Setelah melakukan pertukaran barang dengan paman selesai, aku langsung pergi setelah pamit kepada mereka dan juga berterima kasih.
Nah, sekarang, dengan sedikit informasi, aku harus bertahan hidup di dunia ini dan mencari cara untuk secepatnya kembali ke rumah. Ini memang bukan hal mudah tapi aku tidak bisa diam saja dan mengeluh. Tadi malam, aku masih berharap ini bukan kenyataan dan malah tertidur dengan sedikit ceroboh. Aku beruntung orang-orang yang membawaku bukan orang jahat.
Kini aku berada di jalanan yang penuh dengan pedagang, disekitarku juga banyak orang yang sedang berjalan-jalan sembari melihat barang apa yang akan mereka beli. Jika disini ada Seno, aku pasti dapat mengajak beberapa dari mereka untuk mengobrol dalam waktu singkat. Tapi saat ini dia tidak ada, dan itu mustahil untuk aku sendiri.
Setelah dipikir-pikir, agak aneh untuk terseret oleh sebuah buku ke dunia ini dari ruangan tempat ayah menyimpan pedangnya. Apa ini sebuah kebetulan?
Aku rasa ayah memiliki jawabannya dan dia mungkin akan memberitahuku saat waktunya tiba. Tapi, yang kulakukan sekarang pasti diluar dugaannya. Bukan hanya menyelinap ke ruangan tempat pedangnya disimpan, aku juga malah terjebak di dunia ini secara tidak sengaja. Aku menantikan bagaimana reaksinya saat aku berhasil kembali ke rumah nanti.
"Permisi, apa kau punya makanan yang murah dan tahan selama beberapa hari?" tanyaku pada seorang lelaki parubaya didepan kios atau toko makanan.
"Tentu, aku memiliki banyak roti kering yang tahan selama beberapa hari. Apa kau adalah seorang pengembara? Aku baru pertama kali melihat wajahmu disini," jawabnya sembari menawarkan beberapa barang jualannya padaku.
"Itu benar, kupikir aku hanya bisa bergantung pada para pedagang diwilayah ini untuk mengisi kembali perbekalanku. Nah, apa kau kenal siapa yang menjual baju seperti ini, dia adalah orang yang memberiku tumpangan tadi malam," aku memamerkan pakaian yang kuperoleh dari paman Irdo dengan sengaja.
"Oh.. apa kau bertemu dengan Irdo, dia adalah seorang pedagang yang hebat, dan kau beruntung bertemu dengannya di tengah-tengah hutan seperti itu."
"Yah.. kau tau itu dengan baik, aku juga beruntung bertemu dengan pedagang yang ramah sepertimu. Jadi aku juga akan membeli perbekalan untuk 3-5 hari. Dan sebagai bonus bisakah aku mendapat wadah untuk menampung air, aku lupa menyimpan itu saat tersesat di dalam hutan tadi malam."
"Baik baik, itu harga yang kecil untuk membuat pelanggan tetap saat ini. Ah.. aku lupa, namaku Horis. Aku akan menjual makanan yang lebih baik saat kau punya uang yang lebih banyak jadi mampirlah lagi nanti."
"Aku Jion. Yah, semoga aku bisa membeli semua barang daganganmu saat pertemuan kedua kita nanti," aku mengumbar janji manis untuk menambah kesan positifku padanya.
Horis tertawa terbahak-bahak mendengar leluconku. Dia dengan sigap mempersiapkan semua yang ku beli dan aku mengeluarkan beberapa koin sesuai yang dia minta.
"Oh iya, Pak Horis-"
"Ah.. panggil saja aku Horis."
"Eh, bukankah itu kurang sopan?"
"Hahaha.. kau cukup sopan untuk seorang pemuda seusiamu, tidak apa-apa, aku lebih nyaman dipanggil dengan namaku."
"O-oh.. oke, Horis, aku ingin bertanya dimana lokasi guild petualang, apa kau tahu?"
"Hah? Jangan remehkan aku Jion, di kota ini bahkan anak umur 5 tahun pun tahu dimana letak tempat itu," ucap Horis.
Horis memberitahuku lokasi guild petualang di kota ini dan karena dia seorang pedagang, dia tidak bisa mengantarku secara langsung ke guild petualang.
Jadi setelah berjalan sesuai arahan Horis, sekarang aku sudah sampai di tempat tak dikenal. Dengan kata lain, aku tersesat.
"Sialan.. Aku tau ini akan terjadi."
Setiap bangunan memiliki bentuk dan tinggi yang kurang lebih sama. Terdapat banyak gang, dan huruf yang terpampang di depan bangunan atau toko merupakan huruf yang tidak kuketahui.
"Haruskah aku bertanya pada orang-orang sekitar?"
Semakin lama Jion berjalan, semakin banyak bangunan atau rumah yang rusak, jumlah gelandangan dan orang-orang yang terlihat kurang sehat pun semakin meningkat. Entah kenapa aku merasa gerak-gerikku seperti diawasi oleh sesuatu. Tidak ada niat membunuh seperti saat dia bertemu hewan liar di hutan sewaktu berkemah dengan ayahnya.
Tiba-tiba, seseorang yang mengenakan jubah menabrakku dengan keras. Namun, saat aku berusaha berbicara dengannya, orang itu segera berlari menjauhiku.
"Aduh... Ada apa sih dengan dia?"
