Chereads / MY CUTE FIANCÉE / Chapter 8 - MCF - Ditemani

Chapter 8 - MCF - Ditemani

"Naura, sebaiknya kamu pulang aja ya. Tante sama Om juga mau pulang, kamu besok kan sekolah. Mending pulang aja, Ayah kamu ada perawat yang jagaiun."

Perlahan Melati membujuk Naura yang sudah sedari tadi tidak ingin pulang. Naura tidak ingin kalau dia sampai kehilangan Ayahnya.

"Naura pengen di sini nunggu Ayah Tan. Gak papa kok sendirian juga, Naura bisa sendiri. Banyak orang di sini, kalian pulang aja. Makasih buat semuanya."

Di sini malah Naura menyuruh mereka untuk pulang, karena memang dia tahu kalau mereka juga mempunyai kesibukan yang lainnya, terlebih sekarang mereka harus istirahat.

"Kamu juga harus pulang, kalau kamu di sini nanti sakit siapa yang akan jagain Ayah kamu? Pulang ya," bujuk Melati lagi.

Naura menggelengkan kepalanya. "Gak mau Tan, aku juga gak mau pulang. Di Rumah sepi kalau gak ada Ayah," ucap Naura yang memberikan penjelasan.

"Kamu mau pulang ke Rumah Om?" tanya William.

Mereka begitu baik pada Naura karena banyak hal, di antaranya memang keluarga mereka sudah dekat, banyak hal yang sudah Dimas perbuat untuk keluarga mereka dan sekarang Naura adalah tunangan dari anak mereka.

"Gak Om, makasih. Naura ingin di sini, please ya izinin Naura di sini Om, Tante."

Entah kenapa Naura benar-benar tidak ingin meninggalkan Ayahnya, terlebih tadi dirinya sudah melihat kondisi Ayahnya yang begitu memprihatinkan.

Kecelakaan yang dialami oleh Ayahnya Naura benar-benar parah, sehingga luka-luka yang ada di tubuh Ayahnya juga benar-benar parah, terlebih ditambah Ayahnya Naura yang punya penyakit Jantung.

Melati melirik ke arah Suaminya, dia bingung bagaimana harus menbujuk Naura. William juga sama, dia kebingungan sekarang.

"Ya udah Mah, Pah. Aku temenin dia di sini," ucap Galang.

Setelah sekian lama Galang memilih untuk diam dan tidak ikut berucap, sekarang dia berucap dan memberikan sebuah jalan tengah.

"Gak usah, kamu pulang aja. Besok sekolah, jangan bolos terus ya."

Hati Naura begitu baik, dia tidak ingin merepotkan Galang, padahal Galang saja sering merepotkan dirinya, tapi Naura masih memikirkan Galang.

"Gue tidak menerima penolakan."

Galang berucap menggunakan nada bicara yang terdengar begitu datar, mendengar kalimat tersebut, membuat semua mata tertuju pada dirinya.

William merasa tidak aneh dengan sifat Anaknya yang seperti ini, sementara Melati merasa sedikit kebingungan kalau ternyata Anaknya bisa perhatian pada Naura.

"Tapi kan kamu harus istirahat. Kamu pulang aja sana, istirahat yang bener. Jangan sampai sakit ya, aku sendiri aja di sini gak pa—

"Gue tidak menerima penolakan," ulang Galang.

Keputusannya untuk menemani Naura di sini sudah bulat, sudah tidak ada yang bisa mengganggunya, kecuali kalau Naura memilih untuk pulang.

"Kalau kamu tidak mau pulang, kamu di sini ditemani sama Galang."

William berucap, agar Naura mau menuruti apa yang sudah Galang ucapkan sebelum nanti Galang marah sebab terus-terusan dibantah oleh Naura.

Naura melirik ke arah Galang, memperhatikan ekspresi Galang yang terlihat begitu serius. Galang melirik ke arah Naura dengan lirikan yang tak sengaja tajam dan membuat Naura bergidik ngeri.

"Liatinnya biasa aja, aku takut tahu."

Naura merengek di depan semuanya yang membuat Melati serta William langsung melirik ke arah anaknya untuk melihat bagaimana tatapan Galang.

Diperhatikan oleh kedua orang tuanya tidak membuat banyak perubahan untuk Galang, dia hanya mengubah ekspresinya menjadi semakin datar.

"Kamu jagain dia," ucap William.

"Iya Pah," jawab Galang dengan begitu datarnya.

