"Sudah jangan menyimpan dendam terlalu lama di hati, tidak baik bagi kesehatan" ucap Nina saat melihat Selvi masih cemberut.
"Iya" jawab Selvi.
"Lagian kamu kan sudah bersuami, mendingan kamu jaga hubungan yang sekarang dijalani bersama suamimu" kata Nina berusaha bijak.
"Ya, memang benar apa yang kamu katakan Nin. Aku harus fokus dengan kehidupanku yang sekarang, tapi kamu tahu aku begitu dendam karena rasa sakit atas perbuatan mereka padaku" ujar Selvi dengan mimik serius.
"Nah itu paham" jawab Nina.
"Setidaknya kamu bersyukur, kamu sudah menikah sedangkan mereka masih pacaran" sambung Nina.
Pembicaraan mereka terhenti ketika mereka sampai di ruangan tender.
Baru saja mereka duduk, terdengar seseorang menyapa mereka.
"Hai cantik, kenapa tidak beristirahat di luar?" terdengar suara pria di belakang mereka.
Nina dan Selvi pun menoleh ke asal suara tersebut, mereka hanya tersenyum setelah tahu pemilik suara tersebut.
Tampak Indra Salman bersama temannya duduk persis di belakang mereka.
"Memangnya tidak boleh" cetus Nina.
"Boleh, siapa bilang tidak boleh. Malah saya senang ditemani 2 bidadari " Kata Indra Salman dengan bangganya.
Seulas senyum tersungging di sudut bibirnya.
"Sudah minum pak?" Goda Selvi.
"Belum, mau ngasih?" Balas Indra.
"Ngasih?, Beli aja sendiri,ha.. hahha" Selvi tertawa.
"Belikan dong, masa bidadari pelit.ha.hahaa." kali ini Indra yang tertawa lepas.
Selvi hanya mengerucutkan sudut bibirnya, saat di bilang pelit.
"Lho kita ini manusia Pak, bukan Bidadari" sahut Nina menimpali.
"Wajar dong pelit" sambungnya lagi.
Indra dan temannya tertawa mendengarnya.
Beberapa orang langsung menoleh dan menunjukan ekspresi tidak suka, begitu mendengar cara tertawa mereka.
"Mengganggu saja" gumam seorang lelaki berkacamata yang duduk di depan mereka.
"Iya, dianggapnya ini Rumahnya sendiri apa" cetus yang lain.
"Usir saja mereka" timpal yang lain.
"Dilarang tertawa" sergah Selvi, jari telunjuknya di tempelkan ke bibirnya.
Spontan Indra dan temannya berhenti tertawa.
"Kenapa?" Tanya Indra.
Selvi menggerakan bola matanya ke arah lain, serempak mereka menoleh. Terlihat seorang Perempuan dengan blazer berwarna hitam dan celana panjang hitam serta dua orang temannya mendekat.
Tampak serasi dengan bentuk tubuh Hima yang tinggi semampai, terlihat aura kecantikannya yang memancar membuat semua orang menoleh ke arahnya.
"Nina, nanti sore kamu ada waktu nggak?" Tanya Hima setelah berdiri di hadapan mereka.
"Ada apa Him?" jawab Nina singkat.
"Aku hanya ingin ngobrol berdua denganmu, jadi kamu nggak usah repot-repot minta ditemani" Ucap Hima seperti tahu apa yang dipikirkan Nina, yang tadinya berniat membawa serta kedua temannya, akhirnya dia urungkan.
"Memangnya mau bilang apa, kok saya tidak boleh mendengar" celetuk Selvi.
"Rahasia" jawab Hima.
"Kamu mau datangkan biarpun sendirian?" tanya Hima dengan sedikit penekanan.
"Baiklah" ucap Nina mengangguk mengerti.
"Saya pergi pergi dulu, 15 menit lagi pengumuman pemenang tender akan di mulai" Ucap Hima dengan sopan. diikuti kedua temannya di belakang, berjalan ke tempat duduknya lagi.
"Kamu kenal dia?" Tanya Indra ke Nina. Penasaran.
"Kami satu alumni" Jawab Nina datar.
Indra hanya menekuk wajahnya saat mendengarnya. Itu sudah cukup membuat wajahnya berubah muram
Selvi yang melihat perubahan air muka Indra Salman langsung berkomentar.
"Satu hal lagi, Suaminya Nina juga bekerja di sini loh" ucap Selvi dengan mata berbinar.
Glek.! Indra Salman dan temannya terkejut mendengar perkataan Selvi,benarkah itu?.
"Iya benarlah masa bohong" sambung Selvi seperti tahu pikiran mereka berdua.
Nina hanya cengar cengir mendengarnya.
"Suami" sebuah kalimat yang bikin Nina menggigil panas dingin tubuhnya.
"Benarkah dia selingkuh?"
Suatu kebetulan Hima mengajaknya bertemu, paling tidak Nina bisa sedikit mengorek keterangan darinya.
Menanyakan langsung pada dia..
Nina merasakan kesedihan yang mendalam di hatinya melihat kenyataan Hima temannya sendiri menikam dari belakang.
Apakah perasaan seperti ini yang dirasakan oleh Selvi pada Dodi dan Erni?, sesakit ini rasanya dikhianati teman sendiri. Nina meremas jemari tangannya menahan gejolak perasaannya yang bercampur aduk.
Ingin rasanya menangis tapi Nina sadar dia sekarang ada di mana.
"Aku harus kuat" bisiknya dalam hati.
"Kamu nggak apa apa Nin?" Tanya Selvi menyadarkannya dari lamunan.
"Enggak apa apa Sel, aku baik baik saja" jawab Nina tersenyum.
"Sudah jangan dipikirkan, kan kamu bilang sendiri tidak baik memelihara dendam hehehe." Ucap Selvi menggoda Nina.
"Iya tenang saja, Sel."kata Nina tegar.
"Saya percaya sama kamu Nin" sahut Selvi menggenggam tangan sahabatnya tersebut.
"Kita fokus di sini saat ini di kehidupan yang sekarang saja" sambung Selvi berusaha bijak.
"Pasti" Nina menjawab sambil memandang ke wajah Selvi. Keduanya saling berpandangan.
Para peserta terlihat sudah kembali duduk di kursinya masing-masing, hanya satu dua kursi yang terlihat masih kosong.
Hima melihat jam yang ada di tangannya.
"Apa semua sudah hadir?" Tanya Hima kepada hadirin.
"Kalau sudah, pengumuman pemenang proyek akan saya bacakan." Sambungnya lagi.
Semua peserta tampak harap-harap cemas, tanpa terkecuali Nina dan Selvi yang sedari tadi menunggu.
"Seperti yang sudah saya sampaikan, bahwa sekarang waktunya pengumuman pemenang tender Proyek, yang jadi pemenangnya adalah perusahaan yang sesuai kualifikasi dan standar dari perusahaan kami" ucapan Hima bergema ke seluruh ruangan.
Terdengar bisik bisik di antara mereka semua