Chereads / Siapa Pacarku? / Chapter 2 - dua

Chapter 2 - dua

"Nona, apakah Anda ingi mandi dengan air hangat? Saya bisa menyiapkannya untu anda, Nona?" Pelayan itu bertanya dengan sangat sopan tetapi dirinya menjadi bingung karena Nala seperti tidak mendengarkannya.

Nala terus diam sambil duduk di pinggir ranjang barunya, kamar yang dia miliki kini lebih luas daripada yang dulu ditambah dengan barang-barang mewah yang mengisi kamar tersebut, tetapi bukan itu yang ada di pikiran Nala saat ini.

"Aku enggak salah deh, aku pernah liat anak itu," gumam Nala lagi tapi kini gumaman itu bisa didengar kedua pelayan tersebut.

"Apa ada yang mengganggumu Nona?" Pelayan yang memiliki umur lebih dewasa dari Nala itu menepuk bahu Nala hingga Nala sadar dan mendongak.

"Ah maaf, enggak kok enggak papa. Oh ya, makasih atas bantuannya." Nala tersenyum lebar dan menunduk beberapa kali.

Kedua pelayan itu saling bertukar pandang dan tersenyum satu sama lain.

"Tidak masalah Nona. Saya akan menyiapkan Air panas dan Anda bisa merilekskan tubuh Anda."

"Eh? Sampai segitunya? Tapi aku biasanya juga enggak mandi kayak gitu, aku mandi kayak biasa kok, jadi-"

"Apa yang anda pikirkan Nona? Anda sudah termasuk keluarga Terasari sekarang, jadi tolong jangan sungkan untuk meminta bantuan kami. Dan juga ini adalah perintah dari nyonya besar untuk membantu Anda membiasakan diri di kehidupan Anda yang baru ini," sahut pelayan yang satunya.

Akhirnya Nala tidak bisa menolak dan membiarkan pelayan itu melakukan tugasnya, dia tidak percaya ternyata ibunya yang menurutnya cuek itu telah memikirkan dirinya sampai seperti ini.

"Keluarga Terasari? Yang benar saja!" Pekik Nala yang kini menebas-nebaskan tangannya di air, saat ini dia tengah berendam di dalam bedtub yang telah disiapkan pelayan tadi.

Air hangan dengan wangi yang menenangkan, pelayanan ramah dan barang-barang mewah. Mimpi apa Nala kemarin hingga hidupnya bisa berubah menjadi seratus delapan puluh derajat, dia bahkan berfikir jika dia kini ada di negri dongeng dan menjadi tuan putri di sana.

Nala terus berkecamuk dalam pikiranya hingga tampa sadar dia telah berendam selama hampir 2 jam, kulitnya menjadi mengkerut dan tubuhnya juga jadi sedikit lemas karena terlalu lama berendam ditambah dia juga lelah karena perjalanan kemari.

Nala keluar dari kamar mandi dan terdiam melihat pakaian yang telah disiapkan pelayan tadi di atas ranjang.

Nala terdiam karena dia tau betul pakaian mewah dan elegan ini bukanlah milikknya, bibirnya langusng tersenyum karna dia tau pasti ibunyalah yang menyiapkan ini.

Dengan perasaan senang dia segera mengenakan pakaian itu dan berbaring untuk tidur. Kasur yang nyaman membuatnya tertidur lebitu cepat.

------

"Gelap, huh?" Nala tersentak, dia menoleh kebalakang karena mendengar suara langkah kaki yang berat menginjak ranting-ranting. Dirinya begitu waspada wlyau badannya jelas bergetar karena ketakutan.

Nala berada di tengah butan yang gelap, cahaya matahari sore begitu redup dan tidak menembus diantara pepohonan yang rindang.

Langkah kaki itu terdengar semakin dan semakin mendekat.

"Tidak," lirih Nala sambil terus menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar keatkutan dan melangkahkan kakinya mundur. Entah maluk apa yang bersembunyi di balik bayangan yang sagat membuat tubuh Nala ketakutan.

"Tidak, tolong jangan mendekat, aku takut!" Nala berteriak dan berjongkok sambil menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Badannya semakin bergetar hebar ketika mahluk buas itu semakin mendekat dan mengeram di dekat kepala Nala.

"Tidak, jangan!" Nala membuka matanya dan tersadar dari mimpi buruknnya itu.

Dia segera bangun terduduk dengan keringat dingin yang telah membasahi badannya, nafasnya begitu sesak, bayangan mimpi itu terus berputar di dalam kepalanya.

Nala tersadar ternyata matahari sudah muncul, dia terkejut kenapa dia bisa bangun terlambat dari bisanya. Nala segera bangun dan segera bersiap sekaligus mempersiapkan buku-bukunya untuk ke kampus hari ini.

Nala keluar dariĀ  kemarnya dan mendapati ibunya kini berjalan mendekatinya.

"Nala, um kebetulan ibu cuman ...." Ibu terlihat ragu untuk bicara, dia juga menatap ke arah lain karena masih sedikit canggung.

