina begitu nyaman dan berani melabuhkan kembali hatinya pada cinta.

Pak Andi terdiam, mendengarkan dengan seksama apa yang akan diungkapkan istrinya.

"Jujur, aku bingung," ucap Bu Regina.