Mereka bersalaman sebelum akhirnya Melati dan juga William melangkahkan kaki meninggalkan mereka. Naura kemudian melangkahkan kakinya dan duduk.

Tatapan Naura begitu kosong sekarang, pikirannya semakin berterbangan ke segala arah, rasanya dia ingin bisa tenang sekarang, tapi begitu sulit.

Rasa tenang itu seolah menjauh dan tidak ingin menghampiri dirinya, sehingga hanya rasa cemas saja yang menyelimuti dirinya.

*****

19:45

"Ngapain lo liatin gue?" tanya Galang menggunakan nada bicara yang begitu datar saat menyadari kalau sedari tadi Naura memperhatikan dirinya dengan begitu serius.

"Kamu ganteng," ucap Naura menggunakan nada bicara yang terdengar begitu lembut dan volume yang nyaris sangat pelan.

Glek

Mendadak Galang menelan salivanya dengan kasar saat dia memperhatikan wajah Naura yang tengah tersenyum berseri setelah mengatakan kalau dirinya ganteng.

Galang fokus memperhatikan manik mata Naura yang terlihat begitu indah, di mana Naura sekarang tengah memperhatikan dirinya, tatapan Naura terlihat begitu tulus.

"Di sini ada yang bernama Galang? Pasien baru saja menyebut namanya dan kalau ada, silakan masuk."

Tatapan Galang buyar saat dia baru saja mendengar hal tersebut. "Saya Galang Sus," ucap Galang.

"Bisa masuk, keadaan Pasien ada perkembangan dan beliau terus memanggil nama tersebut." Suster memberi tahu hal yang sebenarnya terjadi di dalam Ruangan itu.

Mendengar hal tersebut, sontak Naura kebingungan. Bagaimana tidak bingung kalau anaknya adalah dia, tapi nama yang disebut justru nama Galang.

Naura bangkit dan melangkahkan kaki menuju ke arah di mana Suster berada. "Sus, apakah yang dipanggil hanya nama Galang? Saya anaknya," ucap Naura dengar mata yang mendadak berkaca-kaca.

"Dengan Mba siapa?" tanya Suster.

"Naura. Ayah saya tadi memanggil nama Naura tidak?" tanya Naura yang benar-benar merasa tidak yakin.

Suster tersebut melirik ke arah rekannya dan rekannya menggelengkan kepala karena dia tidak merasa pernah mendengar kalau pasien mengucap nama Naura.

"Tidak Mba, nama yang keluar adalah Galang. Untuk Mas Galang, bisa masuk dan temui pasien?" tanya Suster tersebut.

Di sini Galang malah menjadi bingung, karena tidak mungkin dia masuk sendiri dan meninggalkan Naura, sementara Naura adalah anaknya.

"Sus, dia adalah anaknya. Bisakah saya masuk bersama dengan dia?" tanya Galang yang merasa tidak kasihan melihat Naura yang sekarang.

"Tapi Mba ini anaknya?" Suster tersebut malah menjadi kebingungan, karena dia sama sekali tidak mendengar kalau pasien menyebut namanya.

"Iya, saya anaknya. Dia bukan, tapi kenapa dia yang disuruh untuk masuk?!" tanya Naura yang sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya.

"Untuk itu saya tidak tahu, tapi kalau begitu silakan kalian berdua bisa masuk."

Akhirnya Naura dan juga Galang melangkahkan kaki mereka masuk. Dada Naura mendadak terasa sesak sekarang, dia sebenarnya masih belum kuat kalau dia harus melihat kondisi Ayahnya, tapi dia juga tidak mau kalau hanya Galang saja yang masuk.

"Galang ...." Dengan suara yang begitu pelan, Dimas kembali mengucapkan nama Galang dan hal ini membuat Naura kebingungan.

Apa yang sudah dikatakan oleh Suster ternyata benar, orang yang dicari dan namanya disebut memang Galang, bukan dirinya.

Mata Naura mendadak berkaca-kaca mendengar secara jelas kalau Ayahnya memanggil laki-laki yang berstatus sebagai tunangannya.

"Kenapa Ayah manggil nama kamu?" tanya Naura sambil terus melangkahkan kaki menuju ke tempat di mana Ayahnya berada.

Naura berusaha untuk menahan tangisannya, karena memang Naura tidak ingin menangis, meski orang yang Ayahnya ingat adalah Galang, bukan dirinya.