"Iya?" Nala menaikkan alisnya dan tidak merasa aneh sama sekali, dia malah tersenyum lebar dan senang ketika melihat ibunya di pagi hari.

"Wah, bajunya. Kamu memakainya, dan ini sangat cocok," puji Kirana yang langsung membuat Nala tersenyum senang. "Baguslah kamu mulai sadar dengan kehidupanmu yang sekarang, dengan begini ibu harap kamu engga malu-maluin ibu."

Seketika Nala sedikit menunduk, dia sedikit tersinggung dengan ucapan ibunya itu tetapi Nala terus mencoba berfikir positif karena sebagian dari dirinya berfikir yang dikatakan ibunya itu benar.

"Um, iya. Hari ini Nala harus pergi ke kampus kayak biasanya." Nala mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

Kirana tersenyum dan mengangkat tangannya ingin sekali mengusap rambut putrinya namun dia mengurungkan niatnya.

"Iya, kamu bisa pergi kok. Oh ya, ibu ada jadwal pemotretan hari ini, Mas Binar juga sibuk sama kerjaannya. Kamu baik-baik yah sama sodara baru kamu. Jangan buat masalah sama dia." Nada bicara Kirana lama-kelamaan jadi sedikit menekan dan sedikit memperingakan.

"Um iya."

"Bagus. yuk makan bareng." Kirana menepuk pipi Nala perlahan dan melangkah turuun ke lantai satu.

Nala, kirana dan Binar makan bersama dalam satu meja makan yang terbuat dari marmer import berukuran dua meter kali satu setengah meter.

Para pelayan sibuk menyiapkan makanan, sedangkan laki-laki bernama Dirga itu berdiri tenang di samping tangga, sesekali ia memperhatikan jam tangannya.

Gaya Dirga yng begitu disiplin dan beretika tentu saja membuat Nala penasaran hingga terus memperhatikannya dari jauh.

"Nala!" Panggil kirana sambil menepuk tangannya.

Nala tersadar dan langsung menatap ibunya. "Iya?"

Kirana langsung memelototinya seperti menyalahkan Nala yang suka melamun dan tak mendengarkan orang lain bicara.

"Kirana, kamu enggak usah keras gitu sama Nala." Binar menegur istrinya.

"Yah, maaf. Ini juga kebiasaan yang seharusnya dirubah." Pandangan Kirana balik melirik anaknnya dengan sedit menusuk.

"Maaf, ada apa?" Nala mencoba berbicara pada Binar walau dirinya masih gugup dan canggung.

"Hm, Ayah dengar kalau IPK Nala bagus di kampus, Nala mau lanjut S2 di luar negri kalau udah lulus?" Pertanyaan Binar langusng membuat Nala menganga. Dia benar-benar tidak percaya atas apa yang baru saja dia dengar bahkan Nala tak tau harus menjawab apa.

"Ya itu sangat bagus, Nala juga bakal dapet banyak pengalaman," sahut Kirana yang senang atas tawaran Suami barunya itu.

"Tuan tunggu, lebih baik ikutlah sarapn bersama Ayah Anda," panggil Dirga kepada Rezvan yang baru turun dari tangga, Rezvan tidak mendengarkan dan terus melangkah menuju pintu keluar.

"Rezvan!" Kali ini Binarlah yang berteriak dengan bentakan, seketika kirana menunduk karena dia ikut-ikutan takut dengan amarah suaminya.

Rezvan menghentikan langkahnnya dan berbalik menatap ayahnya,. pandangannya dengan Nala bertemu. Nala terlihat kebingungan atas situasi yang terjadi sekarang.

"Di mana sopan santunmu? Bahkan kamu tidak datang ke pertemuan keluarga kemarin. Kemari dan sarapan bersama keluarga barumu!" Lanjut Binar dengan sangat tegas.

"Aku mau sarapan di kampus," dengus Rezvan kesal.

"Kau akan sarapan bersama ibu barumu dan kakak barumu."

"Kakak?" Gumam Nala yang masih belum nyaman dengan sebutan itu.

"Kemari dan duduk!" Perintah Binar lagi.

Rezvan berdecih dan duduk di kursi yang sangat jauh dari 3 orang anggota keluarga lainnya.

Rezvan terus memasang tampang tidak suka dan membiarkan pelayan meletakan piring dan makanan di depannya.

Nala mencoba melirik Rezvan dan saat itu juga ternyata Rezvan juga seang memandangnnya sangat tajam dan penuh kebencian.

"Kau tidak akan bisa lari." Nala memejamkan matanya ketika dia mendengar suara yag tiba-tiba muncul di dalam kepalanya. Dia segera menunduk smbil memegangi kepalanya yang sedikit pusing.

"Nala, kau baik-baik saja?" Tanya Binar dengan tatapan kahwatir.

"Enggak, enggak papa kok." Nala tersenyum dan mencoba melanjutkan sarapannya walau dirinya masih sangat terganggu dengan Rezvan yang masih terus memperhatikannya.

_________

bersambung....