Aku yakin tidak ada orang yang menabrak orang dengan keras di jalan yang luas dengan sengaja tanpa maksud tersembunyi. Tapi, apa? Aku tidak mencoba melakukan hal apapun- Tunggu, kemana tas yang menyimpan perbekalan dan uangku?! Sial, orang itu ternyata pencuri.
"Tunggu kau, pencuri!"
Aku berlari secepat yang aku bisa sembari menggerutu di sepanjang jalan. Orang itu memiliki tubuh yang bagus untuk berlari secepat atlet atletik. Untungnya, aku memiliki otot kaki yang lumayan bagus hasil latihan pedangku. Tapi tetap saja, ada perbedaan antara orang yang mengenal daerah sekitar dengan yang tidak.
"Sial! Aku harus lebih cepat."
Tiba dipersimpangan, aku tiba-tiba kehilangan dia. Apa orang ini juga pengguna sihir? Jenis sihir apa yang dia gunakan? Aku mengamati sekitar dengan teliti lalu menemukan seseorang yang berlari menuju hutan.
"Ah! Itu dia, woy! Berhenti kau, dasar pencuri!"
Aku berlari dengan kecepatan terbaikku dan berusaha mencapai si pencuri menuju hutan. Setelah masuk ke dalam, si pencuri tiba-tiba berbalik dan berusaha menyerangku dengan sebuah pedang. Aku dengan cepat menghindari serangan itu dengan berguling ke samping.
"Oi! Aku sudah muak mendengar semua ocehanmu yang tidak berguna. Cepat berdiri dan matilah!"
Si pencuri berlari kearahku sembari menghunuskan pedangnya, aku dengan cepat bangun dan mempersiakan diriku. Aku menghindari dua tebasan diagonal dengan memiringkan tubuhku kesamping. Lalu aku melompat ke belakang saat si pencuri menghunuskan pedangnya secara vertikal.
Aku menjaga jarak dari si pencuri dan mengeluarkan barang yang kuminta dari paman Irdo beberapa waktu yang lalu.
"Ho... kau juga bisa bermain pedang rupanya. Jangan melakukan hal yang sia-sia anak muda. Kau tidak mungkin melawanku yang merupakan mantan petualang kelas A."
"Aku cukup yakin, aku tidak terlalu lemah untuk diremehkan. Sebaiknya kau bersiap jika tidak ingin nyawamu hilang."
Aku memasang kuda-kudaku dan mengarahkan pedang pendek yang kupegang. Meskipun aku memasang ekspresi yang cukup meyakinkan, dari dalam, aku sangat ketakutan karena baru kali ini aku bertarung dengan nyawa sebagai taruhan.
"Ha! Terima ini!!!"
Si pencuri itu melompat ke arahku lalu menghujamkan pedangnya tepat diatas kepalaku dengan kecepatan yang menakutkan. Aku merasa tubuhku terdiam untuk sekejap lalu dengan panik menghindari serangannya.
"Ugh! Apa?!"
Tubuhku terpelanting beberapa meter akibat dentuman kuat yang disebabkan oleh pedang si pencuri. Sebelumnya aku tidak sadar, tapi sekarang aku bisa melihatnya, tubuh si pencuri serta pedang yang dia pegang sedikit mengeluarkan aura yang menyelubungi keduanya.
"Apa dia menggunakan sebuah sihir?"
Aku dengan cepat memperbaiki posturku dan bersiap menerima beberapa serangan yang kuat. Aku meminimalisir peluang beradu pedang secara langsung karena aku sangat yakin kalau pedangku akan patah jika bertemu langsung dengan pedangnya yang diselubungi aura sihir atau apapun itu.
"Kau cukup merepotkan untuk ukuran amatir, hah?!"
Aku mengatupkan gigiku untuk menahan rasa sakit yang mulai membebani tubuhku terutama pergelangan tangan dan kakiku yang terus ku gerakan.
Dari sejak awal pertarungan dimulai, aku tidak diberi kesempatan untuk menyerangnya sekalipun. Jujur aku sangat frustasi dan merasa tidak bisa menang melawan orang ini. Mungkin apa yang dikatakan olehnya tentang dia yang mantan petualang kelas A bukanlah omong kosong.
"Apa yang terjadi bocah! Sudah mencapai bataskah? Kalau begitu akan ku akhiri secepatnya. Haaa!!!"
Si pencuri meningkatkan kecepatan tebasannya dan beberapa kali berhasil menyayat tubuhku. Meskipun begitu, aku beruntung lukanya tidak terlalu dalam. Kini aura yang bisa menyebabkan dentuman dari pedangnya kini menghilang. Sebagai gantinya, tubuh si pencuri itu mengeluarkan aura yang lebih kuat dari sebelumnya.
"Hahahaha.. Matilah kau!"
"Sial.."
Dengan nafas terengah-engah, aku berulangkali memutar badan untuk menghindari bilah pedang si pencuri. Tubuhku sudah mulai melambat dan penglihatanku juga menyempit.
Ini mungkin akhir dari hidupku.
"Trraang!!"
Suara pedang yang saling beradu yang bukan berasal dari pedangku terdengar.
Seorang lelaki berpakaian layaknya pendekar pedang khas dengan dua sarung pedang tersampir di pinggangnya, berdiri dihadapan Jion sembari menangkis serangan dari pencuri itu.
"Yo, apa kabar Tuan Buronan?"
***